Hukum Islam sebagai suatu sistem hukum di dunia ini banyak yang hilang dari peredaran, kecuali hukum keluarga. Dewasa ini hukum Islam bidang keluarga di Indonesia yang mempunyai daya tahan dari hempasan arus westernisasi yang dilaksanakan melalui sekularisme di segala bidang kehidupan, telah diperbaharui, dikembangkan selaras dengan perkembangan zaman, tempat, dan dikodifikasikan, baik secara parsial, maupun total, yang telah dimulai secara sadar sejak awal abad XX setahap demi setahap.2 Perkembangan hukum Islam bidang keluarga di Indonesia cukup terbuka disebabkan antara lain oleh Undang- Undang Dasar 1945 atau dengan ungkapan lain bahwa konstitusi sendiri memang mengarahkan terjadinya pembaharuan atau pengembangan hukum keluarga, agar kehidupan keluarga yang menjadi sendi dasar kehidupan masyarakat, utamanya kehidupan wanita, isteri, ibu dan anak-anak di dalamnya, dapat terlindungi dengan ada kepastian hukumnya.
B. Rumusan Masalah
- Paradigma Pembaharuan Hukum Islam di Indonesia
- Metode Pembaruan Hukum Keluarga Islam di Indonesia
- Aspek-Aspek Pembaruan Hukum Keluarga Islam di Indonesia
- Contoh kasus Pembaruan Hukum Keluarga Dalam Putusan Pengadilan Agama.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Paradigma Pembaharuan Hukum Islam di Indonesia
Secara garis besarnya, hukum Islam meliputi empat bidang, yaitu: pertama, bidang ibadah, yakni merupakan penataan hubungan antara manusia dengan Allah Swt. Kedua, bidang munakahah, merupakan penataan hubungan antara manusia dalam lingkungan keluarga. Ketiga, bidang muamalah, merupakan penataan hubungan antar manusia dalam pergaulan hidup masyarakat. Keempat, bidang jinayah, merupakan penataan pengamanan dalam suatu tertib pergaulan yang menjamin kes- elamatan dan ketentraman dalam kehidupan masyarakat.[1] Sedangkan menurut A. Jazuli, hukum Islam meliputi: bidang ibadah, bidang ahwal al-Syakhshiyah (perkawinan, kewarisan, wasiat, dan wakaf ), bidang muamalah (dalam arti sempit), bidang jinayah, bidang aqdhiyah (per- adilan), dan bidang siyasah (dusturiyah, maliyah, dan dauliyah).[2] Pembidangan hukum Islam tersebut, sejalan dengan perkemba- ngan pranata sosial, sebagai norma yang berfungsi untuk memenuhi kebutuhan manusia dalam kehidupan individual dan kolektif. Oleh karena itu, semakin beragam kebutuhan hidup manusia dan semakin beragam pranata sosial, maka semakin berkembang pula pemikiran ulama dan pembidangan hukum Islam pun mengalami pengembangan. Hal itu menunjukkan, terdapat korelasi positif antara perkembangan pranata sosial dengan pemikiran ulama secara sistematis. Atau sebaliknya, penyebarluasan produk pemikiran ulama yang mengacu kepada firman Allah melahirkan berbagai pranata sosial.[3]
Hukum Islam yang termaktub di dalam ayat-ayat ahkam, hadis- hadis ahkam, dan terutama di dalam kitab-kitab fikih dipahami terus mengalami perkembangan dan pengembangan. Dalam proses pengem- bangan, hukum Islam mengalami internalisasi ke dalam berbagai pra- nata sosial yang tersedia di dalam masyarakat. Terjadi proses alokasi hukum Islam, dalam dimensi syari’ah ke dalam pranata sosial, menjadi landasan dan memberi makna serta arah dalam kehidupan masyarakat Islam Indonesia. Hasil dari proses pengembangan hukum Islam yang terjadi dalam rentang waktu berabad-abad, berkembang berbagai pra- nata sosial yang bercorak keislaman.[4]
Pranata-pranata sosial dapat dilihat dari dua sudut pandang, yaitu: pertama, ia merupakan aktualisasi hukum Islam yang tertumpu kepada interaksi sosial yang mempola setelah mengalami pergumulan dengan kaidah-kaidah lokal yang dianut oleh masyarakat Indonesia yang majemuk. Dalam pergumulan itu, terjadi adaptasi dan modifikasi antara hukum Islam dengan kaidah lokal. Dengan perkataan lain bahwa proses sosialisasi dan institusionalisasi hukum Islam terjadi dalam hubungan timbal balik dengan kaidah-kaidah lokal yang dianut. Selain itu, terjadi intervensi hukum barat terutama sejak masa penjajahan Belanda.