Pernikahan adalah ikatan suci antara dua insan yang menjadi landasan pembentukan keluarga dan masyarakat. Dalam tradisi Islam dan budaya Indonesia, pernikahan bukan hanya dimaknai sebagai ikatan emosional, tetapi juga sebagai peristiwa hukum yang memiliki konsekuensi sosial dan legal. Salah satu aspek penting yang sering dianggap sepele oleh sebagian pasangan adalah pencatatan pernikahan di Kantor Urusan Agama (KUA). Padahal, pencatatan ini memiliki peran yang sangat penting dalam melindungi hak-hak pasangan suami istri serta anak-anak yang lahir dari pernikahan tersebut.
Apa Itu Pencatatan Pernikahan di KUA?
Pencatatan pernikahan di KUA adalah proses resmi untuk mendaftarkan pernikahan secara hukum agar tercatat dalam administrasi negara. Dalam Islam, sahnya pernikahan ditentukan oleh terpenuhinya rukun dan syarat pernikahan, seperti adanya wali, saksi, ijab kabul, dan mahar. Namun, untuk diakui oleh negara, pernikahan tersebut harus dicatatkan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam (KHI). KUA adalah lembaga resmi di bawah Kementerian Agama yang bertugas mencatat dan mengesahkan pernikahan bagi umat Islam.
Pencatatan pernikahan di KUA memberikan status hukum yang jelas bagi pasangan suami istri. Dengan akta nikah, pernikahan diakui secara sah oleh negara, sehingga segala hak dan kewajiban pasangan, seperti warisan, nafkah, dan status hukum anak, terlindungi. Tanpa pencatatan, pernikahan hanya diakui secara agama, tetapi tidak memiliki kekuatan hukum di mata negara.
Pencatatan pernikahan sangat penting untuk menjamin status hukum anak yang lahir dari pernikahan tersebut. Anak-anak dari pernikahan yang tidak tercatat dapat menghadapi kesulitan dalam mengurus akta kelahiran, hak waris, dan hak nafkah dari orang tuanya. Dengan mencatatkan pernikahan di KUA, status hukum anak sebagai anak sah diakui oleh negara, sehingga hak-haknya terlindungi dengan baik.
Tanpa pencatatan pernikahan resmi, pasangan suami istri berpotensi menghadapi konflik hukum di masa depan, terutama dalam hal perceraian, pembagian harta, atau pengakuan warisan. Akta nikah dari KUA adalah dokumen legal yang dapat dijadikan bukti kuat dalam menyelesaikan sengketa hukum yang mungkin terjadi.
Pernikahan yang tercatat di KUA memberikan pengakuan resmi dari negara, sehingga pasangan suami istri dapat menjalani kehidupan sosial dengan lebih nyaman. Hal ini juga mencegah stigma negatif dari masyarakat terhadap pernikahan yang tidak tercatat.
Dalam sistem hukum di Indonesia, pencatatan pernikahan adalah kewajiban yang diatur oleh undang-undang. Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menyatakan bahwa “Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.” Dengan mencatatkan pernikahan di KUA, pasangan tidak hanya memenuhi ketentuan agama, tetapi juga menaati aturan negara.
Pasangan yang memiliki akta nikah resmi akan lebih mudah dalam mengurus berbagai dokumen penting, seperti KTP, KK, paspor, dan akta kelahiran anak. Selain itu, pencatatan pernikahan juga mempermudah akses ke layanan pemerintah, seperti bantuan sosial atau program kesejahteraan keluarga.
Pernikahan yang tidak tercatat di KUA dapat menimbulkan berbagai masalah, baik secara hukum maupun sosial, antara lain seperti tidak diakuinya pernikahan oleh negara sehingga tidak memiliki perlindungan hukum, kesulitan dalam mengurus akta kelahiran anak yang mengharuskan adanya dokumen bukti legal pernikahan kedua orangtuanya, tidak adanya hak waris bagi pasangan atau anak karena pernikahan dianggap tidak sah dimata hukum negara dan rentan terhadap konflik hukum terutama dalam kasus perceraian atau perselisihan harta / warisan.
Prosedur Pencatatan Pernikahan di KUA
Proses pencatatan pernikahan di KUA cukup sederhana dan melibatkan beberapa langkah berikut:
- Mengajukan permohonan pencatatan pernikahan ke KUA tempat tinggal calon pengantin.
- Melengkapi dokumen persyaratan, seperti surat izin nikah, fotokopi KTP, KK, dan akta kelahiran dan persyaratan lain yang berlaku sesuai peraturan perundang-undangan.
- Membayar biaya pencatatan (gratis jika dilakukan di kantor KUA pada jam kerja, atau dengan biaya PNBP Rp 600.000,- jika dilakukan di luar jam kerja atau di luar kantor KUA).
- Melangsungkan akad nikah yang disaksikan oleh penghulu atau pejabat yang berwenang sesuai dengan undag-undang yang berlaku.
- Setelah akad nikah, pasangan akan menerima akta nikah resmi atau biasa desebut dengan akta nikah / buku nikah yang menjadi bukti sah pernikahan di mata agama dan negara.
Akhir,
Pencatatan pernikahan di KUA bukan hanya sebatas formalitas saja, tetapi juga langkah penting untuk melindungi hak-hak pasangan suami istri dan anak-anak mereka. Dengan memiliki akta nikah, pasangan tidak hanya memenuhi kewajiban agama tetapi juga mendapatkan perlindungan hukum dan pengakuan sosial yang sah.
Pernikahan yang tercatat adalah cerminan tanggung jawab pasangan dalam membangun keluarga yang harmonis, kuat, dan sesuai dengan ketentuan hukum. Oleh karena itu, mari jadikan pencatatan pernikahan di KUA sebagai bagian yang tak terpisahkan dari proses pernikahan untuk kehidupan yang lebih baik dan bermartabat.
“Pernikahan yang tercatat adalah fondasi awal untuk melangkah menuju masa depan keluarga yang penuh keberkahan dan perlindungan.”
Jadi, apakah pernikahanmu sudah tercatat di KUA?
- Muhamad Fathul Arifin – Penghulu KUA Kesugihan, Cilacap