Menu

Mode Gelap

Opini · 2 Des 2025 11:44 WIB ·

Nikah Siri : Tidak Sah Secara Agama Maupun Negara

Penulis: Nahikabillah Rabba


 Nikah Siri : Tidak Sah Secara Agama Maupun Negara Perbesar

Belakangan ini masyarakat dihebohkan dengan isu perselingkuhan seorang artis yang cukup terkenal dan menjadi perbincangan hangat di media sosial. Isu ini semakin menghebohkan setelah artis tersebut mengaku telah melakukan nikah secara siri beberapa bulan sebelumnya.

Kasus ini tentu tidak hanya menghebohkan dunia maya namun juga membuka perdebatan tentang hukum nikah siri. Tulisan ini akan membahas bagaimana hukum nikah siri secara agama dan negara.

Nikah siri menurut beberapa sumber adalah pernikahan yang dilaksanakan secara agama tanpa dicatatkan secara resmi oleh negara di Kantor Urusan Agama (KUA) atau kantor catatan sipil.

Banyak orang berpendapat bahwa nikah siri sah hanya sah secara agama namun tidak diakui negara.  Anggapan ini didasarkan bahwa nikah siri otomatis sah selama prosesi ijab qabul berjalan lancar dan rukun nikah terpenuhi. Padahal, dalam hukum Islam, sahnya sebuah pernikahan tidak bisa hanya diukur dari lancarnya dialog ijab qabul serta rukun nikah yang lengkap.

Terdapat syarat-syarat mendasar yang harus dipenuhi, khusunya terkait asal usul calon pengantin seperti keabsahan wali nikah, kejelasan status kedua calon pengantin, serta tidak adanya halangan syar’i untuk menikah.

Tanpa pendaftaran dan verivikasi resmi yang dilakukan oleh Kantor Urusan Agama (KUA), aspek aspek terkait asal-usul calon pengantin sulit untuk dilacak kebenarannya.

Misalnya, seorang calon pengantin perempuan ternyata lahir di luar pernikahan. Menurut ketentuan fikih dan peraturan perundang-undangan, pernikahannya harus menggunakan wali hakim. Namun karena tidak ada pemeriksaan resmi, wali nikahnya adalah ayahnya. Akad seperti ini otomatis tidak sah, karena dilakukan oleh wali yang tidak berhak.

Berkaitan dengan wali nikah juga misalnya terdapat calon pengantin perempuan memiliki ayah kandung namun tidak diketahui keberadaannya serta status hidup/matinya. Dalam hal ini wali nikah tidak bisa otomatis pindah ke kakek atau saudara kandung, akan tetapi wali nikahnya adalah wali hakim.

Terdapat pula kasus seseorang perempuan yang ternyata masih berstatus istri orang  atau dalam masa iddah namun semuanya tertutupi karena tidak melalui prosedur pernikahan resmi. Alhasil akad nikahnya tidak sah karena terdapat halangan syar”i.

Tidak hanya itu, nikah siri juga sangat rawan pemalsuan identitas dan status. Calon pengantin dapat dengan mudah memakai nama palsu atau mengaku jejaka padahal duda, perawan padahal janda, dan seterusnya.

Inilah titik paling rawan dari nikah siri karena tidak ada pemeriksaan berkas, tidak ada pencatatan status, tidak ada klarifikasi wali, dan tidak ada mekanisme untuk memastikan bahwa para pihak memenuhi syarat syar’i.

Pemeriksaan nikah bukan hanya didasarkan pengakuan calon pengantin namun  juga melibatkan berbagai dokumen pendukung yang terverivikasi secara resmi.

Selain itu, pernikahan resmi melalui KUA melibatkan pengecekan berlapis dari tingkat RT, kelurahan, hingga verifikasi berkas: mulai dari status perkawinan, dokumen identitas, hingga keabsahan wali. Semua proses ini tidak ada dalam nikah siri.

Tanpa pemeriksaan resmi, kebenaran data tidak dapat dipastikan, sehingga akad yang dilakukan pun rentan tidak sah dan menimbulkan masalah hukum di kemudian hari.

Melihat berbagai persoalan di atas, dapat dipahami bahwa nikah siri bukan hanya bermasalah dari sisi administrasi, tetapi juga berpotensi besar tidak sah secara agama karena syarat-syarat pernikahan tidak dapat diverifikasi dengan benar.

Ketidakjelasan wali, status calon pengantin, hingga kemungkinan adanya halangan syar’i menjadikan akad nikah tanpa pencatatan resmi berada dalam wilayah yang sangat rawan pelanggaran hukum agama dan negara.

Karena itu, pencatatan pernikahan bukanlah sekadar formalitas birokrasi, tetapi sebuah mekanisme penting untuk menjaga keabsahan akad, memastikan perlindungan bagi kedua mempelai, serta menjamin hak-hak perempuan dan anak di kemudian hari.

Dengan demikian, dapat ditegaskan bahwa memilih jalur pernikahan resmi adalah langkah paling aman, paling sesuai syariat, serta memberikan kepastian hukum bagi keluarga.

Pernikahan bukan hanya sebuah prosesi sakral, tetapi juga ikatan hukum yang harus dijalankan dengan penuh tanggung jawab. Nikah yang sah adalah nikah yang terpenuhi seluruh syarat agama dan negara, bukan hanya sekadar ijab qabul.

 

 

4.8 4 votes
Article Rating
Artikel ini telah dibaca 71 kali

Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
Lihat seluruh komentar
Baca Lainnya

Pentingnya Kesadaran Mencatatkan Pernikahan Secara Resmi

28 November 2025 - 14:28 WIB

Izin Istri atau Diam-Diam? Poligami dalam Perspektif Agama, Etika, dan Dampak Nyata dalam Kehidupan Rumah Tangga

27 November 2025 - 15:49 WIB

Pernikahan Siri atau Tidak Tercatat Termasuk Bentuk Pelanggaran Administratif dan Membahayakan Masa Depan Keluarga

26 November 2025 - 08:46 WIB

Benarkah Tak Boleh Ada Jeda Sama Sekali Dan Satu Nafas Dalam Ijab Qobul Nikah?

25 November 2025 - 14:20 WIB

Sebuah Perasaan yang Tak Pernah Selesai

24 November 2025 - 14:16 WIB

Kesetiaan Adalah Salah Satu Pilar yang Menegakkan Cinta di Tengah Problematika dalam Rumah Tangga

19 November 2025 - 09:01 WIB

Trending di Opini
0
Ada ide atau tanggapan? Share di kolom komentar!x
()
x