Di antara pertanyaan yang sering diungkapkan masyarakat awam adalah apa hukum membaca Al-Fatihah dalam shalat berjamaah? Dan kapan makmum membaca Al-fatihah saat shalat jamaah?
Sebagaimana diketahui, Al-Fatihah adalah surah pertama dalam Al-Qur’an dan menjadi salah satu rukun shalat. Oleh karena itu, membaca Al-Fatihah adalah wajib bagi makmum dalam shalat jamaah, baik imam membaca dengan suara keras (jahr) maupun dengan suara pelan (sirri).

Hal ini sebagaimana diterangkan dalam kitab Kasyifah as-Saja Syarah Safinah an-Naja karya Syekh Muhammad Nawawi al-Bantani al-Jawi

​​​​​​​
وَتَجِبُ فِيْ كُلِّ رَكْعَةٍ سَوَاءٌ الصَّلاَةُ السِّرِّيَّةُ وَالْجَهْرِيَّةُ وَسَوَاءٌ اْلإِمَامُ وَالْمَأْمُوْمُ وَالْمُنْفَرِدُ لِخَبَرِ الصَّحِيْحَيْنِ: لاَ صَلاَةَ لِمَنْ لَمْ يَقْرَأْ بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ

“(Membaca Al-Fatihah) wajib di setiap rakaat, baik shalat dengan bacaan pelan (Zhuhur dan Ashar), ataupun keras (Maghrib, Isya’, Subuh dan Jum’at), sebagai imam, makmum ataupun sendirian, sesuai dengan hadis riwayat Bukhari Muslim: “Tidak sah shalat orang yang tidak membaca al-Fatihah.”

Untuk persoalan kapan makmum membaca Al-Fatihah? Menurut Imam Ghazali dalam kitab Bidayatul Hidayah, bahwa waktu yang tepat bagi makmum untuk membaca Al-Fatihah adalah setelah imam selesai membaca Al-Fatihah dan mengucapkan amin. Makmum hendaknya tidak membarengi imam membaca Al-Fatihah. Artinya, setelah imam selesai, diam sejenak, di waktu itulah makmum membaca Al-Fatihah. Imam Ghazali berkata:

و يجهر بقوله آمين في الجهرية و كذلك المأموم و يقرن المأموم تأمينه بتأمين الإمام معا لا تعقيبا له و يسكت الإمام سكتة عقب الفاتحة ليئوب إليه نفسه و يقرأ المأموم الفاتحة في الجهرية في هذه السكتة ليتمكن من الاستماع عند قراءة الإمام و لا يقرأ المأموم السورة في الجهرية إلا إذا لم يسمع صوت الإمام

“Hendaklah imam mengeraskan suaranya ketika mengucapkan ‘âmîn’ (segera selesai membaca surat Al-Fatihah), demikian pula makmum hendaknya melakukan hal yang sama dengan imam secara bersama-sama dan tidak menunggu imam selesai mengucapkannya. Hendaklah imam diam sejenak atau beberapa lama setelah membaca surat al-Fatihah.”

Hal ini dimaksudkan agar di samping ia dapat mengatur napasnya kembali, juga agar makmum membaca al-Fatihah dengan suara jelas pada saat ia diam. Cara ini memungkinkan makmum dapat sepenuhnya mendegarkan bacaan imam, dan makmum hendaknya tidak membaca surat kecuali bila ia tidak bisa mendengarkan suara bacaan imam.

Demikian cara makmum harus selesai membaca Al-Fatihah sebelum imam mulai membaca surat setelah mengucapkan “âmîn” bersama-sama. Jika ternyata belum selesai, makmum wajib menyelesaikannya karena membaca Al-Fatihah merupakan salah satu rukun shalat yang mempengaruhi sah tidaknya shalat.

Akan tetapi ada satu hal yang penting dicatat adalah Namun, bagi makmum yang telat [masbuq] datang shalat, dan tidak bisa menyelesaikan bacaan Al-Fatihah pada rakaat pertama, tindakan itu bisa dimaklumi. Artinya, ketika makmum telat itu tidak memiliki waktu yang cukup untuk membaca al-Fatihah dikarenakan imam sudah rukuk sehingga harus segera menyesuaikan dengan apa yang dilakukan imam, dalam kondisi ini dimaafkan tidak menyelesaikan al-Fatihahnya. Sebab kewajiban makmum sudah dalam tanggungan imam. (Tim Layanan Syariah, Ditjen Bimas Islam)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *