Kesimpulan

Akad nikah adalah akad yang sakral dan oleh karenanya harus khidmat dalam menjalaninya. Tapi kesakralan tersebut tidak perlu dijalani dengan wajah-wajah tegang. Terlebih lagi, pangkal ketegangan tersebut bukan berasal dari aturan-aturan yang termaktub dalam fiqh munakahat, melainkan dari pemahaman sebagian orang atas aturan-aturan tersebut yang -sayangnya- diterima masyarakat begitu saja secara tidak kritis dan akhirnya menjadi mitos yang membelenggu setiap orang yang akan melangsungkan akad nikah.

 

Dari hasil kajian yang dilakukan, setidaknya ditemukan ada tiga pakem dalam prosesi akad nikah yang ternyata setelah diteliti termasuk mitos, yaitu: 1. Akad Nikah lebih utama menggunakan Bahasa Arab; 2. Ijab Qabul harus lancar dan satu tarikan nafas; dan 3. Saksi sebagai pengesah Akad Nikah.

 

Mitos pertama, akad nikah lebih utama menggunakan Bahasa Arab itu apabila para aktor utama (wali nikah, mempelai laki-laki, dan dua orang saksi) memahami dengan baik Bahasa Arab. Sedangkan bila ada di antara mereka tersebut tidak memahaminya, maka lebih utama menggunakan bahasa lain yang dipahami dengan baik oleh semua pihak yang terlibat.

 

Mitos kedua, ijab qabul harus lancar dan satu tarikan nafas adalah pemahaman keliru atas konsep kesegeraan qabul usai aksi ijab (konsep satu majelis) dalam prosesi ijab qabul. Padahal konsep kesegeraan menjawab ijab itu dimaksudkan untuk menghilangkan keraguan penerimaan (qabul) atas ijab yang telah dilafalkan. Sehingga apabila ketidaksegeraan menjawab qabul itu tidak dalam konteks ragu menerima, melainkan karena semata-mata mempelai pria nervous misalnya, maka dengan sendirinya ijab qabul dinilai sah.

 

Mitos ketiga, saksi nikah sebagai pengesah akad nikah itu terjadi karena kebiasaan yang diciptakan oleh penghulu sendiri yang acapkali bertanya kepada saksi soal sah/tidaknya akad nikah usai ijab qabul dilafalkan. Padahal kedudukan saksi itu -sesuai namanya- di masa sekarang hanya untuk memberikan kesaksian telah terjadinya peristiwa pernikahan, dan di masa mendatang diperlukan untuk mengukuhkan tetapnya suatu pernikahan bila terjadi pengingkaran pernikahan oleh para pihak yang berkepentingan.

Wallaahua’lamu bis showaab.

 

DAFTAR PUSTAKA

Al-Jaziry, Abdurrahman. Kitabul Fiqhi ‘alal Madzhibil Arba’ah. Libanon: Darul Fikr, 2003. Juz 4

 

Az-Zuhaeli, Wahbah. Al-Fiqhul Islamy wa Adillatuhu. Libanon: Darul Fikr, 1989. Juz 7

 

Departemen Agama RI, Instruksi Presiden RI Nomor 1/1991 tentang Kompilasi Hukum Islam, Jakarta: Direktorat Pembinaan Badan Peradilan Agama Islam Ditjen Binbaga Agama Islam, 2001

 

Departemen Agama RI, Petunjuk Pelaksanaan Jabatan Fungsional Penghulu dan Angka Kreditnya, Jakarta: Direktorat Jenderal Bimas Islam, 2006

 

Departemen Agama RI, Pedoman Akad Nikah, Jakarta: Direktorat Urais dan Pembinaan Syari’ah Dirjen Bimas Islam, 2008

 

Hosen, Ibrahim. Fiqh Perbandingan dalam Masalah Nikah, Thalaq, Rudjuk dan Hukum Kewarisan. Djakarta: Jajasan Ihja ‘Ulumiddin Indonesia, 1971. Djilid-I

 

Sabiq, As-Sayid. Fiqhus Sunnah. Libanon: Darul Fikr, 1983. Juz 2

 

Suma, Muhammad Amin, Optimalisasi Peran KUA dalam Pelayanan dan Pembinaan Masyarakat, Makalah Semiloka, 03 Mei 2007

 

Usman, Muhlis. Kaidah Ushul Fiqih. Jakarta: Rajawalipress, 1997, Cet. 1

 

Zeid, Mestika.  Metode Penelitian Kepustakaan. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2004

 

 

 

[1] “pakem”, dalam www.kbbi.web.id

[2] Ibid.

[3] Sabiq, Sayid. op cit, h. 31-32

[4] az-Zuhaeli, Wahbah. op.cit, h. 41

[5] ibid.

[6] Al-Jaziry, Abdurrahman. op cit, h. 21

[7] Hosen, Ibrahim. Fiqh Perbandingan dalam Masalah Nikah, Thalaq, Rudjuk dan Hukum Kewarisan. Djakarta: Jajasan Ihja ‘Ulumiddin Indonesia, 1971. Djilid-I, h. 122

 

[8] Lihat Pasal 1:1 Permenpan No. PER/62/M.PAN/6/2005 tentang  Jabatan Fungsional Penghulu dan Angka kreditnya

[9] Suma, Muhammad Amin, Optimalisasi Peran KUA dalam Pelayanan dan Pembinaan Masyarakat, Makalah Semiloka, 03 Mei 2007

[10] Lihat Departemen Agama RI, Pedoman Akad Nikah, Jakarta: Direktorat Urais dan Pembinaan Syari’ah Dirjen Bimas Islam, 2008, h. 17

 

2 thoughts on ““Mitos-Mitos” dalam Akad Nikah

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *