HAKEKAT KELUARGA MUSLIM DAN HUKUM KELUARGA ISLAM

 

Oleh Yayan Nuryana

 

 

 

 

KATA PENGANTAR

 

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Subhanahu Wa Ta’ala, atas segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga makalah “HAKEKAT KELUARGA MUSLIM DAN HUKUM KELUARGA ISLAM ” ini dapat tersusun sampai dengan selesai.

Tak lupa kami mengucapkan beribu terima kasih kepada berbagai pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangsih baik pikiran maupun materinya. Terkhusus Admin Pusaka Penghulu  yang telah berkenan untuk menerbitkan di website Pustaka Penghulu.

Harapan penulis semoga Artikel ini dapat menjadi sarana menambah pengetahuan dan pengalaman bagi pembaca.. Kami sadar bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman Kami.

Terimakasih

 

 

 

Purwakarta, 03 Juni2024

Penyusun

 

 

 

 

 

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR………………………………………………………………………………….. i

DAFTAR ISI………………………………………………………………………………………………… ii

BAB I PENDAHULUAN……………………………………………………………………………… 1

1.1. Latar Belakang………………………………………………………………………. 1

BAB II PEMBAHASAN………………………………………………………………………………. 3

2.1. Pengertian Hakikat Keluarga Islam……………………………………………. 3

BAB III PENUTUP……………………………………………………………………………………… 11

3.1.    Kesimpulan………………………………………………………………………….. 11

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………………………… 12

 

 

 

 

 

 

 

  1. Latar Belakang Masalah

 

BAB I PENDAHULUAN

 

Islam merupakan agama samawi yang memiliki aturan-aturan yang bersumber dari wahyu, termasuk di dalamnya adalah aturan-aturan tentang keluarga. Hukum Islam sebagai sebuah aturan merupakan suatu rahmat dan karunia dari Allah SWT sudah di mulai sejak dahulu. Hukum Islam adalah hukum yang bersumber dari dan menjadi bagian agama Islam.1 Menurut H.M. Tahir Azhary, ada lima sifat hukum Islam yang melekat pada dirinya sebagai sifat asli, yaitu (1) berdemensional, (2) adil,

(3) individualistik dan kemasyarakatan, (4) komprehensif dan (5) dinamis. 2 Sedangkan prinsip-prinsip umum yang melekat pada hukum Islam adalah sebagai berikut: (1) tauhid, (2) keadilan (al ‘adl) (3) amar ma’ruf nahi munkar (4) kemerdekaan dan kebebasan (al huriyyah) (5) persamaan dan egaliter (al musaawah) (6) tolong menolong (al ta’awwun) dan (7) toleransi (al tasaamuh).3

Islam dengan kelengkapan perangkat dan aturannya hadir untuk mengatur berbagai lini kehidupan manusia, baik yang terhubung secara vertikal dengan Allah SWT maupun secara horizontal sesama manusia. Oleh karena itu tidak salah jika agama ini bersifat “sholihun fii kulli zaman wa makan”, termasuk di dalamnya mengatur mengenai penanganan terhadap permasalahan yang muncul dalam suatu keluarga.

Perbedaan pendapat dan sering terjadinya perselisihan atau bahkan pertikaian dalam sebuah keluarga akan menimbulkan kurang harmonisnya hubungan antara anggota keluarga baik itu antara suami dengan istri atau orang tua dengan anak yang dilatarbelakangi oleh sebab yang sangat sederhana seperti hobi, kebiasaan dan gaya

 

 

 

1Mohammad Daud Ali, Hukum Islam, (Depok: Rajawali Pers 2017), 32

2Tahir Azhary, Negara Hukum, Suatu Studi tentang Prinsip-prinsipnya Dilihat dari Segi HukumIslam, Implementasinya pada Periode Negara Madinah dan Masa Kini, (Jakarta: Bulan Bintang, 1992), 52

3Juhaya S Praja, Filsafat Hukum Islam, (Bandung: PT. Latifah Press, 2009), 69-7

 

 

 

 

hidup atau bahkan sebab-sebab yang sangat mendasar, misalnya pasangan suami istri yang membangun rumah tangga hanya berdasarkan kemampuan finansial dan jauh dari prinsip-prinsip agama Islam, sehingga akan terbuka peluang dan potensi konflik diantara keduanya karena mereka hanya siap berbahagia dengan kehidupan dunianya tanpa kesiapan menghadapi dan menyelesaikan segala permasalahan yang timbul di dalamnya.

