Perkawinan menurut Hukum Islam adalah sah dengan adanya wali nikah (wali nasab), apabila wali nasab tidak ada, mafqud (tidak diketahui dimana berada) berhalangan tidak memenuhi syarat atau ad}al (menolak) maka wali nikahnya adalah Wali hakim.Kompilasi Hukum Islam Pasal 23 ayat 1 dan 2 menyatakan bahwa Ayat (1) : wali hakim baru dapat bertindak sebagai wali nikah apabila Wali nasab tidak ada atau tidak mungkin menghadirkannya atau tidak diketahui tempat tinggalnya atau ghoib atau ad}al atau enggan. Sementara dalam ayat (2) juga disebutkan bahwa Dalam hal Wali ad}al atau enggan maka Wali hakim baru dapat bertindak sebagai Wali nikah setelah ada Putusan Pengadilan Agama tentang wali tersebut.
Kantor Urusan Agama (KUA) adalah instansi Kementrian Agama yang bertugas melakukan sebagian tugas Kantor Kementrian Agama Kabupaten/Kota di bidang urusan agama Islam untuk wilayah kecamatan. keberadaan Kantor Urusan Agama (KUA) merupakan bagian dari institusi pemerintahan daerah yang bertugas memberikan pelayanan-pelayanan kepada masyarakat dibidang agama Islam. Dalam melaksanakan kewenangannya Kantor Urusan Agama (KUA) memiliki tugas pokok dan fungsi yang diatur dalam Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor 34 Tahun 2016. salah satu tugas pokok Kantor Urusan Agama (KUA) sebagai
bentuk kewenangannya adalah melayani pelaksanaan nikah atau rujuk kepala Kantor Urusan Agama (KUA) dalam hal ini bukan hanya melayani pelaksanaan nikah atau rujuk tetapi memediasikan permasalahan wali ‘adal. Adapun ketika permasalahan tidak mendapatkan titik temu akan di selesaikan oleh pihak pengadilan agama untuk penunjukan wali hakim.Berdasarkan dari latar belakang diatas maka penulis tertarik membuat penelitian dalam judul bentuk skripsi dengan judul “Akibat Hukum Dari Seorang Wali yang Wali Adhal dengan Putusan PA Pindah ke Kepala KUA Sebagai Wali Hakim ”.
B. Rumusan Masalah
- Apa Pengertian wali nikah?
- Bagaimana kedudukan wali nikah?
- Apa yang di maksud Wali Adhal, Wali hakim dan Bagaimana tatacara penyelesain wali adhal?
- Bagaimana akibat hukum Seorang wali adhal dengan putusan PA Pindah ke Kepala KUA sebagai Wali Hakim ?
C. Tujuan Masalah
- Untuk dapat mengetahui pengertian wali nikah
- Untuk dapat menjelaskan kedudukan wali nikah
- Untuk dapat mengrtahui apa yang dimaksud wali adhal,wali hakim dan dapat menjelaskan Tatacara penyelesaian wali adhal
- Untuk dapat menjelaskan akibat hukum wali adhal dengan putusan PA pindah ke Kepala KUA sebagai wali hakim
BAB II PEMBAHASAN
A. Wali Nikah
Wali menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah memberikan kuasa kepada seseorang untuk menguasai orang atau barang, dan dalam perkawinan wali yaitu perwalian atas orang dalam perkawinannya.
Wali secara bahasa adalah rasa cinta (mahabbah) dan pertolongan (nushrah) bisa juga berarti kekuasaan (sulthah) dan kekuatan (qudrah). Sedangkan secara istilah, fuqaha memiliki makna kemampuan untuk langsung bertindak dengan tanpa bergantung kepada izin seseorang atau kekuasaan yang dimiliki seseorang untuk secara langsung melakukan suatu tindakan sendiri tanpan harus bergantung atas izin orang lain. Orang yang melaksanakan akad ini dinamakan wali.Wali juga berupa suatu ketentuan hukum yang dapat dipaksakan kepada orang lain sesuatu dengan bidang hukumnya. Wali itu ada yang umum dan yang khusus. Pengertian yang khusus ialah yang berkenaan dengan manusia dan harta benda, yang dibicarakan disini adalah wali terhadap manusia, yaitu masalah perwalian dalam perkawinan.
Menurut bahasa perkataan wali adalah berasal dari bahasa Arab yang berarti pemilik kekuasaan.27 Sedangkan mengartikan wali menurut istilah, penulis kemukakan beberapa pendapat dari para ahli, antara lain:
- Menurut Sayyid Sabiq, mengartikan wali ialah hak yang bersifat syar’i yang menuntut suatu perintah dari orang lain dengan
- Menurut Muhammad Abu Zahrah, bahwa perwalian (wali) ialah suatu wewenang untuk mengadakan akad secara
- Menurut TM. Hasby As-Siddiqi, bahwa wali menurut ahli fiqih ialah kekuasaan bertasarruf dan melaksanakanya mengenai akad
nikah ialah kekuasaan tersebut bersifat zatiyah bagi orang yang mempunyai kemampuan bertindak hukum secara sempurna atas dirinya dan hartanya, dan kekuasaan itu dapat mengenai orang lain karena disebabkan oleh hal yang lain. Dan ada kalanya kekuasaan bersifat asli yang timbul karena suatu urusan dan adakalanya kekuasaan bersifat perwakilan yaitu timbul karena diperoleh dari orang lain.
