Menu

Mode Gelap

Pernikahan · 5 Sep 2025 15:30 WIB ·

Memandang Wanita Pinangan

Penulis: UMI FIRMANSYAH


 Memandang Wanita Pinangan Perbesar

Memandang Wanita Pinangan

Hadits-Hadits yang Menunjukkan Tentang Memandang Wanita yang Dipinang :

Muslim meriwayatkan dalam Shahiih nya dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, ia menuturkan: “Aku berada di sisi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu seseorang datang kepada dia untuk memberitahukan bahwa dirinya ingin menikah dengan seorang wanita Anshar, maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya: ‘Apakah kamu telah melihatnya?’ Ia menjawab: ‘Belum.’ Beliau bersabda: ‘Pergilah dan lihatlah dia karena di mata orang-orang Anshar ada sesuatu.’” [1]

An-Nawawi berkata: “Menurut madzhab jumhur, tidak disyaratkan kerelaannya mengenai kebolehan melihat, bahkan dia boleh melakukan hal itu tanpa sepengetahuannya, dan tanpa pemberitahuan terlebih dahulu.”

 

Abu Dawud meriwayatkan dari Jabir Radhiyallahu anhu, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda:

إِذَا خَطَبَ أَحَدُكُمُ الْمَرْأَةَ فَإِنِ أَنْ يَنْظُرَ إِلَى مَا يَدْعُوْهُ إِلَى نِكَاحِهَا فَلْيَفْعَلْ .

 

“ Jika salah seorang dari kalian meminang wanita, maka jika dia bisa melihat apa yang mendorongnya untuk menikahinya, maka lakukanlah .”

 

Ia mengatakan: “Aku melamar seorang gadis, lalu aku ber-sembunyi untuknya sehingga aku melihat darinya apa yang men-dorongku untuk menikahinya, lalu aku menikahinya.” [2]

 

Syaikh Muhammad ‘Ali ash-Shabuni mengutip hadits berikut: “Apa yang dilakukan Jabir Radhiyallahu anhu tidak boleh dianggap sebagai pencurian (atas) kehormatan. Hanya saja tatkala dia bertekad untuk menikah, maka dia berkeinginan untuk mengetahui postur tubuhnya, cara berjalannya, sosoknya, dan kepada siapa dia bertetangga. Ketika dia melihat sesuatu yang dikaguminya, maka dia menikah di dekatnya.” [3]

 

At-Tirmidzi meriwayatkan dari al-Mughirah bin Syu’bah Radhiyallahu anhu, bahwa dia meminang seorang wanita, maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepadanya:

اُنْظُرْ إِلَيْهَا فَإِنَّهُ أَحْرَى أَنْ يُؤْدَمَ بَيْنَكُمَا.

 

“ Lihat ia, sebab itu lebih patut untuk melanggengkan di antara kalian berdua. ” [4]

 

At-Tirmidzi rahimahullah berkata: “Sebagian ahli ilmu menafsirkan dengan hadits ini. Menurut mereka, tidak mengapa melihat wanita yang dipinang selagi tidak melihat apa yang diharamkan darinya.”

 

At-Tirmidzi rahimahullah berkata: “Makna sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, ‘Lebih patut untuk melanggengkan di antara kalian berdua,’ ialah lebih patut untuk melanggengkan cinta kasih di antara kalian berdua.”

 

Penulis kitab at-Taaj berkata: “Dalam nash-nash )-) ini diperintahkan untuk melihat wanita yang dipinang, dan yang diperintahkan adalah melihat wajah dan kedua telapak tangan saja, walaupun lebih dari sekali. Sebab, kecantikan wajah dan tangan menunjukkan kecantikan anggota tubuh lainnya. [5]

 

Kepada pihak yang memakruhkan peminang melihat putri keduanya (ayah-ibu) sebelum meminang, kita meriwayatkan kisah ini kepada mereka:

Ibnu Majah meriwayatkan dari al-Mughirah bin Syu’bah Radhiyallahu anhu, ia mengatakan: “Aku datang kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu aku menyebutkan kepadanya tentang wanita yang akan aku pinang, maka dia bersabda: ‘Pergilah, lalu lihatlah dia.’ Lalu aku datang kepada wanita dari Anshar untuk meminangnya kepada kedua orang lainnya dan aku menceritakan keduanya mengenai sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, tapi keduanya seakan-akan tidak menyukai hal itu (yakni tidak suka puteri keduanya memandang). Kemudian aku mendengar wanita dalam tirainya dan pemingitannya berkata: ‘sebenarnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkanmu untuk melihat, maka lihatlah. Jika tidak, aku memintamu dengan Nama Allah agar engkau tidak melihat -seakan-akan wanita ini merasa berat untuk hal itu-.’ Lalu aku melihatnya, lalu menikahinya. Lalu dia menyebutkan tentang keserasiannya.” [6]

 

Setelah mengemukakan sabda-sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang kebolehan memandang wanita yang dipinang dan anjuran agama supaya menutupi wanita, maka memandangnya harus dengan keber-adaan mahram, guna menjaganya dari kemungkinan berbaur dengan kaum pria.

 

Hak ini diperuntukkan bagi peminang sehingga pergaulan di antara keduanya berlangsung secara berkelanjutan, ikatan kekeluargaan tercipta, dan keluarga tidak terpecah setelah itu.

 

Kita menjumpai kontradiksi pada apa yang kita lihat hari ini berupa sikap berlebihan-lebihan dan sikap meremehkan dalam masalah ini. Di antara mereka ada orang tua yang sangat keras agamanya peminang melihat puterinya, dan dia lupa bahwa ini diubah dari Sunnah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan menolak perintahnya.

Sementara itu, di sisi lain kita melihat sikap meremehkan masalah ini. Kita melihat orang tua yang membiarkan puterinya keluar bersama pria yang bukan mahramnya dengan alasan bahwa ini pacarnya dan ini peradaban serta kemajuan. Padahal ini tidak lain hanyalah ikut-ikutan kepada Barat dalam kemaksiatan mereka kepada Rabb mereka. Perhatikan apa yang terjadi akibat pergaulan bebas yang diharamkan ini berupa pelanggaran terhadap larangan-larangan Allah. Betapa banyak yang telah kita dengar dan yang akan kita dengar tentang tangisan wanita ini… bunuh diri… dan ayah membunuh puterinya. Semua itu karena mereka tidak berpegang teguh pada Sunnah Nabi mereka. Mereka pergi untuk meniru-niru Barat dengan membabi buta, dan mereka datang dengan membawa perkara-perkara yang mendorong mereka untuk bermaksiat kepada Rabb mereka dan meninggalkan agama mereka. Semua itu adalah sanksi dari Allah karena mereka meninggalkan Sunnah dan perintah-perintah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Duhai sekiranya umat ini kembali kepada kesadarannya dan berpegang teguh kepada Sunnah Nabi mereka yang bersabda dalam hadits yang diriwayatkan oleh at-Tirmidzi dari Zaid bin Arqam z, ia menuturkan, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

 

إِنِّيْ تَارِكٌ فِيْكُمْ مَا إِنْ تَمَسَّكْتُمْ بِهِ لَنْ تَضِلُّوْا بَعْدِيْ، أَحَدُهُمَا أَعْظَمُ مِنَ اْلآخَرَ، كِتَابَ اللهِ Perlindungan Lingkungan dan Perlindungan Lingkungan بَيْتِيْ وَلَنْ يَتَفَرَّقَا حَتَّـى يَرِدَا عَلَيَّ الْحَوْضَ، فَانْظُرُوا كَيْفَ تَخْلِفُوْنَ فِيْهِمَا.

 

‘Sejujurnya aku meninggalkan di tengah-tengah kalian sesuatu yang jika kalian berpegang teguh padanya, maka kalian tidak tersesat selamanya; salah satunya lebih besar dari yang lain, yaitu Kitab Allah, tali Allah yang terulur dari langit sampai ke bumi, dan (yang kedua) adalah Ahlul Baitku. Keduanya tidak berpisah hingga keduanya masuk ke telagaku. Perhatikanlah bagaimana kalian memperlakukan keduanya .” [7]

 

Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda tentang seorang pria asing yang berduaan dengan wanita asing, yang diriwayatkan oleh al-Bukhari dari Ibnu ‘Abbas Radhiyallahu anhu, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda: “Tidak boleh seorang pria berduaan dengan seorang wanita kecuali bersama mahram-nya.” Lalu seseorang berdiri seraya berkata: “Wahai Rasulullah, isteriku keluar untuk berhaji, sedangkan aku diperintahkan untuk berperang, demikian dan demikian.” Beliau menjawab: “Kembalilah, dan berhajilah bersama isterimu.” [8]

 

Perhatikanlah -wahai saudara dan saudaraku yang budiman- larangan syar’i (Allah dan Rasul-Nya) tentang hal itu, sehingga kita terjaga agar tidak terjatuh ke dalam kehinaan. Maka, sadarlah untuk tidak menyelisihi perintah-perintah Allah dan Rasul-Nya.

 

[Disalin dari kitab Isyratun Nisaa Minal Alif Ilal Yaa, Penulis Abu Hafsh Usamah bin Kamal bin Abdir Razzaq. Edisi Indonesia Panduan Lengkap Nikah Dari A Sampai Z, Penerjemah Ahmad Saikhu, Penerbit Pustaka Ibnu Katsir – Bogor]

_______

Catatan Kaki

[1] HR. Muslim (no. 1424) kitab an-Nikaah , an-Nasa-i (no. 3234) kitab an-Nikaah , Ahmad (no. 7783, 7919).

Tapi kamu harus tahu, wahai saudaraku tercinta, bahwa keberadaan wanita dan keberadaanmu di satu tempat harus ada mahram. Tidak boleh berduaan, karena Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang hal itu dengan sabdanya: “Seseorang tidak boleh berduaan dengan seorang wanita melainkan bersama mahramnya.” (HR. Al-Bukhari (no. 5233)).

[2] SDM. Abu Dawud (no. 2082) kitab an-Nikaah , Ahmad (no. 14176, 14455) dan menurut adz-Dzahabi, para perawinya tsiqat.

[3] Az-Zawaajul Islaami al-Mubakkir , Muhammad ‘Ali ash-Shabuni.

[4] SDM. At-Tirmidzi (no. 1087) kitab an-Nikaah , an-Nasa-i (no. 3230) kitab an- Nikaah , Ibnu Majah (no. 1865) kitab an-Nikaah , ad-Darimi (no. 2172) kitab an-Nikaah , dan disahihkan oleh Syaikh al-Albani dalam Shahiih Ibni Majah (no. 1511).

[5] Al-Jaami’ lil Ushuul (II/285).

[6] SDM. At-Tirmidzi (no. 1087) kitab an-Nikaah , an-Nasa-i (no. 3235) kitab an-Nikaah , Ibnu Majah (no. 1866) kitab an-Nikaah , ad-Darimi (no. 2172) kitab an-Nikaah , dan disahihkan oleh Syaikh al-Albani dalam Shahiih Ibni Majah (no. 1512). Lihat al-Misykaah (no. 3107) dan as-Silsilah ash-Shahiihah (no. 96).

[7] SDM. At-Tirmidzi (no. 3788) kitab al-Manaaqib , dan ia mengatakan: “Hadits hasan gharib,” Ahmad (no. 10720, 10747, 10827).

[8] SDM. Al-Bukhari (no. 5233) kitab an-Nikaah , Muslim (no. 1341) kitab al-Hajj , Ibnu Majah (no. 2900) kitab al-Manaasik , Ahmad (no. 1935, 3221).

Previous Post Dilarang Menjomblo
5 1 vote
Article Rating
Artikel ini telah dibaca 15 kali

Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
Lihat seluruh komentar
Baca Lainnya

Waris (Faraidh V)

1 Oktober 2025 - 04:12 WIB

Mengapa Verifikasi Calon Pengantin Adalah Keharusan di Era Digital?

30 September 2025 - 11:22 WIB

Taukil Wali bil lisan melalui daring, apakah diperbolehkan?

29 September 2025 - 16:46 WIB

Menggapai Keluarga SAMARA

29 September 2025 - 11:36 WIB

Waris (Faraidh IV)

25 September 2025 - 15:37 WIB

Waris (Faraidh III)

25 September 2025 - 15:19 WIB

Trending di Pernikahan
0
Ada ide atau tanggapan? Share di kolom komentar!x
()
x