Hukum keluarga Islam pada dasarnya hadir dengan tujuan memberikan pendampingan agar bisa mereda atau mencegah timbulnya sumber-sumber persengketaan diantara anggota keluarga bahkan menawarkan cara-cara penyelesaian segala permasalahan yang terjadi dan dihadapi oleh setiap keluarga Islam.

 

 

 

BAB II PEMBAHASAN

 

2.1.          Pengertian Hakikat Keluarga Islam

Merujuk pada Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) edisi kelima kata hakikat berarti intisari atau dasar serta kenyataan yang sebenarnya. Adapun keluarga adalah ibu dan bapak beserta anak-anaknya, seisi rumahnya atau satuan kekerabatan yang sangat mendasar dalam masyarakat. Nama untuk istilah hukum keluarga Islam adalah al-Ahwal al Syakhsiyah atau disebut dengan Nizham al- usrah. Nizham secara bahasa adalah susunan, kumpulan, rangkaian dan urutan sedangkan al- Usrah berarti kumpulan, ikatan, pertalian ataupun tameng pelindung atau mempunyai   arti   keluarga   inti/kecil.4   Dalam   Bahasa   Indonesia,  istilah  yang digunakan tidak hanya hukum keluarga Islam, tetapi terkadang disebut dengan Hukum Perkawinan ataupun Hukum Perorangan. Dalam bahasa Inggris biasa disebut Personal Law atau Family Law.5

Sementara istilah-istilah dalam bahasa Arab perundang-undangan hukum Islam kontemporer adalah:

  1. Qanun al-ahwal Syakhsiyyah;
  2. Qanun al-Usrah;
  3. Qanun Huquq al-‘ailah;
  4. Ahkam al-zawaj;
  5. Ahkam al-izwaz.

 

Dalam bahasa Inggris baik dalam buku atau perundang-undangan hukum keluarga Islam kontemporer digunakan istilah-istilah sebagai berikut:6

  1. Islamic Personal Law;

 

4Shobir Ahmad Thoha, Nizham al Usroh fi al Yahudiyah wa al Nashroniyah wa al Islam, (Kairo:Nahdhotu Mishro, 2000), 8

5Khoiruddin Nasution, Pengantar Dan Pemikiran Hukum Keluarga (Perdata) Islam Indonesia, (Yogyakarta: Akademia dan Tazaffa, 2010), 5-7

6Mardani, Hukum Keluarga Islam Di Indonesia, (Jakarta:Kencana,2017), 3

 

 

 

  1. Islamic Family Law;
  2. Moslem Family Law;
  3. Islamic Marriage

 

Beberapa definisi tentang hukum keluarga Islam dari para ahli Fiqih kontemporer. Menurut Abdul Wahhab Khollaf, hukum keluarga (al-ahwal as- syakhsiyah) adalah hukum yang mengatur kehidupan keluarga, yang dimulai dari awal pembentukan keluarga. Adapun tujuannya adalah untuk mengatur hubungan suami, istri dan anggota keluarga.7 Menurut Wahbah az-Zuhaili, hukum keluarga adalah hukum tentang hubungan manusia dengan keluarganya, yang dimulai dari perkawinan hingga berakhir pada suatu pembagian warisan karena ada anggota keluarga yang meninggal dunia.8

Lebih luas lagi, keluarga di pahami sebagai satu satunya kelompok berdasarkan darah atau hubungan perkawinan yang diakui oleh Islam.9 Sejalan dengan Kompilasi Hukum Islam Pasal 4 yang berbunyi “Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum Islam sesuai dengan pasal 2 ayat 1 Undang-undang No.1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan”, yang pada pokoknya perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum agamanya dan kepercayaannya masing-masing.

Dengan demikian, dari pengertian-pengertian di atas dapat penulis simpulkan bahwa pengertian hakikat hukum keluarga Islam adalah dasar atau intisari dari hukum Islam yang mengatur kehidupan keluarga sejak manusia belum lahir ke dunia hingga pasca kematiannya atau hal-hal lain yang masuk pada kategori hukum perdata Islam berdasarkan ketentuan Al-Qur’an atau Sunnah Rasulullah Saw.

7Abd al-Wahhab Khallaf, ‘Ilm-Usul al-Fiqh, cet ke-8 (ttp.: Maktabah al- da’wah al-Islamiyah, t.t.), 32

8Wahbah al Zuhaili, al-Fiqh al-Islam wa Adillatuha, (Beirut: Dar al-Fikr,1989),

 

VI:6. 230

9Josep Schacht, Pengantar Hukum Islam, (Bandung: Nuansa Cendekia, 2010),

 

 

 

 

2.2.        Ruang Lingkup Hukum Keluarga Islam

Hukum Islam mengacu pada pandangan hukum yang bersifat teologis. Artinya hukum Islam itu diciptakan karena ia mempunyai maksud dan tujuan. Tujuan dari hukum Islam adalah terciptanya kedamaian di dunia dan kebahagiaan di akhirat. Inilah yang membedakannya dengan hukum manusia yang hanya menghendaki kedamaian di dunia saja.10

Cakupan pembahasan hukum keluarga Islam dalam kitab-kitab fikih klasik dapat digambarkan sebagai berikut. Salah seorang ulama’ dari madzhab Maliki yaitu Ibnu Jaza al-Maliki memasukkan perkawinan dan perceraian, wakaf, wasiat, dan fara’id (pembagian harga pusaka) dalam kelompok Mu’amalah.

Adapun Ulama’ Syafi’iyah menjadikan hukum keluarga menjadi bahasan tersendiri, yaitu ‘munakahat’. Bab ini menjadi bagian sendiri dari empat bagian hukum keluarga yakni: Ibadah “hukum yang mengatur hubungan antara manusia dengan Allah SWT”. Mu’amalah “hukum yang mengatur hubungan sesama manusia di bidang kebendaan dan pengalihannya.”Munakahat “hukum yang mengatur hubungan antar anggota keluarga”,‘Uqubah “hukum yang mengatur tentang keselamatan, jaminan jiwa dan harta benda, serta urusan publik dan kenegaraan.11

Salah seorang ulama’ kontemporer, yaitu Mustafa Ahmad al-Zarqa, kemudian membagi fikih menjadi dua kelompok besar, yaitu ‘Ibadah dan Mu’amalah, kemudian membagi lebih rinci menjadi tujuh kelompok, dan salah satunya adalah hukum keluarga “al-ahwal al-syakhsiyah”, yaitu hukum perkawinan (nikah), perceraian (talak, khuluk dan lain-lain.), nasab, nafkah, wasiat, dan waris.12

 

 

 

10Fathurrahman Djamil, Filsafat Hukum Islam, (Jakarta:Logos Wacana Ilmu, 1997), 15

11Khoiruddin Nasution, Pengantar dan Pemikiran………………. , 5-7

12Mustafa Ahmad al-Zarqa, al-Fiqh al-Islam fi Thaubihi al-Jadid: al-Madkhal al-Fiqih al-Amm, (Beirut: Dar al Fikr, t.t.), 55-56.

 

 

 

Sedangkan Shobir Ahmad Toha membagi hukum keluarga Islam (Nizham al Usroh) berdasarkan tahapan manusia hidup di dunia yaitu (1) aturan terkait manusia sebelum hadir di dunia diantaranya proses pemilihan calon pasangan hidup dan pemeliharaan janin dalam kandungan ibu, (2) aturan setelah hadir di dunia dari awal kelahiran sampai berakhir dengan kematian di antaranya rodo’ah, hadonah, pernikahan, perceraian dan berbakti kepada orangtua, (3) aturan setelah meninggalkan kehidupan di antaranya wasiat dan waris.13

Melihat pendapat para ahli di bidang hukum keluarga Islam mengenai ruang  lingkup/cakupannya,  maka  kita  bisa  menyimpulkan  bahwasanya  cakupan hukum keluarga Islam diantaranya adalah:

  • Peminangan dalam Pernikahan;
  • Akad dalam Pernikahan;
  • Rukun dan Syarat Pernikahan;
  • Wali dan Saksi dalam Pernikahan;
  • Larangan dalam Pernikahan;
  • Hak dan Kewajiban Suami Istri;
  • Nafkah Keluarga;
  • Kedudukan Harta dalam Pernikahan;
  • Putusnya Pernikahan;
  • Batalnya Pernikahan;
  • Perwalian;
  • Hadhanah;
  • Rujuk;
  • Poligami;
  • Waris (Besarnya Bagian, Aul dan Rad, Wasiat);
  • Hibah;
  • 14

13Shobir Ahmad Thoha, Nizham al Usroh…., 9.

