Menu

Mode Gelap

Pernikahan · 6 Sep 2025 06:49 WIB ·

Dilarang Meminang Pinangan Saudaranya

Penulis: UMI FIRMANSYAH


 Dilarang Meminang Pinangan Saudaranya Perbesar

Dilarang Meminang Pinangan Saudaranya

Diriwayatkan dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau melarang seseorang meminang atas pinangan saudaranya. Terdapat sejumlah hadits mengenai hal itu, akan kami sebutkan di antaranya:

 

Hadits yang diriwayatkan oleh al-Bukhari bahwa Ibnu ‘Umar c menuturkan: “Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang sebagian kalian membeli apa yang dibeli saudaranya, dan tidak boleh pula seseorang meminang atas pinangan saudaranya hingga peminang se-belumnya meninggalkannya atau peminang mengizinkan” [ 1]

Hadits yang diriwayatkan oleh Muslim dari ‘Abdurrahman bin Syamasah, bahwa dia mendengar ‘Uqbah bin ‘Amir berdiri di atas mimbar seraya berucap: “ Sesungguhnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

الْمُؤْمِنُ أَخُو الْمُؤْمِنِ، فَلاَ يَحِلُّ لِلْمُؤْمِنِ أَنْ يَبْتَاعَ عَلَى بَيْعِ أَخِيْهِ وَلاَ يَخْطُبُ عَلَى خِطْبَةِ أَخِيْهِ حَتَّى يَذَرَ.

 

‘ (Seorang) mukmin itu saudara bagi mukmin lainnya. Oleh karena itu tidak halal bagi seorang mukmin membeli atas pembelian saudaranya dan tidak pula meminang atas pinangan saudaranya hingga dia meninggalkannya. ‘” [2]

 

Seseorang yang meminang pinangan saudaranya dapat memasukkan (menyebabkan) permusuhan dalam hati. Oleh karena itu, Islam melarangnya.

 

Imam al-Bukhari meriwayatkan dari Abu Hurairah z, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda:

 

إِيَّاكُمْ وَالظَّنَّ فَإِنَّ الظَّنَّ أَكْذَبُ الْحَدِيْثِ، وَلاَ  أَخِيْهِ حَتَّى يَنْكِحَ أَوْ يَتْرُكَ.

 

“ Janganlah kalian berprasangka, karena prasangka itu adalah pembicaraan seburuk-buruk. Jangan mencari-cari kesalahan orang dan jangan saling bermusuhan, serta jadilah kalian sebagai orang-orang yang bersaudara. Janganlah seseorang me-minang atas pinangan saudaranya hingga dia menikah atau meninggalkannya .” [3]

 

Al-Hafizh menjelaskan dalam al-Fat-h , bahwa larangan ini untuk pengharaman, ia mengatakan: “Menurut jumhur, larangan ini untuk pengharaman…” lalu beliau menambahkan: “Larangan ini menurut mereka untuk pengharaman, tetapi tidak membatalkan akad.”

 

Bahkan Imam an-Nawawi meriwayatkan bahwa larangan dalam hadits ini untuk pengharaman berdasarkan ijma’. Tetapi mereka berselisih mengenai syarat-syaratnya.

 

Para ulama madzhab Syafi’i dan Hanbali berpendapat bahwa pengharaman ini berlaku jika wanita yang dipinang menyatakan secara tegas atau walinya yang dia izinkan. Jika yang kedua tidak mengetahui perihal tersebut, maka boleh meminangnya karena pada titik itulah dibolehkan.

 

Menurut Imam asy-Syafi’i, makna hadits dalam bab ini adalah bila seorang pria meminang wanita lalu ia ridha di dekatnya dan (hatinya merasa) mantap kepadanya, maka tidak boleh seorang pun melamar pinangannya. Jika seseorang tidak mengetahui kerelaannya dan kemantapan pilihannya, maka tidak mengapa dia meminangnya. Hujjah dalam perkara ini ialah kisah Fathimah binti Qais. [4]

 

Pertanyaan:

Apa balasan bagi orang yang merusak hubungan wanita dengan suaminya?

 

Jawaban:

Imam Ahmad meriwayatkan dari ‘Abdullah bin Buraidah dari ayahnya, ia mengatakan: “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

 

لَيْسَ مِنَّا مَنْ حَلَفَ بِاْلأَمَانَةِ، وَمَنْ خَبَّبَ عَلَى امْرِئٍ زَوْجَتَهُ أَوْ مَمْلُوْكَهُ، فَلَيْسَ مِنَّا .

 

‘Bukan termasuk golongan kami siapa yang bersumpah ‘demi amanah’, dan barangsiapa yang merusak hubungan seseorang dengan isterinya atau hamba sahaya yang dimilikinya, maka ia bukan golongan kami .’” [5]

 

Imam Ibnul Qayyim rahimahullah berkata tentang hukum merusak hubungan wanita dengan suaminya: “(Perbuatan) ini termasuk salah satu dosa besar. Sebab, jika syari’at agama Islam meminang pinangan saudaranya, maka bagaimana juga dengan orang yang merusak isterinya, hamba sahaya wanitanya atau hamba sahaya laki-lakinya, serta berusaha melakukan di antara keduanya sehingga dia bisa berhubungan dengannya. kekejian. Karena taubat, meskipun telah menggugurkan hak Allah, namun hak hamba tetap (ada). Menzhalimi seseorang (suami) dengan merusak isterinya dan kejahatan terhadap selimutnya, hal itu lebih besar dibandingkan me-rampas hartanya secara zhalim. [6]

 

Syaikhul Islam rahimahullah ditanya tentang wanita yang berpisah dengan suaminya, lalu seseorang meminangnya dalam masa ‘iddahnya dan ia memberi nafkah kepadanya: “Apakah itu dibolehkan ataukah tidak?”

 

Beliau menjawab: “Segala puji hanya milik Allah. Jelas-jelas (seseorang) tidak boleh meminang wanita yang masih dalam ‘iddah dengan tegas, meskipun dalam ‘iddah karena (ditinggal) wafat, berdasarkan kesepakatan kaum muslimin; maka bagaimana pula dalam ‘iddah perceraian? Barangsiapa yang melakukan demikian, ia berhak mendapatkan hukuman yang membuatnya dan orang-orang yang semisalnya menjadi jera dari perbuatan itu. sebagai hukumannya karena niatnya yang batal, wallaahu a’lam .” [7]

 

Beliau juga ditanya tentang laki-laki yang mentalak isterinya dengan talak tiga. Setelah menyelesaikan ‘iddahnya di sisinya, ia keluar. Setelah itu, ia menikah dan dicerai pada hari itu juga. Orang yang menalaknya tidak mengetahui kecuali pada hari kedua, apakah dia boleh bersepakat bersama wanita itu jika telah menyelesaikan ‘iddahnya, maka ia akan rujuk padanya?

 

Beliau menjawab: “Ia tidak boleh meminangnya di masa ‘iddah dari (suami) selainnya, dan tidak boleh pula memberi nafkah kepadanya untuk menikahinya. Jika talak itu talak raj’i , maka ia tidak boleh melamar dengan sindiran. Jika talaknya adalah talak ba’in , maka kebolehan meminang dengan sindiran diperselisihkan. Kondisi tersebut jika wanita ini menikah dengan nikah raghbah (atas suka). Seperti jika dia menikah dengan nikah tahlil , maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah melaknat muhallil dan muhallal lahu [ 8] .

 

MASALAH DALAM PEMINANGAN.

Sudah menggejala di tengah umat Islam mengenai keluarnya peminang bersama wanita pinangannya tanpa akad, dan mereka duduk berduaan. Perhatikan, apa yang terjadi akibat perbuatan ini? Oleh karena itu, untuk menambah manfaat, kami merasa perlu mengemukakan beberapa pertanyaan yang berisikan sebagian jawaban ulama mengenai hal itu:

 

  1. Hubungan Kasih Sayang Sebelum Pernikahan (Pacaran).

Yang mulia Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin rahimahullah ditanya: “Apa pandangan agama tentang hubungan sebelum per-kawinan (pacaran)?”

 

Beliau menjawab: “Pernyataan penanya “sebelum menikah”, jika yang dia maksudkan adalah sebelum “mencampuri” dan sesudah akad, maka ini tidak berdosa. ‘alaihi wa sallam, bahwa beliau bersabda:

 

لاَ يَخْلُوْنَ رَجُلٌ بِامْرَأَةٍ إِلاَّ مَعَ ذِيْ مَحْرَمٍ، وَلاَ تُسَافِرُ امْرَأَةٌ إِلاَّ مَعَ ذِيْ مَحْرَمٍ.

 

‘ Janganlah seseorang berduaan dengan seorang wanita kecuali bersama mahramnya, dan janganlah wanita bepergian kecuali bersama mahramnya .’ [10]

Walhasil , jika berkumpul ini setelah akad, maka tidaklah ber-dosa. Jika ini dilakukan sebelum akad walaupun setelah peminangan dan pinangannya diterima, maka ini (pun) tidak boleh. Perbuatan ini haram baginya, karena wanita ini masih tergolong orang lain, hingga ia mengikatnya (dengan ikatan pernikahan).” [11]

 

  1. Hukum Peminang Duduk Bersama Wanita Pinangannya.

Yang mulia Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin rahimahullah ditanya: “Aku telah meminang wanita dan aku membacakan kepadanya 20 juz al-Qur-an selama masa peminangan, alhamdulillaah . Aku duduk disekitar keberadaan mahram, sedangkan ia tetap memakai hijab syar’i, alhamdulillaah , dan duduk kami tidak keluar dari pembicaraan agama atau membaca al-Qur-an, dan juga waktu duduk tersebut sangatlah pendek; apakah ini selanjutnya menurut syari’at?”

 

Beliau menjawab: “Ini tidak dilakukan sepatutnya. Karena pada umumnya perasaan seseorang bahwa teman duduknya adalah pinangannya dapat membangkitkan syahwatnya. Luapan syahwat selain isteri dan sahaya wanitanya adalah haram, dan segala apa yang dapat membawa kepada keharaman adalah haram.” [12]

 

Sekedar Dipinang Tidak Dilarang Menikahkannya dengan Selain Peminang.

Syaikh Muhammad bin Ibahim Alusy Syaikh v ditanya tentang seseorang yang datang dengan membawa saudara perempuan sekandungnya, sedangkan dia telah dipinang oleh seorang pria di negerinya, Yaman. Hari itu saudaranya ingin menikahkannya di Tha-if; apakah sah menikahkannya padahal dia telah dipinang?

 

Beliau menjawab: “ Alhamdulillaah , selagai wanita ini belum dipertalikan dengan pria yang melamarnya dengan akad pernikahan, maka sekedar lamarannya saja tidak menghalanginya untuk menikahkannya dengan selainnya.” [13]

 

[Disalin dari kitab Isyratun Nisaa Minal Alif Ilal Yaa, Penulis Abu Hafsh Usamah bin Kamal bin Abdir Razzaq. Edisi Indonesia Panduan Lengkap Nikah Dari A Sampai Z, Penerjemah Ahmad Saikhu, Penerbit Pustaka Ibnu Katsir – Bogor]

_______

Catatan Kaki

[1] HR. Al-Bukhari (no. 5142) kitab an-Nikaah , Muslim (no. 1412) kitab an-Nikaah , at-Tirmidzi (no. 1292) kitab al-Buyuu’ , an-Nasa-i (no. 3243) kitab an-Nikaah , Abu Dawud (no. 2081) kitab an-Nikaah , Ibnu Majah (no. 2171) kitab at-Tijaaraat , Ahmad (no. 4708), Malik (no. 1112) kitab an-Nikaah , ad-Darimi (no. 2176) kitab an-Nikaah .

[2] SDM. Al-Bukhari (no. 5142) kitab an-Nikaah , ad-Darimi (no. 2176) kitab an- Nikaah .

[3] SDM. Al-Bukhari (no. 5143) kitab an-Nikaah , Muslim (no. 2563).

[4] Fat-hul Baari (IX/199).

[5] SDM. Ahmad (no. 22471), al-Hakim (IV/298), ia menshahihkannya dan disetujui oleh adz-Dzahabi; Abu Dawud (no. 3253) kitab al-Aimaan wan Nudzuur , dan disahihkan oleh al-Mundziri dalam at-Targhiib (V/385).

[6] Dinukil dari al-Manawi dalam Faidhul Qadiir (V/385).

[7] Majmuu’ Fataawaa Ibni Taimiyyah (XXXII/8).

[8] Takhrijnya telah disebutkan sebelumnya.

[9] Majmuu’ Fataawa (XXXII/8).

[10] Takhrijnya telah disebutkan sebelumnya.

[11] Al-Muslimuun (hal. 10).

[12] Faatawaa asy-Syaikh Ibni ‘Utsaimin (II/748) .

[13] Fataawaa wa Rasaa-il Samahatisy Syaikh Muhammad bin Ibrahim Alusy Syaikh (X/56-57).

5 1 vote
Article Rating
Artikel ini telah dibaca 23 kali

Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
Lihat seluruh komentar
Baca Lainnya

Antara Ibadah Abadi dan Tantangan Teknologi dalam Pernikahan di Era Digital

1 Oktober 2025 - 13:31 WIB

Waris (Faraidh V)

1 Oktober 2025 - 04:12 WIB

Mengapa Verifikasi Calon Pengantin Adalah Keharusan di Era Digital?

30 September 2025 - 11:22 WIB

Taukil Wali bil lisan melalui daring, apakah diperbolehkan?

29 September 2025 - 16:46 WIB

Menggapai Keluarga SAMARA

29 September 2025 - 11:36 WIB

Waris (Faraidh IV)

25 September 2025 - 15:37 WIB

Trending di Pernikahan
0
Ada ide atau tanggapan? Share di kolom komentar!x
()
x