Apabila nasehat itu tidak bermanfaat dan usaha mereka tidak membuahkan hasil, dan akhirnya dua penengah ini memandang cerai merupakan pilihan bagi mereka, dan mengizinkan suami untuk menceraikan istrinya.
Uraian ini tersimpulkan dari firman Allâh Azza wa Jalla :
وَإِنْخِفْتُمْشِقَاقَبَيْنِهِمَافَابْعَثُواحَكَمًامِنْأَهْلِهِوَحَكَمًامِنْأَهْلِهَاإِنْيُرِيدَاإِصْلَاحًايُوَفِّقِاللَّهُبَيْنَهُمَا ۗ
إِنَّاللَّهَكَانَعَلِيمًاخَبِيرًا
Dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, maka kirimlah seorang hakam dari keluarga laki-laki dan seorang hakam (juru damai) dari keluarga perempuan. Jika kedua orang hakam itu berkamsud mengadakan perbaikan, niscaya Allâh memberi taufik kepada suami-istri itu. Sesungguhnya Allâh Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal [An-Nisâ/4:35][4]
Allâh Azza wa Jalla tidak mensyariatkan agar suami terburu-buru menjatuhkan talak dan bersegera melakukannya atas dorongan hawa nafsu dan jeratan emosi, tanpa menjalankan perintah Allâh Azza wa Jalla terhadap dirinya dan dianjurkan-Nya kepadanya.
Perintah yang termuat dalam firman-Nya “maka kirimlah seorang hakam dari keluarga laki-laki dan seorang hakam (juru damai) dari keluarga perempuan” menunjukkan bahwa mengutus penengah itu bersifat wajib, sebab perintah maksudnya kewajiban untuk melakukannya berdasarkan pandangan banyak Ulama, dan perintah terhadap sesuatu bermakna larangan untuk tidak melakukannya. Dan melakukan larangan, yaitu melakukan sesuatu yang berlawanan dengan perintah, akan mengakibatkan fasâd (rusak)nya suatu tindakan dan tidak diperhitungkannya apa yang diperbuat, sebagaimana telah dibahas dalam Ilmu Ushul Fiqh.
Jadi, siapa saja yang tergesa-gesa mengambil langkah dalam menghadapi perselisihan dan melontarkan kata-kata talak, tanpa menempuh jalan tahâkum (menyerahkan urusan dan putusan kepada juru damai) yang diperintahkan terlebih dulu, maka orang tersebut telah melakukan sebuah larangan dan durhaka dengan melawan perintah. Adapun orang yang menjalankan perintah, lalu menyerahkan putusan kepada dua penengah tersebut, namun mereka tidak mendapatkan pintu untuk menyatukan pasangan itu dan tidak ada jalan untuk memadukan mereka berdua kembali, maka Allâh Azza wa Jalla tidak menjadikan dosa dalam putusan tersebut. Ini berdasarkan firman-Nya:
وَإِنْيَتَفَرَّقَايُغْنِاللَّهُكُلًّامِنْسَعَتِهِ ۚ وَكَانَاللَّهُوَاسِعًاحَكِيمًا
Jika keduanya bercerai, maka Allâh akan memberi kecukupan kepada masing-masing dari limpahan karunia-Nya. Dan adalah Allâh Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Bijaksana. [An-Nisâ/4:130].
لطَّلَاقُمَرَّتٰنِۖفَإِمْسَاكٌبِمَعْرُوْفٍأَوْتَسْرِيْحٌبِإِحْسَانٍۗوَلَايَحِلُّلَكُمْأَنْتَأْخُذُوْامِمَّااٰتَيْتُمُوْهُنَّشَيْئًاإِلَّاأَنْيَّخَافَاأَلَّايُقِيْمَاحُدُوْدَاللّٰهِۗفَإِنْخِفْتُمْأَلَّايُقِيْمَاحُدُوْدَاللّٰهِۙفَلَاجُنَاحَعَلَيْهِمَافِيْمَاافْتَدَتْبِهٖۗتِلْكَحُدُوْدُاللّٰهِفَلَاتَعْتَدُوْهَاۚوَمَنْيَّتَعَدَّحُدُوْدَاللّٰهِفَأُولٰئِكَهُمُالظّٰلِمُوْنَ
Talak (yang dapat dirujuk) itu dua kali. (Setelah itu suami dapat) menahan dengan baik, atau melepaskan dengan baik. Tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali keduanya (suami dan istri) khawatir tidak mampu menjalankan hukum-hukum Allah. Jika kamu (wali) khawatir bahwa keduanya tidak mampu menjalankan hukum-hukum Allah, maka keduanya tidak berdosa atas bayaran yang (harus) diberikan (oleh istri) untuk menebus dirinya-*. Itulah hukum-hukum Allah, maka janganlah kamu melanggarnya. Barang siapa melanggar hukum-hukum Allah, mereka itulah orang-orang zalim.