Lebih luas lagi, keluarga di pahami sebagai satu satunya kelompok berdasarkan darah atau hubungan perkawinan yang diakui oleh Islam.9 Sejalan dengan Kompilasi Hukum Islam Pasal 4 yang berbunyi “Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum Islam sesuai dengan pasal 2 ayat 1 Undang-undang No.1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan”, yang pada pokoknya perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum agamanya dan kepercayaannya masing-masing.

Dengan demikian, dari pengertian-pengertian di atas dapat penulis simpulkan bahwa pengertian hakikat hukum keluarga Islam adalah dasar atau intisari dari hukum Islam yang mengatur kehidupan keluarga sejak manusia belum lahir ke dunia hingga pasca kematiannya atau hal-hal lain yang masuk pada kategori hukum perdata Islam berdasarkan ketentuan Al-Qur’an atau Sunnah Rasulullah Saw.

7Abd al-Wahhab Khallaf, ‘Ilm-Usul al-Fiqh, cet ke-8 (ttp.: Maktabah al- da’wah al-Islamiyah, t.t.), 32

8Wahbah al Zuhaili, al-Fiqh al-Islam wa Adillatuha, (Beirut: Dar al-Fikr,1989),

 

VI:6. 230

9Josep Schacht, Pengantar Hukum Islam, (Bandung: Nuansa Cendekia, 2010),

 

 

 

 

2.2.        Ruang Lingkup Hukum Keluarga Islam

Hukum Islam mengacu pada pandangan hukum yang bersifat teologis. Artinya hukum Islam itu diciptakan karena ia mempunyai maksud dan tujuan. Tujuan dari hukum Islam adalah terciptanya kedamaian di dunia dan kebahagiaan di akhirat. Inilah yang membedakannya dengan hukum manusia yang hanya menghendaki kedamaian di dunia saja.10

Cakupan pembahasan hukum keluarga Islam dalam kitab-kitab fikih klasik dapat digambarkan sebagai berikut. Salah seorang ulama’ dari madzhab Maliki yaitu Ibnu Jaza al-Maliki memasukkan perkawinan dan perceraian, wakaf, wasiat, dan fara’id (pembagian harga pusaka) dalam kelompok Mu’amalah.

Adapun Ulama’ Syafi’iyah menjadikan hukum keluarga menjadi bahasan tersendiri, yaitu ‘munakahat’. Bab ini menjadi bagian sendiri dari empat bagian hukum keluarga yakni: Ibadah “hukum yang mengatur hubungan antara manusia dengan Allah SWT”. Mu’amalah “hukum yang mengatur hubungan sesama manusia di bidang kebendaan dan pengalihannya.”Munakahat “hukum yang mengatur hubungan antar anggota keluarga”,‘Uqubah “hukum yang mengatur tentang keselamatan, jaminan jiwa dan harta benda, serta urusan publik dan kenegaraan.11

Salah seorang ulama’ kontemporer, yaitu Mustafa Ahmad al-Zarqa, kemudian membagi fikih menjadi dua kelompok besar, yaitu ‘Ibadah dan Mu’amalah, kemudian membagi lebih rinci menjadi tujuh kelompok, dan salah satunya adalah hukum keluarga “al-ahwal al-syakhsiyah”, yaitu hukum perkawinan (nikah), perceraian (talak, khuluk dan lain-lain.), nasab, nafkah, wasiat, dan waris.12

 

 

 

10Fathurrahman Djamil, Filsafat Hukum Islam, (Jakarta:Logos Wacana Ilmu, 1997), 15

11Khoiruddin Nasution, Pengantar dan Pemikiran………………. , 5-7

12Mustafa Ahmad al-Zarqa, al-Fiqh al-Islam fi Thaubihi al-Jadid: al-Madkhal al-Fiqih al-Amm, (Beirut: Dar al Fikr, t.t.), 55-56.

 

 

 

Sedangkan Shobir Ahmad Toha membagi hukum keluarga Islam (Nizham al Usroh) berdasarkan tahapan manusia hidup di dunia yaitu (1) aturan terkait manusia sebelum hadir di dunia diantaranya proses pemilihan calon pasangan hidup dan pemeliharaan janin dalam kandungan ibu, (2) aturan setelah hadir di dunia dari awal kelahiran sampai berakhir dengan kematian di antaranya rodo’ah, hadonah, pernikahan, perceraian dan berbakti kepada orangtua, (3) aturan setelah meninggalkan kehidupan di antaranya wasiat dan waris.13

Melihat pendapat para ahli di bidang hukum keluarga Islam mengenai ruang  lingkup/cakupannya,  maka  kita  bisa  menyimpulkan  bahwasanya  cakupan hukum keluarga Islam diantaranya adalah:

  • Peminangan dalam Pernikahan;
  • Akad dalam Pernikahan;
  • Rukun dan Syarat Pernikahan;
  • Wali dan Saksi dalam Pernikahan;
  • Larangan dalam Pernikahan;
  • Hak dan Kewajiban Suami Istri;
  • Nafkah Keluarga;
  • Kedudukan Harta dalam Pernikahan;
  • Putusnya Pernikahan;
  • Batalnya Pernikahan;
  • Perwalian;
  • Hadhanah;
  • Rujuk;
  • Poligami;
  • Waris (Besarnya Bagian, Aul dan Rad, Wasiat);
  • Hibah;
  • 14

13Shobir Ahmad Thoha, Nizham al Usroh…., 9.

14Tihami, & Sohari Sahrani, Fikih Munakahat, Kajian Fikih Nikah Lengkap, (Jakarta Rajawali Pers, 2009).

 

 

 

Perkembangan hukum keluarga Islam di Indonesia, selain bersumber dari fikih klasik juga mengalami transformasi menjadi sebuah perundang- undangan yang ditetapkan negara. Dalam hal ini, Undang-undang No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan, yang mencakup seluruh aspek dalam permasalahan perkawinan dan perceraian dilengkapi dengan Kompilasi Hukum Islam (KHI) buku I yang membahas tentang Pernikahan, buku II tentang Hukum Kewarisan juga mencakup tentang wasiat, hibah dan buku III yang membahas tentang Hukum Perwakafan.15

2.3.            Hakikat Keluarga Islam

Keluarga dalam Islam berawal dari pelaksanaan sebuah ibadah bernama perkawinan. Perkawinan menurut hukum Islam adalah pernikahan yaitu akad yang sangat kuat atau miitsaqon gholiidhon untuk mentaati perintah Allah SWT dan melaksanakannya merupakan ibadah. Perkawinan bertujuan mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawaddah dan rahmah. Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum Islam sesuai dengan pasal 2 ayat (1) Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.16 Sedangkan dalam Undang-undang No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan disebutkan bahwa (pasal 1) “perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa; (pasal 2) Perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hokum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu. 17

 

15Abdurrahman¸ Kompilasi Hukum Islam Di Indonesia, (Jakarta: Akademika Pressindo, 2018), 63

16Tim Redaksi Nuansa Aulia, Kompilasi Hukum Islam, (Bandung: CV. Nuansa Aulia, 2017), 2

17Tim Redaksi Nuansa Aulia, UU RI No. 1 Tahun 1974, (Bandung: CV. Nuansa Aulia ,2017),73-74

 

 

 

 

 

Oleh karena itu, keluarga ideal menurut doktrin Al Quran digambarkan dalam Surah ar-Rum (30): 21 yang Artinya: “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan- Nya, ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenis mu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu, benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikifir.

 

Menurut Solihin Abu Izzuddin, untuk mewujudkan keluarga yang sakinah, mawaddah dan rahmah setiap anggota keluarga harus memahami filosofi dalam membangun keluarga (usroh) sebagai berikut:

  • Keluarga adalah oase spiritual, karena keluarga adalah tahapan (marhalah) fase pembentuk kepribadian untuk meniti kedewasaan karena di dalamnya ada “laboratorium” untuk melakukan penelitian dan pengkajian terhadap amal dan perbuatan serta pengaruhnya bagi
  • Keluarga bukan kumpulan benda mati; keluarga dalam tinjauan sosiologi adalah institusi yang memiliki fungsi legal seksual, dibangun atas kesadaran tanggungjawab, sebagai tempat untuk mencurahkan perlindungan dan kasih Keluarga dibangun dan dibentuk oleh ikatan yang agung “mitsaqon gholiizha” dan aturan yang jelas untuk mencapai tujuan.
  • Keluarga adalah bahtera; memasuki keluarga seperti mengarungi samudera, maka diperlukan bahtera dan nahkoda untuk menuju pantai kebahagiaan di surga yang diimpikan. Maka mempersiapkan keluarga dengan sebaik- baiknya sejatinya mempersiapkan kematian yang indah menuju kehidupan yang
  • Keluarga ibarat sarang lebah; dengan segala keistimewaan lebah, diharapkan keluarga Islam mampu mewujudkan kemandirian, mengkonsumsi perkara yang halal dan baik, berupaya terus memberi banyak manfaat, selalu bersosialisasi dengan baik dan berjuang untuk menghadirkan ketulusan yang paripurna dalam 18

18Abu Izzuddin Solihin, Risalah Usroh, (Solo: Bina Insani Press, 2006), 21-24

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *