Jangan Biarkan Uang Menentukan Pilihan Anda dalam Memilih Pemimpin

Politik uang merupakan praktik yang sudah mengakar dalam lingkungan sosial dan pemilu di Indonesia. Dari perspektif agama, politik uang jelas bertentangan dengan nilai-nilai yang diajarkan dalam Al-Qur’an dan Hadis. Dalam Surah An-Nisa ayat 58, Allah SWT berfirman bahwa kita diperintahkan untuk menegakkan amanah dan keadilan:

“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanah kepada pemiliknya. Apabila kamu menetapkan hukum di antara manusia, hendaklah kamu tetapkan secara adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang paling baik kepadamu. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.”

Fenomena politik uang telah menjadi bagian dari proses politik di Indonesia, mulai dari pemilu, pilkada, hingga pemilihan ketua RT. Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia, Burhanudin Muhtadi, menyatakan bahwa politik uang mulai marak setelah reformasi karena pemilu yang lebih terbuka, berbeda dari masa Orde Baru . Penelitian Burhanudin pada Pemilu 2014 menunjukkan bahwa sekitar 25-33 persen pemilih terpapar politik uang, dan sebagian masyarakat bahkan menganggapnya sebagai hal yang wajar.

Politik uang mengakibatkan dampak buruk, termasuk lahirnya pemimpin yang tidak kompeten dan merusak proses demokrasi. Keputusan untuk memilih tidak lagi didasarkan pada kualitas atau kapabilitas calon, melainkan pada kemampuan mereka “membeli” suara. Ini menciptakan pemerintahan yang rawan korupsi, karena politisi yang berinvestasi dalam politik uang mungkin merasa perlu mengembalikan pengeluaran mereka dengan cara-cara yang melanggar hukum.

Rektor Perguruan Tinggi Ahmad Amarullah mengungkapkan bahwa politik uang memperburuk keadaan dengan memanfaatkan kebutuhan ekonomi masyarakat, terutama di kalangan berpendidikan rendah dan ekonomi menengah ke bawah. Namun, kelompok masyarakat yang lebih terdidik dan memiliki kesadaran politik tinggi cenderung menolak politik uang karena mereka memahami pentingnya memilih pemimpin berdasarkan program dan kapasitas, bukan imbalan material.

Rasulullah SAW melaknat praktik penyuapan dalam hadis yang diriwayatkan dari Abdullah bin Amr, beliau bersabda:

“Rasulullah SAW melaknat orang yang melakukan suap dan yang menerima suap.” (HR Tirmidzi dan Abu Dawud).

Di sisi hukum, sanksi untuk politik uang juga telah diatur dalam Undang-Undang Pilkada Nomor 10 Tahun 2016, Pasal 187A, yang menyatakan bahwa pelaku politik uang dapat dihukum penjara 3 hingga 6 tahun dan denda hingga Rp1 miliar. Majelis Ulama Indonesia (MUI) pun mengeluarkan fatwa pada tahun 2000 yang mengharamkan segala bentuk politik uang atau suap.

Menjaga integritas pemilu adalah tanggung jawab bersama, baik pemerintah, masyarakat, maupun calon pemimpin. Solusi utama untuk memberantas politik uang adalah penegakan hukum yang tegas dan pendidikan politik bagi masyarakat. Dengan memilih pemimpin yang berkualitas dan jujur, kita bisa berharap daerah kita makmur dan sejahtera. Semoga Allah SWT senantiasa memberi kita petunjuk dalam memilih pemimpin yang amanah, menjauhi politik uang, dan membangun bangsa ini dengan keadilan.

Politik uang sering kali dianggap sebagai salah satu tantangan terbesar dalam demokrasi, termasuk dalam pilkada. Praktik ini dapat merusak integritas demokrasi karena mengalihkan fokus dari kualitas kandidat menjadi transaksi ekonomi demi kemenangan.

Untuk menghindari politik uang dalam pilkada, beberapa upaya bisa dilakukan, antara lain:

  1. Pendidikan Pemilih: Edukasi bagi masyarakat tentang pentingnya memilih berdasarkan program dan visi misi kandidat, bukan karena imbalan materi. Dengan pemahaman yang lebih baik, pemilih diharapkan bisa menolak tawaran politik uang.
  2. Penguatan Regulasi: Regulasi ketat yang melarang praktik politik uang dan memberikan sanksi tegas bagi pelanggar. Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) juga perlu melakukan pengawasan ketat.
  3. Meningkatkan Transparansi Dana Kampanye: Pengungkapan sumber dana kampanye secara transparan bisa mencegah praktik politik uang karena penggalangan dana yang diawasi dengan ketat cenderung lebih terkontrol.
  4. Partisipasi Aktif Masyarakat: Dukungan dari masyarakat dalam melaporkan adanya politik uang dan mendukung kandidat yang bersih dan berkualitas akan membantu mengurangi praktik tersebut.
  5. Peran Tokoh Masyarakat dan Media: Tokoh masyarakat dan media dapat berperan dalam mengedukasi serta menyuarakan pentingnya integritas dalam pilkada.

Dengan komitmen yang kuat dari berbagai pihak, pilkada yang bebas dari politik uang dapat terwujud, sehingga kepala daerah yang terpilih benar-benar adalah yang memiliki kualitas, integritas, dan dedikasi untuk memajukan daerahnya.

 

 

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *