Darul Qaza Sebagai Lembaga Peradilan Informal di India
Di India terdapat lembaga bernama Darul Qaza atau yang dikenal sebagai Shariah Court di negara lain. Darul Qaza merupakan kumpulan para alim (qazi) yang memiliki otoritas dalam membantu pihak-pihak yang bersengketa menurut prinsip syariah, menangani hal-hal kekeluargaan seperti hukum pernikahan, perceraian, warisan, pemeliharaan, dan hak asuh anak.Keberadaan Pengadilan Syariah ini tidak bertentangan dengan semangat Konstitusi India. Karena jauh sebelum Inggris menjajah, Darul Qaza sudah ada sejak zaman pemerintahan Dinasti Mughal. Konstitusi India secara khusus menjunjung tinggi fungsi Pengadilan Syariah, sebagaimana dalam Pasal 372.
Jadi India terdapat lembaga yang bernama Darul Qaza. Lembaga ini seperti Pengadilan Syariah, yang di dalamnya terdapat alim ulama yang mempunyai otoritas menyelesaikan masalah-masalah para pihak sesuai dengan prinsip syariah. Lembaga ini didukung oleh Mahkamah Agung India yang termasuk ke dalam Non Government Organization (NGO). Namun, ia seperti lembaga konseling dan ADR yang tidak mempunyai sanksi hukum dan putusannya tidak mengikat. Banyak para Muslim yang lebih memilik Darul Qaza daripada Pengadilan Sipil, karena prosesnya lebih cepat dan murah, serta diputus oleh ulama yang paham Islam secara langsung. Saat ini, pengadilan Syariah di India dikelola dan berada di bawah naungan All India Muslim Personal Law Board (AIMPLB).
- Reformasi Hukum Keluarga Islam di India
Upaya paling penting di antara langkah-langkah legislatif yang berkaitan dengan reformasi hukum keluarga Islam di India yaitu diundangkannya The Dissolution of Muslim Marriages Act 1939. Undang-undang tersebut disahkan oleh badan legislatif pusat di India Inggris (ketika India masih menjadi negara jajahan Inggris) pada tahun 1939 yang berisi mengenai alasan-alasan perceraian yang dapat diajukan oleh wanita Muslim.. Metode yang digunakan dalam melakukan reformasi hukum keluarga, khususnya dalam bidang perceraian tersebut yakni yang disebut dengan takhayyur.
Di India, mazhab Hanafi diikuti secara ketat. Sebagaimana diketahui, bahwa mazhab Hanafi memiliki konsep paling kaku dalam hal penerapan hak perempuan untuk mengusulkan perceraian di muka pengadilan. Sebagai Mazhab yang paling banyak diikuti oleh Muslim India, maka menjadi kesulitan tersendiri bagi banyak kaum wanita yang telah menikah untuk dapat mengusulkan perceraian atas berbagai alasan yang memungkinkan kecuali murtad.Mengenai murtadnya wanita Muslim, beberapa ulama berpendapat bahwa dalam kasus seperti itu perkawinannya dengan suaminya tidak akan dibubarkan dan wanita yang murtad tersebut akan di penjara hingga dia kembali kepada Islam. Namun di India Inggris kala itu, hal ini sulit untuk diterapkan. Oleh karena itu pengadilan menerapkan aturan lain dalam hukum Islam yang di dalamnya menyatakan bahwa kemurtadan seorang wanita dapat mengakibatkan putusnya perkawinan.
[2] Namun selama awal abad ke-20, banyak kasus yang terjadi di India dimana para wanita Muslim yang ingin bercerai dengan suaminya melakukan perbuatan murtad. Banyak dari mereka yang murtad demi bisa bercerai dari suaminya, sebab hanya dengan alasan murtadlah perkawinan mereka dapat putus. Kemudian, sejumlah organisasi dan cendekiawan Muslim di India merasa terpanggil atas kasus tersebut. Mereka mulai memikirkan tentang bagaimana cara dan sarana untuk mengatasi wanita Muslim yang murtad hanya karena hukum agama mereka tidak mengizinkan mereka secara sah untuk bercerai dari suaminya.Konsep cerai gugat ini merupakan suatu hal yang perlu diatur ketentuannya. Hal ini sejalan dengan pernyataan yang dikemukakan oleh Jeremy Bentham, bahwa tujuan hukum ialah untuk mewujudkan the greatest happines of the greatest numbers (kebahagiaan terbesar untuk banyak orang).Tujuan hukum dalam hal ini sesuai dengan teori filsafat hukum utilitarianisme, dimana hukum yang diciptakan oleh pemerintah berdayaguna dan mendatangkan maslahat. Karena sebelumnya di India, banyak wanita yang murtad demi bisa bercerai dari suaminya. Maka untuk menghindari mudarat dengan semakin banyaknya wanita yang murtad, pemerintah India membolehkan istri untuk mengajukan cerai gugat, yang tentunya dengan alasan-alasan yang telah ditentukan di dalamnya.
Mayoritas penduduk Muslim India yang merupakan penganut Sunni, khususnya Mazhab Hanafi memungkinkan mereka berpendapat bahwa suami dapat menceraikan istrinya hanya dengan mengucapkan kata talak tiga sekaligus, kapan saja melalui berbagai media bahkan tanpa alasan apapun. Hanya karena masalah kecil atau ketika dalam keadaan marah, kata talak tiga terucap dengan mudahnya begitu saja oleh para suami. Hal ini tentu merugikan pihak istri. Para suami yang menalak tiga istrinya itu pergi begitu saja tanpa memberikan nafkah iddah maupun kesempatan untuk rujuk. Oleh karena maraknya praktik talak tiga yang terjadi serta untuk melindungi wanita dari dampak buruk talak tiga tersebut, maka pemerintah India pada 31 Juli 2019 menetapkan The Muslim Women (Protection Of Rights On Marriage) Act. [3]
BAB III
PENUTUP
- Kesimppulan
Hukum Keluarga Islam di Negara Pakistan dan India memiliki perbedaan yang signifikan seperti peraturan mengenai hukum keluarga di setiap Negara tersebut. Pakistan yang di dominasi masyarakatnya beragama islam, hukum keluarga islamnya menyangkup segala aspek dalam hal peraturan tentang batas usia nikah, poligami, perceraian, pencatatan nikah serta wasiat janabah. Adapun di India, agama islam merupakan minoritas, tapi pemerintahnya tetap menjamin hak-hak kebebasan beragama . Adapun di India terdapat Darul Qaza Sebagai Lembaga Peradilan Informal berbentuk Pengadilan Syariah, yang di dalamnya terdapat alim ulama yang mempunyai otoritas menyelesaikan masalah-masalah para pihak sesuai dengan prinsip syariah. Selain itu, di India para wanita Muslim yang ingin bercerai dengan suaminya melakukan perbuatan murtad. Hal ini karena aturan dari mazhab Hanafi yang ketat sehingga pemerintah India membolehkan istri untuk mengajukan cerai gugat. Adapun di India suami dapat menceraikan istrinya hanya dengan mengucapkan kata talak tiga sekaligus, kapan saja melalui berbagai media bahkan tanpa alasan apapun. Praktik talak tiga yang terjadi maka pemerintah India pada 31 Juli 2019 menetapkan The Muslim Women (Protection Of Rights On Marriage) Act.
- Saran
Hukum keluarga di Pakistan dan India memiliki perbedan, namun sebagai umat islam harus mengetahui betapa pentingnya penerapan hukum keluarga islam dalam kehidupan sehari-hari sesuai syariat dan ketentuan agama islam sebab islam mengajarkan berbagai aspek terutama tentang hukum keluarga yang penerapannya di terapkan dalam kehidupan sehari-hari.
DAFTAR PUSTAKA
Mahmood, Tahir. Muslim Personal Law: Role of the State the Subcontinent. New Delhi: Vikas Publishing House PVT LTD, 1977.
Mahmood, Tahir. Personal Law in Islamic Countries: History, Text, and Comparative Analysis. New Delhi: Time Press, 1987.
Mahmood, Tahir. Statute-Law Relating to Muslims in India: A Studi in Constitutional and Islamic Perspectives. Cet. I. New Delhi: Institute of Objective Studies, 1995.