Adapun Pasal 1 huruf (h) KHI menjelaskan bahwa perwalian adalah kewenangan yang diberikan kepada seseorang untuk melakukan sesuatu perbuatan hukum sebagai wakil untuk kepentingan dan atas nama anak yang tidak mempunyai orang tua yang masih hidup, tidak cakap melakukan perbuatan hukum.45 Pasal 19 KHI, menyatakan wali nikah dalam perkawinan merupakan rukun yang harus dipenuhi bagi calon mempelai wanita yang bertindak untuk menikahkannya.46
Amir Syarifuddin mengatakan, wali nikah adalah orang yang bertindak atas nama mempelai perempuan dalam suatu akad nikah. Akad nikah dilaksanakan oleh dua pihak yaitu pihak laki-laki yang dilakukan oleh mempelai laki-laki itu sendiri dan perempuan yang dilakukan oleh walinya.Wali nikah merupakan unsur yang penting bagi mempelai wanita yang akan bertindak untuk menikahkannya karena wali nikah merupakan rukun nikah, dan apabila tidak ada pernikahan tersebut tidak sah.
B. Kedudukan Wali Nikah
Orang yang menikahkan seorang perempuan adalah wali yang bersangkutan, apabila wali yang bersangkutan sanggup bertindak sebagai wali. Ada kalanya wali tidak hadir atau karena sesuatu sebab ia tidak dapat bertindak sebagai wali, maka hak kewaliaanya berpindah kepada orang lain. Wali ditunjuk berdasarkan skala prioritas secara tertib dimulai dari orang yang paling berhak, yaitu mereka yang paling dekat atau wali aqrab, lebih kuat hubungan darahnya. Jumhur ulama, seperti Imam Malik, Imam Syafii,
mengatakan bahwa wali itu adalah ahli waris dan diambil dari garis ayah, bukan dari garis ibu.
Dalam surat Q.S. Al-Baqarah [2]: 232 untuk mengarah untuk para wali dan para perempuan yang hendak dinikahkan. Perempuan- perempuan yang sudah diceraikan oleh suaminya, kemudian telah habis masa iddahnya dan ia berhak atas dirinya sendiri. Adanya larangan wali agar tidak menghalang-halangi perempuan tersebut untuk menikah lagi dengan orang yang mereka sukai. Itu merupakan suatu nasehat yang diberikan oleh Allah SWT agar wali tidak menghalangi perempuan untuk menikah.
Pendapat Imam Syafi’i yang dikutip oleh Fatihuddin Abul Yasin dalam bukunya Risalah Hukum Nikah dijelaskan bahwa yang paling berhak menikahakan adalah wali yang paling dekat hubungannya dengan mempelai perempuan (wali aqrab), sehingga urutan para wali dimulai dari ayah, kakek dan seterusnya, sehingga ayah lebih baik berhak menikahkan dibanding kakek. Seorang perempuan yang hendak menikah disyaratkan harus menghadirkan wali, berarti tanpa wali nikah itu batal menurut hukum Islam atau nikahnya tidak sah. Dari hadis Rasulullah Saw. yang lain riwayat Imam Ahmad, dikatakan oleh Rasullullah Saw., bahwa:
- Tidak sah nikah melainkan dengan wali dan dua orang saksi yang
- Jangan menikahkan perempuan akan perempuan yang lain dan jangan pula seorang perempuan menikahkan dirinya (riwayat Daruqutni, dan diriwayatkan kembali oleh Ibnu Majah).
- Tiap-tiap wanita yang menikah tanpa izin walinya, nikahnya adalah batal, batal, batal, tiga kali kata batal itu diucapkan oleh Rasullullah untuk menguatkan kebatalan nikah tanpa izin wali pihak perempuan (berasal dari istri Rasulullah: Siti Aisyah)
Pada prinsipnya yang berhak menjadi wali adalah wali nasab, yakni wali yang berasal dari pihak keluarga perempuan dan apabila wali nasab sama sekali tidak ada, maka yang berhak menikahkan adalah wali hakim.
Kepala KUA sebagai wali hakim dalam Pelaksanaan wali adhol jarang terjadi, karena itu Artikel ini sangat membantu sebagai reperensi literasi sebagai dasar dalam melaksanakan tupoksinya…
Terima kasih kepada Kiyai Yayan Nuryana sebagai penulis artikel ini semoga menjadi amal baik…
Kepala KUA sebagai wali hakim dalam Pelaksanaan wali adhol jarang terjadi, karena itu Artikel ini sangat membantu sebagai reperensi literasi sebagai dasar dalam melaksanakan tupoksinya…
Terima kasih kepada Kiyai Yayan Nuryana sebagai penulis artikel ini semoga menjadi amal baik…