Lembaga kepenghuluan merupakan salah satu institusi penting dalam sejarah pemerintahan Islam Nusantara. Keberadaannya dapat dilacak sejak era kerajaan-kerajaan Islam di Jawa dan Sumatra, kemudian mengalami transformasi pada masa kolonial, hingga akhirnya menjadi institusi formal dalam struktur pemerintahan Republik Indonesia. Kedudukan penghulu yang hari ini dikenal sebagai pejabat fungsional dalam pelayanan nikah dan bimbingan masyarakat Islam memiliki akar sejarah yang jauh lebih kompleks.
Penghulu pada Masa Kerajaan Islam: Otoritas Keagamaan dan Politik
Pada masa kerajaan Islam seperti Mataram, Demak, dan Aceh, penghulu memiliki kedudukan yang sangat strategis. Ia berfungsi sebagai kodi (hakim), mufti, pemimpin agama, sekaligus penasihat raja dalam persoalan hukum syariah. Dengan demikian, penghulu merupakan bagian dari elite birokrasi kerajaan yang memiliki pengaruh besar terhadap legitimasi politik raja. Prosesi keagamaan, penetapan hukum, hingga pengelolaan lembaga masjid dan peradilan berada dalam pengawasan penghulu.
Keterkaitan antara otoritas politik dan otoritas agama menjadikan penghulu sebagai mediator antara istana dan masyarakat. Perannya tidak hanya administratif, melainkan juga simbolik: menjaga keselarasan antara kekuasaan duniawi dan nilai-nilai Islam.
Penghulu pada Era Kolonial: Redefinisi Wewenang dan Birokratisasi
Memasuki masa kolonial, khususnya era Hindia Belanda, posisi penghulu mengalami perubahan signifikan. Pemerintah kolonial mulai mengatur ulang struktur pemerintahan lokal, termasuk jabatan keagamaan, demi menciptakan sistem administrasi yang lebih terkendali. Wewenang penghulu dalam aspek yudisial dan politik dikurangi, meski otoritas sosialnya tetap kuat di mata masyarakat.
Di beberapa wilayah kerajaan seperti Surakarta dan Yogyakarta, fungsi keagamaan penghulu tetap dipertahankan melalui lembaga pendidikan khusus, salah satunya Madrasah Mamba’ul Ulum yang didirikan pada awal abad ke-20. Madrasah ini menjadi pusat pembentukan penghulu profesional yang menguasai hukum Islam sekaligus administrasi modern. Kurikulum yang menggabungkan pelajaran agama dan hukum kolonial menunjukkan adanya hibridisasi antara tradisi lokal dan sistem pemerintahan Belanda.
Perubahan posisi penghulu pada masa kolonial memperlihatkan upaya kolonial untuk membatasi otoritas ulama sekaligus memanfaatkan struktur sosial lokal demi stabilitas politik.
Penghulu dalam Struktur Negara Modern: Profesionalisasi dan Regulasi
Pada masa kemerdekaan, negara Indonesia merumuskan kembali kedudukan penghulu melalui lembaga Departemen Agama. Regulasi modern seperti PMA No. 20 Tahun 2019 menegaskan bahwa penghulu adalah pejabat fungsional yang memiliki tugas pelayanan nikah/rujuk, bimbingan masyarakat Islam, serta pengembangan kepenghuluan. Penegasan ini menggeser peran penghulu dari otoritas politik dan hukum menuju birokrat keagamaan yang bekerja dalam kerangka administrasi negara.
Meskipun demikian, fungsi sosial penghulu tidak hilang. Di banyak daerah, penghulu masih menjadi rujukan masyarakat dalam persoalan hukum keluarga, konflik adat, serta nasihat keagamaan. Otoritas moral yang melekat pada jabatan penghulu menunjukkan bahwa keberadaannya tetap relevan meski ruang lingkup kerjanya lebih terstruktur secara administratif.
Dinamika Sosial Politik: Kesinambungan dan Perubahan
Dari perspektif historis, peran penghulu selalu beradaptasi dengan dinamika kekuasaan. Pada masa kerajaan, ia adalah bagian dari gerak politik istana; pada masa kolonial, ia direduksi namun tetap berpengaruh; pada era modern, ia menjadi bagian dari birokrasi negara. Perubahan tersebut menunjukkan fleksibilitas institusi kepenghuluan dalam merespons perubahan politik dan kebutuhan masyarakat.
Kesinambungan peran penghulu juga tampak dalam pengaruhnya terhadap struktur sosial. Baik sebagai hakim, pendidik, birokrat, maupun pemuka agama, penghulu berperan dalam pembentukan identitas masyarakat Islam Nusantara dan turut mempengaruhi arah perkembangan budaya hukum di Indonesia.
Secara garis besar, penghulu merupakan institusi yang mengalami transformasi panjang seiring perubahan sosial politik Nusantara. Dari tokoh elite kerajaan hingga pejabat fungsional modern, penghulu tetap memainkan peran penting dalam kehidupan masyarakat. Telaah historis ini menunjukkan bahwa penghulu bukan sekadar pelaksana administrasi keagamaan, tetapi juga aktor budaya dan politik yang telah berkontribusi dalam pembentukan tatanan sosial Nusantara.
Referensi:
Sumarno, F. W., dkk. (2023). Pasang Surut Penghulu sebagai Abdi Ndalem di Kasunanan Surakarta 1931–1937 M. Jurnal Batuthah: Jurnal Sejarah Peradaban Islam, 2(1).
Purbaningrum, D. F., & Kusairi, L. (2023). Penghulu-penghulu Keraton di Bidang Agama, Hukum dan Pendidikan di Kasunanan dan Mangkunegaran Tahun 1936–1947. Journal Historiography, 3(2).