14Tihami, & Sohari Sahrani, Fikih Munakahat, Kajian Fikih Nikah Lengkap, (Jakarta Rajawali Pers, 2009).

 

 

 

Perkembangan hukum keluarga Islam di Indonesia, selain bersumber dari fikih klasik juga mengalami transformasi menjadi sebuah perundang- undangan yang ditetapkan negara. Dalam hal ini, Undang-undang No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan, yang mencakup seluruh aspek dalam permasalahan perkawinan dan perceraian dilengkapi dengan Kompilasi Hukum Islam (KHI) buku I yang membahas tentang Pernikahan, buku II tentang Hukum Kewarisan juga mencakup tentang wasiat, hibah dan buku III yang membahas tentang Hukum Perwakafan.15

2.3.            Hakikat Keluarga Islam

Keluarga dalam Islam berawal dari pelaksanaan sebuah ibadah bernama perkawinan. Perkawinan menurut hukum Islam adalah pernikahan yaitu akad yang sangat kuat atau miitsaqon gholiidhon untuk mentaati perintah Allah SWT dan melaksanakannya merupakan ibadah. Perkawinan bertujuan mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawaddah dan rahmah. Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum Islam sesuai dengan pasal 2 ayat (1) Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.16 Sedangkan dalam Undang-undang No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan disebutkan bahwa (pasal 1) “perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa; (pasal 2) Perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hokum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu. 17

 

15Abdurrahman¸ Kompilasi Hukum Islam Di Indonesia, (Jakarta: Akademika Pressindo, 2018), 63

16Tim Redaksi Nuansa Aulia, Kompilasi Hukum Islam, (Bandung: CV. Nuansa Aulia, 2017), 2

17Tim Redaksi Nuansa Aulia, UU RI No. 1 Tahun 1974, (Bandung: CV. Nuansa Aulia ,2017),73-74

 

 

 

 

 

Oleh karena itu, keluarga ideal menurut doktrin Al Quran digambarkan dalam Surah ar-Rum (30): 21 yang Artinya: “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan- Nya, ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenis mu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu, benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikifir.

 

Menurut Solihin Abu Izzuddin, untuk mewujudkan keluarga yang sakinah, mawaddah dan rahmah setiap anggota keluarga harus memahami filosofi dalam membangun keluarga (usroh) sebagai berikut:

  • Keluarga adalah oase spiritual, karena keluarga adalah tahapan (marhalah) fase pembentuk kepribadian untuk meniti kedewasaan karena di dalamnya ada “laboratorium” untuk melakukan penelitian dan pengkajian terhadap amal dan perbuatan serta pengaruhnya bagi
  • Keluarga bukan kumpulan benda mati; keluarga dalam tinjauan sosiologi adalah institusi yang memiliki fungsi legal seksual, dibangun atas kesadaran tanggungjawab, sebagai tempat untuk mencurahkan perlindungan dan kasih Keluarga dibangun dan dibentuk oleh ikatan yang agung “mitsaqon gholiizha” dan aturan yang jelas untuk mencapai tujuan.
  • Keluarga adalah bahtera; memasuki keluarga seperti mengarungi samudera, maka diperlukan bahtera dan nahkoda untuk menuju pantai kebahagiaan di surga yang diimpikan. Maka mempersiapkan keluarga dengan sebaik- baiknya sejatinya mempersiapkan kematian yang indah menuju kehidupan yang
  • Keluarga ibarat sarang lebah; dengan segala keistimewaan lebah, diharapkan keluarga Islam mampu mewujudkan kemandirian, mengkonsumsi perkara yang halal dan baik, berupaya terus memberi banyak manfaat, selalu bersosialisasi dengan baik dan berjuang untuk menghadirkan ketulusan yang paripurna dalam 18

18Abu Izzuddin Solihin, Risalah Usroh, (Solo: Bina Insani Press, 2006), 21-24

 

 

 

 

Membangun sebuah keluarga yang ideal tentu bukan tanpa usaha dan perencanaan yang matang. Paling tidak ada lima prinsip dasar yang bisa mengantarkan setiap pribadi yang memiliki cita-cita membangun rumah tangga harapan, yaitu:

  1. salamat al qoshd; tujuan yang baik dan terhindar dari segala keinginan selain beribadah kepada Allah SWT dan menghadirkan kebaikan untuk orang lain;
  2. hurriyat al ikhtiyar; pada dasarnya Islam menghendaki dan mengizinkan kepada laki-laki dan perempuan untuk memilih dan menetapkan calon pasangan yang disukainya, sehingga keduanya memiliki energy untuk membangun keluarga bersama dan bersinergi;
  3. husnu al ikhtiyar; pernikahan adalah ikatan suci, janji agung, interaksi yang abadi sepanjang hidup, oleh karenanya Islam menawarkan role model calon pasangan suami atau istri dengan batasan minimal dan ideal yang berpeluang bisa memudahkan terwujudnya keluarga ideal;
  4. al mawaddah wa ar rahmah; cinta dan kasih sayang adalah landasan utama dan pilar yang kokoh yang mampu meneguhkan bangunan keluarga dalam kondisi apapun yang dihadapinya. Hal ini hadir sebagai hadiah terindah dari Allah SWT Swt atas perjuangan dan pengorbanan setiap anggota keluarga dalam mewujudkan hak dan menunaikan kewajiban masing-masing;
  5. al ta’awwun wa al taazur; tolong menolong dan saling menguatkan dalam pemenuhan biaya hidup, penyelesaian urusan-urusan dan kebutuhan rumah tangga lainnya disertai tanpa saling merendahkan dan membanggakan akan perannya masing-masing akan melahirkan kekuatan dan kesungguhan setiap anggota keluarga untuk memberikan yang terbaik dalam perannya;
  6. al marji’iyyah al syar’iyyah; sebuah keluarga Islam tentu tidak akan pernah menyelisihi dan berlawanan secara sengaja dengan syariat Islam, oleh karena itu ikhtiar bersama suami istri, orang tua dan anak untuk selalu mencari solusi dan mengembalikan pola penyelesaian setiap ujian, cobaan dan tantangan selama mengarungi bahtera rumah tangga terhadap rujukan utama agama Islam yaitu Al Quran dan sunah melalui musyawarah atas

 

 

 

dasar kekeluargaan sesuai prinsip-prinsip agama Islam adalah prinsip terakhir yang sekaligus pijakan awal dari setiap langkah dalam berumah tangga.19

Lebih-lebih di negara Indonesia, kelengkapan untuk penyelesaian setiap permasalahan yang muncul jika tidak teruraikan di ranah keluarga secara musyawarah, maka negara memfasilitasinya untuk bersama-sama mencarikan solusi melalui wadah Kantor Urusan Agama (KUA) terkait nikah dan rujuk dan Peradilan Agama (PA) jika terkait selain nikah-rujuk.

Apabila filosofi dan prinsip-prinsip dasar dalam membangun sebuah keluarga Islam selalu dihadirkan dan dilaksanakan oleh setiap anggota keluarga, maka tujuan utama hukum Islam yakni tercapainya kebahagiaan hidup manusiadi dunia dan di akhirat atau dengan kata lain menghadirkan kemaslahatanhidup manusia, baik rohani maupun jasmani, individual dan social baik yang terkait dengan perlindungan agama, jiwa, akal, keturunan dan harta akanterwujud.

Kedudukan keluarga dalam Islam itu mempunyai kedudukan yang tinggi atau derajat yang mulia, sehingga tidak heran bagi kita keluarga menjadi harta yangsangat berharga bagi keberlangsungan hidup manusia. Allah SWT sendiri menegaskan dalam Al-Qur’an surat at-Tahrim (66): 6 yang Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, lindungilah dirimu dan keluargamu dari api neraka”.

Demikian hakikat keluarga Islam jika dihubungkan dengan tujuan hukum Islam (maqashid al-syari’ah) berada pada aspek menjaga keturunan yang bersifat dharuriyyat untuk mewujudkan kebaikan sekaligus menghindarkan keburukan.20, Dengan kata lain, jika maqashid al-syari’ah (hifdz al-nasl) itu telah ditangkap dan di terapkan dalam kehidupan keluarga Islam, maka pada saat itulah hukum Islam menemukan relevansinya.21

19Adil Fathi Abdullah, Buyuutuna Kamaa Yajibu an Takuun, (Iskandaria: Dar al Iman,2003),17-37

20Kamaruzzaman Bustaman & Ahmad, Islam Historis, Dinamika Studi Islam Indonesia,(Yogyakarta: Publisher, 2017), 177

21Pradana Boy ZTF, Islam Berkemajuan untuk Peradaban Dunia, (Bandung, Mizan, 2015), 143

 

 

 

 

 

 

 

3.1.      Kesimpulan

BAB III PENUTUP

 

Hakikat keluarga Islam ditinjau sebagai bagian hukum Islam, merupakan aturan-aturan yang mendasar atau intisari yang mengatur kehidupan anggota keluarga sebagai pribadi ataupun sebagai bagian dari keluarga yang menyangkut urusannya dengan Allah SWT maupun dengan sesama manusia dalam rangka mewujudkan tujuan hukum Islam yaitu meraih kebahagiaan di dunia dan keselamatan di akhirat dengan selalu memperhatikan aspek-aspek terkait tujuan syariah terutama bagaimana menjaga dan memelihara keselamatan dan kemurnian keturunan (hifzh al nasl).

