Takaran segelas kopi ternyata mengundang aroma sabar yang tebal dalam mengelola rumah tangga. Kalau boleh kita ibaratkan, minum kopi itu seperti berumah tangga.

 

Takarannya tidak selalu pas. Kadang manisnya lebih terasa, suatu waktu pahitnya pun dominan. Agak susah stabil rasanya. Ingin kita agak manis, namun lebih terasa pahitnya. Kemudian saat kita berselera agak pahit, lebih manis pula terasa adukannya.

 

Jika kopi yang disuguhkan untuk mu tak sesuai ekspektasi dirimu, jangan kau hindari, apalagi kau buang kosong dari gelasnya. Nikmati saja hingga suatu saat kau akan perlahan mulai terbiasa. Dulu tak suka kopi nuansa pahit, seiiring waktu rasa ketidaksukaan itu akan berganti kenikmatan berujung candu. Tak ada lagi amarah membuncah, apalagi sampai mencaci maki. Sabar menikmati seduhan kopi sampai di penyeduh kopi memberi pemahaman akan arti sesungguhnya takaran cinta dalam rumah tangga.

 

Begitu pula dalam urusan rumah tangga yang kompleks masalah, mulai dari harga barang yang naik menukik, kebutuhan keluarga makin membengkak besar, sampai senyum hambar tulang rusuk saban hari terlihat kurang mengembang. Sesabar meneguk seduhan takaran kopi pahit adalah jawaban semuanya. Ingat, ketika rumah tanggamu sudah jadi candu bagimu, maka percayalah bahwa tidak ada regukan segelas kopi yang lebih nikmat di luar sana, daripada seduhan segelas kopi hasil racikan cinta.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *