Jodoh dan Ekspektasi Pernikahan

Jodoh dan Ekspektasi Pernikahan

Jodoh
Jodoh sebagaimana di yakini umat Islam adalah bagian dari rahasia Allah SWT untuk makhluk-Nya. Siapa bertemu dan berjodoh dengan siapa adalah bagian dari takdir-Nya. Karena perjodohan bagian dari tanda-tanda ke-Maha Besaran-Nya maka hanya Dialah satu-satunya yang dapat mengetahui dan menentukan.

Di dalam surat ar-Rum ayat 21 Allah SWT berfirman,
وَمِنْ اٰيٰتِهٖٓ اَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِّنْ اَنْفُسِكُمْ اَزْوَاجًا لِّتَسْكُنُوْٓا اِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَّوَدَّةً وَّرَحْمَةًۗ اِنَّ فِيْ ذٰلِكَ لَاٰيٰتٍ لِّقَوْمٍ يَّتَفَكَّرُوْنَ
Di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah bahwa Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari (jenis) dirimu sendiri agar kamu merasa tenteram kepadanya. Dia menjadikan di antaramu rasa cinta dan kasih sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berpikir.

Di dalam surat yang lain, dz-Dzriyat 49 Allah SWT berfirman,
وَمِنْ كُلِّ شَيْءٍ خَلَقْنَا زَوْجَيْنِ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ
Segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan agar kamu mengingat (kebesaran Allah).
Ringkasnya adalah jodoh bagian dari rahasia Kebesaran Allah SWT. Dan hanya Allah SWT saja yang tahu siapa jodoh kita. Oeh karenanya dikatakan jodoh di “Tangan (kuasa) Allah SWT”. Karena jodoh berada di dalam kuasa-Nya maka seyogyanya bagi yang sudah waktunya untuk berumah tangga senantiasa memohon petunjuk kepada-Nya untuk memperoleh pasangan yan diimpikan.

Pada ayat di atas menjelaskan bahwa jodoh merupakan hal yang mulia yaitu supaya pikiran dan akal ingat akan kebesaran dan kuasa Allah SWT selalu. Bagaimana dari yang tidak mengenal dan asing pada awalnya, lalu tumbuh rasa sayang, membina hidup bersama, memiliki keturunan, hingga berjuang bersama menjaga keutuhan rumah tangga, dan lain sebagainya.

Pada ayat dalam surat yang lain, al-Furqan 54 Allah SWT berfirman,
وَلَقَدْ أَرْسَلْنَا رُسُلًا مِّن قَبْلِكَ وَجَعَلْنَا لَهُمْ أَزْوَاجًا وَذُرِّيَّةً ۚ وَمَا كَانَ لِرَسُولٍ أَن يَأْتِيَ بِآيَةٍ إِلَّا بِإِذْنِ اللَّهِ ۗ لِكُلِّ أَجَلٍ كِتَابٌ
Dan sesungguhnya Kami telah mengutus beberapa Rasul sebelum kamu dan Kami memberikan kepada mereka isteri-isteri dan keturunan. Dan tidak ada hak bagi seorang Rasul mendatangkan sesuatu ayat (mukjizat) melainkan dengan seizin Allah. Bagi tiap-tiap masa ada Kitab (yang tertentu).

Ayat ini menjelskan bahwa pada setiap masa (waktu) sudah ada ketentuannya dan semestinya ketentuan tersebut juga meliputi perjodohan. Kesadaran bahwa jodoh datangnya hanya dari Allah SWT sebagai ketetapan takdir-Nya, maka siapapun pasangan kita tentu yang terbaik dari Allah SWT bagi kita. Terbaik dalam menemani, membersamai, berbagi, bersandar, saling menguatkan, dan saling berbuat kabajikan. Tetapi manusia memiliki impiannya sendiri dan harapannya. Sebagian masih mencari takdirnya, menemukan jodoh terkadang diperlukan suatu usaha. Karena demikian suratan takdir yang harus di jalani.

Ekspektasi Pernikahan
Sebagian orang memiliki impian masing-masing dalam pernikahan mereka. Memiliki ekspektasi yang akan di gapai. Sehingga begitu besarnya harapan hidup bahagia dan indah dari pernikahan menjadikan cenderung kepada pandangan yang tidak realistis.

Setelah menikah harapan cinta akan selalu romantis, hubungan penuh semerbak harum bunga, ikatan yang penuh dengan kehangatan juga sanjungan. Namun tidak disadari bahwa hidup mesti berubah. Semua akan memudar. Setelah fase “bulan madu” akan menuju pada “kehambaran”. Disinilah dibutuhkan kedewasaan masing-masing dan bangunan kometmen yang kokoh bersama. Akan jarang terdengar puja dan puji serta rayuan dan renyah candaan di antara pasangan hingga semakin jarang adanya perhatian pada hal-hal yang sepele seperti saat dulu sebelum dan awal menikah.

Setelah menikah tidak akan lagi seperti kemarin yang cenderung dari masing-masing pasangan berusaha mengalah dalam perdebatan atau memilih berusaha mencoba lebih memahami pasangan sehingga cenderung salah satunya memilih diam demi menghindari percekcokan atau karena cenderung ingin terlihat baik dan sikap mengalah di depan pasangan (calon isteri/suami).

Setelah menikah saling mempertahankan pandangan dan prinsip tidak dapat di hindarkan. Sebab hari-hari menikah adalah waktu panjang selalu bersama. Yang pada awalnya suka mengalah dan memilih diam seseorang tidak akan cukup mampu bertahan jika diperlakukan sebagai pihak yang selalu disepelekan dan tidak di dengar pandangan dan pendapatnya. Begitu pula pasangan kita. Disinilah sumber munculnya perdebatan hingga perseteruan. Maka saling menghargai, berkompromi, dan menjadi pendengar yang baik adalah kuncinya.

Pernikahan bukanlah pengisi kekosongan masing-masing individu. Sebagian seseorang melihat bahwa pasangan adalah pelengkap kekurangannya. Tidak seorangpun yang dapat melengkap kekosongan dan kekurangan seseorang sepenuhnya. Pernikahan itu adalah dua orang yang utuh yang memilih bersatu dan saling mendukung dan menguatkan dalam menjalani kehidupan cinta dan keutuhan rumah tangga selamanya. Tentu bukan hal yang mudah. Oleh karenanya dibutuhkan ikhtiar yang keras, kesabaran, dan dedikasi dalam menghadapi pasang surutnya kehidupan serta kometmen melewatinya bersama.

Di antara ekspektasi seseorang adalah pernikahan di pandang sebagai penyelesai masalah. Seorang yang nakal akan berhenti saat menikah. Pernikahan cara ajaib sebagai solusi. Namun kenyataannya, salah satu di antara mereka menjadi korban dari keburukan prilaku pasangannya. Sehingga menikah membawa tekanan, stress, dan kehancuran. tidak menjelma sebagai penyelesai masalah individu.

Idealnya Pernikahan
Dibutuhkan dalam hidup bersama melalui tali pernikahan adalah cinta dan dukungan yang berkelanjutan. Bagaimana supaya cinta terus terawatt dari masing-masing dengan selalu memandang sisi unik dan baik dari setiap indvidu. Selalu mendukung masing-masing baik dalam suka dan duka. Dari sikap tersebut akan mendorong hubungan yang intim hingga kedekatan emosional. Intim tidak selalu berbubungan dengan seks tetapi erat terkait dengan berbagi pikiran, perasaan, dan cita-cita serta impian bersama.

Karena memilih hidup bersama dan bersatu maka dibutuhkan kerja tim. Kerja tim adalah kerja bersama dalam rangka menjalani hidup bersama, menghadapi tantangan bersama, dan membangun masa depan. Maka mengenyampingkan sikap egois dan individual tidak dapat di hindari. Merasa saling belajar tentang diri sendiri dan satu sama lain. Kerja bersama akan memberikan rasa aman, stabilitas, dan memiliki “rumah” di mana pasangan bisa menjadi diri sendiri dalam kebersamaan sepenuhnya. Tindakan tersebut sebagai ikhtar dalam menerima dan menjalani takdir perjodohan yang sudah diamanahkan oleh Allah SWT.

Comments

No comments yet. Why don’t you start the discussion?

Tinggalkan Balasan