Hakikat keluarga Islam sebagai sebuah institusi sosial kemasyarakatan, merupakan ikatan suci antara laki-laki dan perempuan melalui media pernikahan yang sesuai syariat dengan segala kelebihan dan kekurangannya masing-masing berupaya bersama untuk menghadirkan keluarga yang sakinah, mawaddah dan rahmah, dengan penuh kesabaran dalam mewujudkannya baik dalam kondisi senang ataupun susah, damai ataupun suasana perselisihan dengan cara bermusyawarah penuh suasana kekeluargaan bahkan jika diperlukan melalui media KUA ataupun PA. Semuanya dilakukan dengan harapan keluarga Islam berfungsi sebagai tameng pelindung dan/ atau benteng yang kokoh untuk menghindari perkara-perkara yang buruk dan untuk berkontribusi menghadirkan kehidupan masyarakat bahkan negara yang baldatun thoyyibatun wa robbun ghofuur.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

11

 

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Abd al-Wahhab Khallaf, ‘Ilm-Usul al-Fiqh, cet ke-8, ttp.: Maktabah al-da’wah al- Islamiyah, t.t.

Abdurrahman¸ Kompilasi Hukum Islam Di Indonesia, Jakarta: Akademika Pressindo, 2018.

Abu Izzuddin Solihin, Risalah Usroh, Solo: Bina Insani Press, 2006.

 

Adil Fathi Abdullah, Buyuutuna Kamaa Yajibu an Takuun, Iskandaria: Dar al Iman, 2003.

Fathurrahman Djamil, Filsafat Hukum Islam, Jakarta:Logos Wacana Ilmu, 1997. Josep Schacht, Pengantar Hukum Islam, Bandung: Nuansa Cendekia, 2010.

Juhaya S Praja, Filsafat Hukum Islam, Bandung: PT. Latifah Press, 2009.

 

Kamaruzzaman Bustaman & Ahmad, Islam Historis, Dinamika Studi Islam Indonesia,

Yogyakarta: Publisher, 2017

 

Khoiruddin Nasution, Pengantar Dan Pemikiran Hukum Keluarga (Perdata) Islam Indonesia, Yogyakarta: Akademia dan Tazaffa, 2010.

Mardani, Hukum Keluarga Islam Di Indonesia, Jakarta:Kencana, 2017.Mohammad Daud Ali, Hukum Islam, Depok: Rajawali Pers 2017.

Mustafa Ahmad al-Zarqa, al-Fiqh al-Islam fi Thaubihi al-Jadid: al-Madkhal al-Fiqih al- Amm, Beirut: Dar al Fikr, t.t.

Pradana Boy ZTF, Islam Berkemajuan untuk Peradaban Dunia, Bandung, Mizan, 2015. Shobir Ahmad Thoha, Nizham al Usroh fi al Yahudiyah wa al Nashroniyah wa al Islam, Kairo: Nahdhotu Mishro, 2000.

Tahir Azhary, Negara Hukum, Suatu Studi tentang Prinsip-prinsipnya Dilihat dari Segi Hukum Islam, Implementasinya pada Periode Negara Madinah dan Masa Kini, Jakarta: Bulan Bintang, 1992.

Tihami, & Sohari Sahrani, Fikih Munakahat, Kajian Fikih Nikah Lengkap, Jakarta

 

 

 

Rajawali Pers, 2009.

 

Tim Redaksi Nuansa Aulia, Kompilasi Hukum Islam, Bandung: CV. Nuansa Aulia, 2017.

Tim Redaksi Nuansa Aulia, UU RI No. 1 Tahun 1974, Bandung: CV. Nuansa Aulia

,2017.

 

Wahbah           al         Zuhaili,            al-Fiqh            al-Islam           wa       Adillatuha,           Beirut: Dar      al-Fikr,198

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *