MODERASI BERAGAMA (Studi Kasus di Desa Cigelam Purwakarta tentang Pendirian Gereja)

MODERASI BERAGAMA (Studi Kasus di Desa Cigelam Purwakarta tentang Pendirian Gereja)

Adapun Dalam bahasa Inggris, kata moderation sering digunakan dalam pengertian average (rata-rata), core (inti), standard (baku), atau non- aligned (tidak berpihak). Secara umum, moderat berarti mengedepankan keseimbangan dalam hal keyakinan, moral, dan watak, baik ketika memperlakukan orang lain sebagai individu, maupun ketika berhadapan dengan institusi negara.

Moderasi dalam bahasa arab dikenal dengan kata wasath atau wasathiyah, yang memiliki padanan makna dengan kata tawassuth (tengah-

¬tengah), i’tidal (adil), dan tawazun (berimbang). Orang yang menerapkan prinsip wasathiyah bisa disebut wasith. Dalam bahasa Arab pula, kata wasathiyah diartikan sebagai “pilihan terbaik”. Apa pun kata yang dipakai, semuanya menyiratkan satu makna yang sama, yakni adil, yang dalam konteks ini berarti memilih posisi jalan tengah di antara berbagai pilihan ekstrem.

Azymardi Azra dalam (Lessy et al., 2022) menyebutkan moderasi adalah nilai-nilai baik yang membentuk keharmonisasian sosial-politik juga keseimbangan antara kehidupan pribadi, keluarga, sosial dan masyarakat. Maka dari itu, bersikap moderat bukan lagi menjadi pilihan, melainkan

 

sebuah kewajiban. Moderasi beragama diperlukan sebagai strategi untuk merawat kebhinekaan.

Moderasi beragama ditinjau dari perspektif pemerintah adalah mencakup pada proses memaknai dan menjalankan agama dengan adil serta seimbang. (Syarif, 2021) Untuk masyarakat Indonesia, keragaman merupakan takdir yang diberikan Yang Maha Menciptakan. Bangsa Indonesia tidak meminta keragaman tersebut, bukan pula diberikan untuk ditawar. Melainkan untuk disyukuri dan diterima. Agama mayoritas yang diyakini dan dipeluk masyarakat Indonesia berjumlah enam: yakni Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha dan Konghucu, tetapi masyarakat Indonesia memiliki ratusan agama leluhur, kepercayaan kepercayaan lokal yang pengikutnya diperkirakan mencapai ratusan hingga ribuan orang..

Jadi Moderasi beragama adalah cara pandang kita dalam beragama secara moderat, yakni memahami dan mengamalkan ajaran agama dengan tidak ekstrem, baik ekstrem kanan maupun ekstrem kiri. Ekstremise, radikalisme, ujaran kebencian (hate speech), hingga retaknya hubungan antar umat beragama, merupakan problem yang dihadapi oleh bangsa Indonesia saat ini.

 

B.      Landasan hukum Moderasi beragama di Indonesia

Dasar hukum Moderasi agama yaitu terdapat dalam UUD 1945 pasal 29 ayat (2) menyatakan bahwa negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu. Adapun dalam pasal lain yaitu UUD 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia pasa 22 ayat (2) menyatakan bahwa setiap orang bebas memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu. Perpres 83 Tahun 2015 tentang Kementerian Agama pasal 2 menyatakan bahwa Kementerian Agama mempunyai tugas menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang agama untuk membantu Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan negara.Perpres 18 Tahun 2020 tentang

 

RPJMN 2020-2024 menyatakan bahwa Program Prioritas memperkuat moderasi beragama, yang bertujuan untuk mengukuhkan toleransi, kerukunan dan harmoni sosial, menjadi tanggung jawab Kementerian Agama dan PMA 18 2020 tentang Renstra Kementerian Agama 2020-2024 menyatakan bahwa Kementerian Agama yang profesional dan andal dalam membangun masyarakat yang saleh, moderat, cerdas dan unggul untuk mewujudkan Indonesia maju yang berdaulat, mandiri, dan berkepribadian berdasarkan gotong royong.

