Dalam tertib wali nasab yang tersebutkan diatas, apabila wali yang berhak tidak memenuhi syarat maka kewenangan wali berpindah kepada kekerabatan selanjutnya sebagaimana diterangkan dalam pasal sesudahnya yaitu pasal 22 yang berbunyi:

Apabila wali nikah yang paling berhak, urutannya tidak memenuhi syarat sebagai wali nikah atau oleh karena wali nikah itu menderita tuna wicara, tuna rungu atau sudah udzur, maka hak menjadi wali bergeser kepada wali nikah yang lain menurut derajat berikutnya.[7]

  1. Wali Hakim

Dalam KHI pasal 1 huruf (b) disebutkan:

Wali hakim adalah wali nikah yang ditunjuk oleh Menteri Agama atau pejabat yang ditunjuk olehnya, yang diberi hak dan kewenangan untuk bertindak sebagai wali nikah.[8]

Sejalan dengan batasan dalam pasal 1 huruf (b) diatas, dipertegas lagi dalam Peraturan Menteri Agama (PMA) Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2005 tentang wali hakim. Dalam pasal 1 ayat 2 menyebutkan bahwa:

Wali hakim adalah Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan yang ditunjuk oleh Menteri Agama untuk bertindak sebagai wali nikah bagi calon mempelai wanita yang tidak mempunyai wali.[9]

Dengan demikian kedudukan wali hakim berdasarkan Undang undang perkawinan adalah sebagai pelaksana ijab akad nikah, dan merupakan pengganti wali nasab yang tidak dapat melaksanakan tugasnya sebagai wali disebabkan oleh halangan halangan yang dibenarkan oleh fikih munakahat dan KHI. Maka dapat dipahami bahwa wali hakim mempunyai wewenang menikahkan perempuan demi hukum dan bukan sebagai wakil.

  1. Wali Nikah Ab ‘ad part 1

Kata ab ad berasal dari kata dasar ba ’a da yang artinya jauh sedangkan lawan kata dari ab ‘ad adalah akrab berasal dari kata qoroba yang artinya dekat. Kata ab ‘ad dihubungkan dengan wali nikah maka maksudnya adalah wali nikah yang jauh garis nasabnya dari calon istri. Dan sebaliknya, kata akrab dihubungkan dengan wali nikah, maksudnya adalah wali nikah yang dekat hubungan nasabnya dengan calon istri.

Deretan wali nikah yang paling berhak menjadi wali bagi calon istri adalah wali akrab. Wali ab ‘ad dalam pernikahan tidak boleh menjadi wali jika masih ada wali akrab, karena Wali ab’ad adalah wali yang masih jauh hubungan kenasabannya dengan calon istri. Seperti kakek  adalah wali ab ad jika ayah calon istri masih ada, tetapi ia akan menjadi wali akrab jika ayah calon istri sudah tidak ada.

Dapat dipahami, apabila wali nikah golongan satu nomor urut satu tidak ada, maka yang menjadi wali nikah akrabnya adalah wali nikah golongan satu no urut dua, jika wali nikah golongan satu nomor urut dua tidak ada maka yang menjadi wali nikah golongan satu nomor urut tiga yang menjadi wali dan begitu seterusnya. Apabila wali nikah golongan satu tidak ada lagi maka wali nikah golongan dua nomor urut satu yang menjadi wali nikah, jika tidak ada maka nomor urut dua yang akan menjadi wali nikah nya dan demikian seterusnya.

Wali ab’ad di KUA Kecamatan Mataram Baru Kabupaten Lampung Timur berawal dari adanya laporan pernikahan di KUA Kecamatan Mataram Baru Kabupaten Lampung Timur dengan nomor pemeriksaan 096/12/ /2021. Pernikahan ini didaftarkan pada tanggal 25 Mei 2021. Saat dilaksanakan pemeriksaan berkas, pengantin atas nama Muhammad Autad Muzakka bin Juwoto dan calon istrinya Erni Novianti binti Kuwato dan Wali Yang dilaporkan adalah paman kandung atas nama Sariman bin Karso Wagimin karena orang tua kandung dari calon istri sudah meninggal.

Saat hari pernikahannya, di kediaman calon istri yaitu di desa Raja Basa Baru petugas menanyakan kembali apakah tidak ada Wali nasab yang lebih dekat (akrab) dengan calon istri, calon istri mengatakan ”tidak ada Pak” , petugas kemudian mengurutkan tartib wali nasab mulai dari ayah, kakek, saudara kandung. Saat menyebut saudara kandung calon istri mengatakan bahwa saudara kandungnya masih kecil, kemudian ditanya umurnya berapa ” tujuh belas tahun pak tapi belum menikah” jawab calon istri. Kemudian petugas bertanya “mana orangnya?”, dan datanglah saudara kandungnya yang bernama Reno Andrian.

Dalam laporan pernikahan yang dilaporkan ke KUA Kecamatan Mataram Baru bahwa walinya adalah  Paman kandung. “Jika ada saudara kandung maka yang menjadi wali adalah saudara kandungnya dulu, jika tidak ada saudara kandung, saudara seayah, kemudian baru paman yang menjadi walinya”. Kata petugas menjelaskan. Karena saudara kandungnya masih ada, maka dilaksanakanlah pernikahan dari kedua mempelai ini dengan wali saudara kandung dan dituliskan dengan wali paman kandung. Saat pelaksanaan akad nikah, buku nikah telah di  print dan dibawa petugas ke acara akad nikah tersebut.

Petugas mengatakan kepada pengantin tersebut bahwa buku nikahnya tertulis wali nikahnya adalah paman kandung karena laporan saat pendaftaran berkas nikah ke KUA wali nikahnya adalah paman kandung. pengantin perempuan mengatakan gak pa pa pak” maka serahkanlah buku nikahnya dengan wali nikah paman kandung sementara pelaksanaan nikah dengan wali nikah saudara kandung

  1. Analisis hukum

Dari penjelasan di atas dapat analisis hukum dari pernikahan yang terjadi di KUA Kecamatan Mataram Baru sebagai berikut :

  1. Mendahulukan Syariah (Syariah oriented)

Pelaksanaan pernikahan dengan wali nikah aqrab dalam kasus diatas adalah mendahulukan syariah. Pernikahan yang dilaksanakan sesuai dengan hukum Islam harus dilakukan dengan wali akrab bukan wali abad. Melaksanakannya dengan hukum Islam adalah mendahulukan syariah. Jika dilaksanakan dengan wali ab ad maka pernikahan tersebut tidak sah karena masih ada wali akrabnya. jika dilaksanakan sesuai  dengan laporan maka pernikahan suami istri diatas tidak sah.

Dengan diketahuinya oleh petugas bahwa wali akrabnya masih ada maka petugas melaksanakannya dengan wali akrab untuk menjaga agar tetap sah pernikahan tersebut. Dan pernikahan diatas sesuai dengan agama dan kepercayaan nya. Hal ini menunjukkan bahwa ketaatan beragama mereka lebih tinggi dari pada mitos yang berkembang dalam masyarakat mereka bahwa seorang yang belum menikah tidak boleh menikahkan atau jadi wali. Kaidah mengatakan “ ma tsabata bis syar’i muqoddamun ala ma wajaba bisy syarthi “ Artinya: “Apa yang telah tetap menurut syara‟ didahulukan daripada yang wajib menurut syarat.” .

  1. Menyalahi UU Perkawinan

Tepatnya tidak sesuai denan pasal 2 ayat 2 Undang Undang nomor 1 tahun 1974 tentang Pernikahan yang berbunyi “(2) Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.” dicatatkan dalam ayat tersebut adalah ditulis dengan keadaan yang terjadi, sementara dalam pernikahan yang dilaksanakan dengan wali nikah akrab tapi dicatatkan dengan wali nikah ab ad. Dalam kasus Reno adrian dan adalah wali yang lebih akrab dari paman kandung Sariman. Dalam KHI pasal 21 ayat (1) disebutkan bahwa : … Kedua, kelompok kerabat saudara laki laki kandung atau saudara laki laki seayah, dan keturunan laki-laki mereka. Ketiga, kelompok kerabat paman, yakni saudara laki-laki kandung ayah, saudara seayah dan keturunan laki-laki mereka…[10].  Hal ini dapat dilihat ketika kedua mempelai melaporkan pernikahannya dengan wali paman kandung padahal masih ada saudara kandungnya.

  1. Dewasa menurut undang undang

Laporan pernikahan dengan wali paman kandung bukan dengan saudara kandung karena mereka beranggapan bahwa orang yang belum menikah tidak boleh menikahkan (jadi wali nikah). Saudara kandung dari calon istri dalam hal ini belum menikah. Atau mereka beranggapan bahwa orang tersebut belum memenuhi syarat untuk menikahkan saudara kandungnya, karena statusnya jejaka (belum menikah). Ada anggapan dalam masyarakat, jika seseorang belum menikah maka tidak boleh menikahkan (menjadi wali nikah). Reno adrian, Wali saudara kandung mempelai wanita sudah dewasa atau baligh. Syarat menjadi seorang wali dalam pernikahan, salah satunya adalah baligh. Orang yang sudah baligh adalah orang yang sudah dewasa. Dewasa dalam dalam Undang Undang di Indonesia berbeda beda penentuan nya, seperti :

  1. Hukum Perdata KUHPerdata
    1. Pasal 330, hukum perdata berbunyi ”Yang belum dewasa adalah mereka yang belum mencapai umur genap dua puluh satu tahun dan tidak kawin sebelumnya”. Bila perkawinan dibubarkan sebelum umur mereka genap dua puluh satu tahun, maka mereka tidak kembali berstatus belum dewasa. Dengan istilah ini dimaksudkan semua orang yang belum genap 21tahun dan yang sebelumnya tidak pernah kawin. Bila perkawinan itu dibubarkan sebelum mereka berumur 21 tahun, maka mereka tidak kembali berstatus belum dewasa. Dalam pengertian perkawinan tidak termasuk perkawinan anak-anak. Belum dewasa adalah mereka yang belum mencapai umur genap dua puluh satu tahun, dan lebih dahulu telah kawin.[11]
  2. Undang Undang Tenaga Kerja
    1. Di dalam Undang-undang Republik Indonesia No.13 Tahun 2003 Tentang Tenaga Kerja disebutkan pengertian anak yaitu: Anak adalah setiap orang yang berumur dibawah 18 (delapan belas) tahun.[12]
  3. Undang-Undang Perkawinan
    1. Undang Undang no. 01 tahun 1974 tentang Perkawinan pasal 47 ayat (1), ”Anak yang belum mencapai umur 18 ( delapan belas ) tahun atau belum pernah melangsungkan perkawinan ada di bawah kekuasaan orang tuanya selama mereka tidak dicabut dari kekuasaannya. dan pasal 50 ayat (1). Anak yang belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun atau belum pernah melangsungkan perkawinan, yang tidak berada di bawah kekuasaan orang tua, berada di bawah kekuasaan wali. Artinya dewasa ketika sudah diperbolehkan menikah, usianya 18 tahun. [13]

Undang-undang Republik Indonesia tidak menetapkan secara sepakat tentang batas usia dewasa. Bisa jadi perbedaan-perbedaan batas usia dewasa ini bukanlah merupakan hal yang salah, asalkan dalam implementasinya sesuai dengan konteks keperluan warga negara Indonesia. Hal itu mengacu pada asas Lex specialist derogat legi generalis, yaitu Undang-undang khusus menyimpang dari undang-undang umum, adalah asas penafsiran hukum yang menyatakan bahwa hukum yang bersifat khusus (lex specialis) mengesampingkan hukum yang bersifat umum.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *