7Sepanjang sejarahnya, hukum keluarga di Indonesia telah mengalami pasang surut seirama dengan pasang surut perjuangan kemerdekaan negara Republik
6 M. Daud Ali, Hukum Islam dan Peradilan Agama, Jakarta: Rajawali Pers, 1997, hlm. 92.
7 Arifin, Bustanul, Pelembagaan Hukum Islam di Indonesia Akar Sejarah, Hambatan dan Prospeknya, Jakarta: Gema Isa
Indonesia pada zaman penjajahan Barat. Ada pun masa Kerajaan Islam di Pulau Jawa yang berlangsung tahun 1613-1882, al-ahwal al-syakhsyiyyah atau yang memiliki pengertian hukum keluarga, dapat menunjukan realitas sosial dalam pelaksanaanya dengan diterimanya norma-norma sosial Islam sebagian oleh penduduk Nusantara secara damai. Hukum keluarga Islam sebagai hukum yang bersifat mandiri menjadi satu kenyataan yang hidup dalam masyarakat Indonesia, karena kerajaan-kerajaan Islam yang berdiri di Indonesia telah melaksanakannya dalam kuasanya masing- masing.
8Kerajaan Samudra Pasai di Aceh Utara yang berdiri pada abad ke 13 M menganut hukum Islam Mazhab Syafi’i. Ada pun ketika abad 15 dan 16 M di pantai utara Jawa, terdapat Kerajaan Islam, seperti Kerajaan Demak, Jepara, Tuban, Gresik dan Ngampel. Fungsi memelihara agama ditugaskan kepada penghulu serta para pegawainya yang bertugas melayani kebutuhan masyarakat di bidang peribadatan dan segala urusan yang termasuk dalam hukum keluarga / perkawinan. Sehingga sesuai konteks Indonesia dimana sebuah negara telah melakukan pembaruan dalam hukum keluarga Islam. Secara historis, pembaruan hukum perkawinan Islam di Indonesia dapat dibagi dalam tiga periode yaitu: (1) pra penjajajahan; (2) masa penjajahan; dan
(3) masa kemerdekaan (masa Orde Lama, Orde Baru, dan masa reformasi). Dalam periode periode-periode tersebut hukum keluarga Islam mengalami terjadinya perubahan dan pembaruan. Adapun secara sejarah, hukum Islam sendiri telah menjadi hukum positif yang sudah lama seperti halnya bidang hukum keluarga. Adapaun dalam pelaksanaanya hukum keluarga telah terjadi Sejak zaman penjajahan sampai sekarang besumber dari hukum Islam serta diikuti dan hidup di tengah-tengah mayoritas rakyat Indonesia.
2. Dinamika Pembaharuan Hukum Keluarga Islam di Indonesia
Indonesia meski tidak tergolong negara Islam, yang mayoritas berpenduduk muslim, adanya suatu upaya pembaharuan hukum keluarga ini tidak terlepas dari munculnya para pemikir-pemikir reformis muslim, baik dari tokoh luar negeri maupun dalam negeri. Dari luar negeri bisa disebutkan antara lain Rifa’ah alTahtawi
8 Hamka, Sejarah Umat Islam Jilid II, Jakarta: Bulan Bintang, 1976, hlm. 53.
(1801-1874), Muhammad Abduh (1849-1905), Qasim Amin (1863-1908), dan Fazlur Rahman (1919-1988). Sedang tokoh dari reformis muslim nasional antara lain ada sejumlah tokoh-tokoh pembaharu yang ada di Indonesia, seperti, Hazairin dengan “Fiqh Mazhab nasional”, Munawir Syadzali dengan “Reaktualisasi Ajaran Islam”, Abdurrahman Wahid dengan “Pribumisasi Islam”, Sahal Mahfudz dengan “Fiqh Sosial” dan Masdar F. Mas’udi dengan “Agama Keadilan”.
Sehingga dapat di perhatika uraian di atas bahwa pembaharuan hukum keluarga Islam yang terjadi di Indonesia telah terjadi dalam kurun waktu yang cukup lama dan terus berproses sesuai kondisi dan situasi juga tuntutan zaman yang telah dilalui. Hal ini disebabkan karena norma-norma yang terkandung dalam kitab-kitab fiqh tidak cocok atau sudah tidak mampu lagi memberi solusi atau jawaban terhadap masalah-masalah baru yang terjadi khususnya dalam bidang hukum keluarga.
3. Kilas Balik Pembaruan Hukum Keluarga Islam di Indonesia
Secara historis, hukum keluarga Islam muncul kepermukaan bermula dari diakuinya peradilan agama secara resmi sebagai salah satu pelaksana 9 “judicial power” dalam negara hukum melalui Pasal 10 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan- Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman sebagaimana yang dirubah dengan Undang- Undang Nomor 35 Tahun 1999 terakhir dirubah dengan Undanh-Undang Nomor 48 Tahun 2009. Lebih lanjut, kedudukan, kewenangan atau yurisdiksi dan organisatorisnya telah diatur dan dijabarkan dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama, yang dirubah dengan Undang- Undang Nomor 3 Tahun 2006, yang mempunyai kewenangan mengadili perkara tertentu: (1) perkawinan, (2) waris, (3) wasiat, (4) hibah, (5) wakaf, (6) infaq, (7) shadaqah, (8) zakat dan (9) ekonomi syari‟ah, bagi penduduk yang beragama Islam. Kenyataan eksisten pengadilan agama belum disertai perangkat serta sarana hukum positif yang menyeluruh, juga berlaku secara unifikasi sebagai rujukan. Meskipun hukum materiil yang menjadi yurisdiksi pegadilan agama sudah dikodifikasi dalam Undang- Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan aturan pelaksanaannya melalui Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975, tetapi pada
9 judicial power” dalam negara hukum melalui Pasal 10 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan- Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman
dasarnya hal- hal yang diatur di dalamnya baru merupakan pokok- pokok saja. Akibatnya, para hakim yang seharusnya mengacu pada undang-undang, kemudian kembali merujuk kepada doktrin-doktrin yang tertuang dalam kitab fiqh klasik. Maka tidak heran terdapat perbedaan putusan hukum antar pengadilan agama tentang persoalan yang sama adalah suatu hal yang dapat dimaklumi, sebagaimana ungkapan 10 different judge different sentence. Dari realitas di atas, Pemerintah kemudian berinisiatif melengkapi pengadilan agama dengan prasarana hukum yang unifikatif lewat jalan pintas berupa Kompilasi Hukum Islam.
4. Faktor-faktor Penyebab Pembaruan Hukum Keluarga di Indonesia
11Menurut para pakar hukum Islam di Indonesia, pembaharuan hukum Islam yang terjadi saat ini disebabkan oleh beberapa faktor, termasuk di dalamnya hukum keluarga.
- Untuk mengantisipasi kekosongan hukum karena norma-norma yang terdapat dalam kitab- kitab fiqih tidak mengaturnya, sedangkan kebutuhan masyarakat terhadap hukum terkait masalah yang baru terjadi sangat mendesak untuk diterapkan;
- Pengaruh globalisasi dan IPTEK sehingga perlu ada aturan hukum yang mengaturnya, terutama masalah-masalah yang belum ada aturan hukumnya;
- Pengaruh reformasi berbagai bidang yang memberikan peluang terhadap hukum Islam untuk bahan acuan dalam membuat hukum nasional;
- Pengaruh pembaharuan pemikiran hukum Islam yang di laksanakan oleh para
mujtahid baik tingkat internasional ataupun nasional.
Pembaharuan hukum keluarga Islam di Indonesia disebabkan karena adanya perubahan kondisi, tempat dan waktu karena faktor-faktor di atas. Perubahan ini sesuai dengan teori qaul qadim dan qaul Jadid yang dikemukakan oleh Imam Syafi’i bahwa hukum juga dapat berubah karena perubahan dalil-dalil hukum yang berlaku pada peristiwa tertentu dalam pelaksanaan maqâsyid syari’ah. Dari uraian di atas
10 Cik Hasan Bisri, Kompilasi Hukum Islam dan Peradilan Agama dalam Sistem Hukum Nasional, Jakarta: Logos, 1999, hlm. 17.
11 Abdul Manan, Reformasi Hukum Islam, Cet. I; Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006, hlm. 154.