Menu

Mode Gelap

Opini · 14 Agu 2025 13:51 WIB ·

Stereotip “Perempuan Selalu Benar” vs Musyawarah Pasangan dalam Pernikahan

Penulis: Ahmad Angka


 Stereotip “Perempuan Selalu Benar” vs Musyawarah Pasangan dalam Pernikahan Perbesar

Gottman memperkenalkan konsep “The Four Horsemen”, empat pola komunikasi negatif yang harus dihindari agar rumah tangga tetap harmonis. Pertama, kritik (criticism): menyerang kepribadian atau karakter pasangan, bukan hanya keluhan tentang perilaku tertentu. Kedua, penghinaan (contempt): memperlakukan pasangan dengan ejekan, mengejek, atau bahasa tubuh yang merendahkan. Ketiga, defensif (defensiveness): mencoba membela diri tanpa menerima tanggung jawab, sehingga konflik justru meningkat. Keempat, stonewalling (diam seribu bahasa): menarik diri dari interaksi atau menutup diri dari pasangan, yang membuat komunikasi terhenti.

Prinsip Gottman ini sangat relevan dengan musyawarah dalam rumah tangga. Jika pasangan menghindari “The Four Horsemen” dan fokus pada komunikasi terbuka, saling mendengar, dan membangun kesepakatan bersama, konflik dapat diminimalkan. Hal ini sejalan dengan QS. Al-Baqarah ayat 233, yang menekankan kerelaan bersama dan musyawarah sebagai fondasi pengambilan keputusan dalam rumah tangga.

Perbedaan pendapat dalam rumah tangga adalah sesuatu yang wajar, bahkan sehat, asalkan dikelola dengan bijak. Laki-laki umumnya berpikir lebih logis dan praktis, sementara perempuan sering mempertimbangkan aspek emosional dan sosial. Kedua pendekatan ini sama-sama berharga dan bila dipadukan melalui musyawarah, akan menghasilkan keputusan yang lebih matang dan seimbang. Justru jika salah satunya dibungkam, rumah tangga akan kehilangan separuh potensi kebijaksanaannya.

Data BKKBN tahun 2023 mencatat bahwa kurangnya komunikasi menjadi penyebab 19,8% perceraian di Indonesia, sementara “tidak ada keharmonisan” mencapai 23,9%. Angka ini membuktikan bahwa komunikasi yang buruk adalah ancaman nyata. Candaan atau kebiasaan yang membuat salah satu pihak enggan berbicara sebaiknya dihindari, bukan karena kita anti-humor, tetapi karena rumah tangga butuh ruang dialog yang aman dan setara.

Musyawarah juga melatih kesabaran. Tidak semua masalah bisa selesai dalam satu kali diskusi. Kadang, salah satu pihak butuh waktu untuk merenung dan menenangkan diri sebelum kembali berdialog. Pasangan yang terbiasa bermusyawarah sejak awal akan memiliki modal kesabaran yang cukup untuk menghadapi masalah-masalah besar, seperti urusan keuangan, pendidikan anak, atau perbedaan pandangan dengan keluarga besar.

Bagi pasangan muda, memahami pentingnya musyawarah berarti menanam pondasi kokoh sejak awal pernikahan. Di usia pernikahan yang masih baru, segala hal terasa emosional—baik itu cinta, kemarahan, maupun kekecewaan. Musyawarah adalah rem yang menahan emosi agar tidak meledak, sekaligus kompas yang menuntun keputusan menuju kebaikan bersama.

Humor tetap bisa menjadi bumbu penyedap rumah tangga, termasuk candaan “perempuan selalu benar.” Namun, kita harus sadar bahwa ini hanya bumbu, bukan resep utama. Prinsip yang seharusnya berlaku adalah “kebenaranlah yang diikuti, siapapun yang mengucapkannya.” Dengan begitu, suami dan istri akan saling menghormati bukan karena gender, tetapi karena kebenaran dan keadilan yang dijunjung.

Akhirnya, pernikahan adalah kemitraan, bukan pertandingan. Tujuan utamanya bukan untuk memenangkan perdebatan, melainkan memenangkan hati pasangan dan meraih ridha Allah SWT. Dengan memadukan kehangatan humor dan keseriusan musyawarah, rumah tangga akan tumbuh dalam suasana mawaddah, rahmah, dan pangkalnya adalah sakinah.

Seperti mitsāqan ghalīẓā yang diikrarkan di hadapan Allah, pernikahan menuntut komitmen seumur hidup untuk saling menghormati, menguatkan, dan menuntun satu sama lain menuju kebaikan. Di tengah derasnya arus candaan dan tren media sosial, musyawarah adalah jangkar yang menjaga rumah tangga tetap kokoh. Dan ketika suami dan istri sama-sama berani mendengar dan didengar, maka prinsip “perempuan selalu benar” akan tergantikan oleh prinsip yang lebih indah: “kita berdua sama-sama mencari yang benar.”

Previous Post Rakornas APRI 2025
5 1 vote
Article Rating
Artikel ini telah dibaca 113 kali

Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
Lihat seluruh komentar
Baca Lainnya

Antara Ibadah Abadi dan Tantangan Teknologi dalam Pernikahan di Era Digital

1 Oktober 2025 - 13:31 WIB

Waris (Faraidh V)

1 Oktober 2025 - 04:12 WIB

“Cuan” Memboming Dengan Aksi Viral [catatan harian penghulu]

1 Oktober 2025 - 00:03 WIB

Mengapa Verifikasi Calon Pengantin Adalah Keharusan di Era Digital?

30 September 2025 - 11:22 WIB

Musrenbang Sebagai Penjembatan Program KUA Kecamatan

29 September 2025 - 21:27 WIB

Taukil Wali bil lisan melalui daring, apakah diperbolehkan?

29 September 2025 - 16:46 WIB

Trending di Opini
0
Ada ide atau tanggapan? Share di kolom komentar!x
()
x