AMAR MA’RUF NAHYI MUNKAR
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh
اَلْحَمْدُ لِلّهِ الَّذِىْ جَعَلَنَا مُسْلِمِيْنَ. وَاَيــَّدَنَا بِالْقُرْآنِ هُدًى وَّبـُـشْرَى لِلْمُؤْمِنِيْنَ. الَّذِيْنَ يُقِــيْمُونَ الصَّلاَةَ وَيُؤْتُوْن َالزَّكَاةَ وَهُمْ باِْلآخِرَةِ هُمْ يُوْقِنُوْنَ. اَشْهَدُ اَنْ لاَّ اِلهَ اِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، الْمَلِكُ الْحَقُّ الْمُبِيْنُ. شَهَادَةً تُنْجِىْ قَائِلَهَا مِنْ اَهْوَالِ يَوْمِ يُبْعَثُوْنَ. وَاَشْهَدُ اَنَّ سَيِّدَنَا وَنَبِيَّنَا وَمَوْلاَناَ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، صَادِقُ الْوَعِدْ اْلاَمِيْنِ. اللّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبــَارِكْ عَلَـيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ اَجْمَعِيْنَ. صَلاَةً وَسَلاَمًا دَائِمَيْنِ مُتَلاَزِمَيْنِ كُلَّمَا ذَكَرَهُ الذَّاكِرُوْنَ وَغَفَلَ عَنْ ذِكْرِهِ الْغَافِلُوْنَ. اَيــُّهَا الْمُؤْمِنُوْنَ رَحِمَكُمُ اللهُ! اِتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ اِلاَّ وَاَنْـتُمْ مُسْلِمُوْنَ.
Hadirin yang dirahmati Allah
Segala puji hanya milik Allah, Tuhan seru sekalian alam, yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Salawat dan salam sejaherta semoga senantiasa tercurah ke haribaan baginda Rasulullah Muhammad SAW, kepada keluarga, sahabat dan seluruh umatnya, termasuk kita sekalian yang senantiasa mengikuti jejak langkahnya dan mentaati ajarnnya.
Hadirin yang dirahmati Allah
Apabila kita menelaah sejarah perjalanan agama, khsusunya agama Islam, yang dibawa sejak zaman Nabi Adam as hingga Nabi Muhammad SAW, kita akan melihat bagaimana perjuangan para nabi itu dan para pengikutnya dengan penuh kegigihan memperjuangkan serta mempertahankan keimanan mereka.
Nabi Adam as sampai harus berpisah dengan istrinya selama berpuluh tahun demi mempertahankan keimanannya kepada Allah SWT. Nabi Nuh as sampai harus berlayar naik perahu dengan tidak tahu arah bersama umatnya yang beriman yang jumlahnya tidak lebih dari empat puluh orang, demi menyelamatkan keimannya. Nabi Ibrahim as sampai harus dibakar hidup-hidup oleh raja Namruz, karena Nabi Ibrahim istiqamah dengan keimanannya tidak mau bertuhankan selain kepada Allah SWT. Nabi Musa as sampai harus membelah lautan dengan membawa umat-umatnya karena diburu oleh Fir’aun dan tentaranya, demi untuk menyelamatkan keimanan dan keyakinannya. Nabi Isa as sampai tidak sempat berfikir untuk berkeluarga, demi untuk menyelamatkan keimanan dan keyakinannya karena terus-terusan berdakwah mengajak manusia untuk beribadah dan menyembah hanya kepada Allah SWT.
Nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya sampai harus terusir dari kota Mekkah tempat kelahirannya dan mengalami penderitaan yang luar biasa, demi mempertahankan keimanan dan keyakinan kepada Allah SWT. Dan masih banyak lagi kisah perjuangan para penegak kebenaran baik yang selamat maupun yang gugur demi mempertahankan keimanan dan keyakinannya kepada Allah SWT. Dan tentu saja kewajiban menyebarkan, mempertahankan, dan memperjuangkan aqidah islamiyah itu terus berlanjut sampai kepada kita sekalian selaku umat Nabi Muhammad SAW, dan tugas itu dinamakan dakwah atau amar ma’ruf nahy munkar, menyeru kepada kebaikan dan mencegah dari kemunkaran.
Hadirin yang dirahmati Allah
Sebagai umat Islam, berdakwah merupakan kewajiban individu yang tidak boleh ditinggalkan. Dalam arti, kita mempunyai kewajiban untuk selalu mengajak manusia kepada kebaikan, menyeru manusia untuk berbuat kebajikan serta mencegah mereka dari segala bentuk kemunkaran dan kejahatan.
Allah SWT berfirman:
نَزَّلَ عَلَيْكَ الْكِتٰبَ بِالْحَقِّ مُصَدِّقًا لِّمَا بَيْنَ يَدَيْهِ وَاَنْزَلَ التَّوْرٰىةَ وَالْاِنْجِيْلَۙ
Kamu wahai seluruh umat Muhammad dari generasi ke generasi berikutnya, sejak dahulu dalam pengetahuan Allah adalah umat yang terbaik karena adanya sifat-sifat yang menghiasi diri kalian, umat yang dikeluarkan, yakni diwujudkan dan ditampakkan untuk manusia seluruhnya sejak Adam hingga akhir zaman. Ini adalah karena kalian yang terus menerus tanpa bosan menyuruh kepada yang ma’ruf, yakni apa yang dinilai baik oleh masyarakat selama sejalan dengan nilai-nilai Ilahi, dan mencegah dari yang munkar, yakni yang bertentangan dengan nilai-nilai luhur, dan karena kalian beriman kepada Allah dengan iman yang benar, sehingga atas dasarnya kalian percaya dan mengamalkan tuntunan-Nya dan tuntunan rasul-Nya, serta melakukan amar ma’ruf dan nahy munkar itu sesuai dengan cara dan ketentuan yang diajarkannya.
Bahkan dalam sebuah haditsnya Rasulullah SAW dengan tegas menyerukan:
يــَا اَيــُّـهَا الــنَّاسُ مُرُوْا بِالْمَعْرُوفِ وَانـــْهَوْا عَنِ الْمُنْكَرِ قَــبْلَ اَنْ تَدْعُوا اللهَ فَلاَ يَسْتَجِيْبُ لَكُمْ، وَقَــبْلَ اَنْ تَسْتَغْفِرُوْهُ فَلاَ يَغْفِرُ لـَكُمْ. (رواه الطبرانى)
Wahai segenap manusia, menyerulah kepada yang ma’ruf dan cegahlah dari yang munkar, sebelum kamu berdo’a kepada Allah kemudian tidak dikabulkan, dan sebelum kamu memohin ampunan kemudian tidak diampuni. (HR. Thabrani)
Hadirin yang dirahmati Allah
Lantas siapa saja yang harus kita seru ke jalan Allah? Jawabannya adalah: Pertama, yang harus diseru pada kebaikan dan dicegah dari kemunkaran adalah diri kita sendiri. Sehingga Nabi SAW pernah bersabda: “ibda’ binafsika qabla an tad’uhu” – mulailah dari dirimu sendiri sebelum kamu menyeru orang lain. Sebab kebaikan yang diserukan itu tidak akan banyak memberi dampak positif – atau bahkan tidak sama sekali – apabila tidak diselaraskan dengan sikap, akhlak, dan contoh konkret dari si penyeru sendiri. Bahkan al-Quran dengan tegas mengatakan sikap orang-orang yang pandai menyuruh berbuat kebaikan kepada orang lain sementara dirinya sendiri enggan melakukannya sebagai orang yang tidak berakal.
۞ اَتَأْمُرُوْنَ النَّاسَ بِالْبِرِّ وَتَنْسَوْنَ اَنْفُسَكُمْ وَاَنْتُمْ تَتْلُوْنَ الْكِتٰبَ ۗ اَفَلَا تَعْقِلُوْنَ
Mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan) kebaktian, sedang kamu melupakan diri (kewajiban) mu sendiri, Padahal kamu membaca Al kitab (Taurat)? Maka tidaklah kamu berpikir?. (QS. Al-Baqarah 2:44)
Bukan hanya itu, Allah SWT memaklumkan kemurkaannya kepada orang-orang yang hanya pandai menggurui orang lain sementara dirinya sendiri diabaikan, sebagaimana firman-Nya:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لِمَ تَقُوْلُوْنَ مَا لَا تَفْعَلُوْنَ كَبُرَ مَقْتًا عِنْدَ اللّٰهِ اَنْ تَقُوْلُوْا مَا لَا تَفْعَلُوْنَ
Wahai orang-orang yang beriman, kenapakah kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan. (QS. ash-Shaf: 2-3)
Hadirin yang dirahmati Allah
Kedua, yang harus menerima seruan dakwah adalah keluarga – anak, istri atau suami, saudara, dan kerabat dekat. Sebagaimana yang diperintahkan secara langsung oleh Allah SWT:
وَاَنْذِرْ عَشِيْرَتَكَ الْاَقْرَبِيْنَ ۙ
Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat. (QS. as-Syu’ara: 214). Islam memandang rumah tangga sebagai amanah yang harus dijaga dengan sebaik-baiknya. Istri merupakan amanah suami, demikian pula sebaliknya. Begitu pula dengan anak-anak, mereka adalah anugerah besar sekaligus amanah sebagai ujian dari Allah SWT.
Islam juga memandang setiap anggota keluarga sebagai pemimpin dalam kedudukannya masing-masing. Sebagaimana disampaikan oleh Rasulullah SAW: “Setiap kamu adalah pemimpin, dan setiap kamu akan ditanya tentang kepemimpinannya. Seorang imam adalah pemimpin bagi kaumnya, maka dia akan ditanya tentang kepemimpinannya. Seorang suami adalah pemimpin dalam keluarganya, maka dia akan ditanya atas kepemimpinannya. Seorang istri adalah pemimpin di rumah suaminya, maka dia akan ditanya atas kepemimpinannya. Seorang pembantu adalah pemimpin atas harta majikannya, maka dia akan ditanya atas kepemimpinannya. Dan setiap diri adalah pemimpin atas dirinya, maka dia akan ditanya atas kepemimpinannya”. (HR. Bukhari-Muslim)