 

C.     Prinsip Moderasi beragama

Prinsipnya dalam moderasi beragama ada dua yaitu adil dan berimbang. Bersikap adil berarti menempatkan segala sesuatu pada tempatnya seraya melaksanakannya secara baik dan secepat mungkin. Sedangkan sikap berimbang berarti selalu berada di tengah di antara dua kutub. Dalam hal ibadah, misalnya, seorang moderat yakin bahwa beragama adalah melakukan pengabdian kepada Tuhan dalam bentuk menjalankan ajaran-Nya .Allah Subhanahu wa a’ala menjadikan umat Islam sebagai “ummatan wasathan”.   Islam   Wasathiyah,   adalah   ajaran   Islam sebagai rahmatan lil alamin, rahmat bagi segenap alam semesta. Islam Wasathiyah adalah “Islam Tengah” untuk terwujudnya umat terbaik (khairu ummah). Allah SWT menjadikan umat Islam pertengahan (wasath) dalam segala urusan agama, seperti dalam hal kenabian, syariat dan lainnya. Pemahaman dan praktik amaliyah keagamaan Islam Wasathiyah memiliki karakteristik, sebagai berikut:

1.      Tawassuth (moderat)

 

Tawassuth adalah sikap netral yang berdasar pada prinsip hidup menjunjung tinggi nilai keadilan di tengah kehidupan bersama, tidak ekstrim kiri ataupun ekstrim kanan. Sikap ini dikenal juga dengan sebutan moderat (al-wasathiyyah). Dalam beberapa literatur disebutkan bahwa tawassuth/moderat berasal dari kata wasath yang berarti adil, baik, tengah- tengah, dan seimbang. Artinya, seorang Muslim yang bersikap tawassuth

 

akan menempatkan dirinya di tengah-tengah dalam suatu perkara, tidak ekstrim kanan ataupun kiri. Mengutip buku Moderasi Islam Nusantara oleh

  1. Mohamad Hasan, M.Ag., terdapat lima alasan mengapa sikap tawassuth dianjurkan ada pada diri seorang Muslim, yaitu:
  1. Sikap tawassuth dianggap sebagai jalan tengah dalam memecahkan masalah, maka seorang Muslim senantiasa memandang tawassuth sebagai sikap yang paling adil dalam memahami agama.
  2. Hakikat ajaran Islam adalah kasih sayang, maka seorang Muslim yang bersikap tawassuth senantiasa mendahulukan perdamaian dan menghindari
  3. Pemeluk agama lain juga mahluk ciptaan Allah yang harus dihargai dan dihormati, maka seorang Muslim yang bersikap tawassuth senantiasa memandang dan memperlakukan mereka secara adil dan setara
  4. Ajaran Islam mendorong agar demokrasi dijadikan alternatif dalam mewujudkan nilai-nilai kemanusiaan, maka Muslim yang bersikap tawassuth senantiasa mengutamakan nilai-nilai kemanusiaan dan
  5. Islam melarang tindakan diskriminasi terhadap individu atau kelompok. Maka sudah sepatutnya seorang Muslim yang bersikap tawassuth senantiasa menjunjung tinggi kesetaraan.

Dari kelima alasan tersebut, seorang Muslim seharusnya sudah memahami arti pentingnya sikap tawassuth dalam kehidupannya. Tawassuth cocok diterapkan dalam kehidupan sosial antar sesama manusia. Terlebih di masa sekarang yang penuh dengan problematika intoleransi dan diskriminasi antarumat beragama. Adapun contoh sikap tawassuth dalam kehidupan sehari-hari adalah:

  • Tidak membeda-bedakan     golongan     dalam     berinteraksi      dan
  • Menjalin silaturahmi antar sesama agar tidak timbul
  • Menerima pendapat orang lain yang tidak

 

  • Menerima saran, masukan, dan kritik membangun dari orang
  • Menggunakan bahasa     yang     santun     dan     menyejukkan     saat
  • Bersikap toleransi terhadap segala perbedaan yang

2.      Tawazun (berkeseimbangan)

 

Tawazun adalah suatu sikap yang mampu menyeimbangkan diri seseorang pada saat memilih sesuatu sesuai kebutuhan, tanpa condong atau berat sebelah terhadap suatu hal tersebut. Dalam konteks moderasi beragama, sikap ini sangat penting dalam kehidupan antar umat beragama, jadi kita bisa seimbang dalam kehidupan dunia, tapi kita juga bisa seimbang dalam kehidupan akhirat nya. Sikap tawazun sangat diperlukan oleh manusia agar dia tidak melakukan sesuatu hal yang berlebihan dan mengesampingkan hal-hal yang lain, yang memiliki hak harus ditunaikan. Tawazun merupakan Kemampuan seorang individu untuk menyeimbangkan kehidupanya dalam berbagai dimensi, sehingga tercipta kondisi yang stabil, sehat, aman dan nyaman.

Comments

No comments yet. Why don’t you start the discussion?

Tinggalkan Balasan