- Dukungan Kebijakan/Regulasi
Putusan Mahkamah Konstitusi sebagaimana tersebut di atas dilatarbelakangi oleh adanya tuntutan persamaan hak dan perlindungan hukum terhadap anak yang dilahirkan dari pernikahan yang tidak tercatat. Kebutuhan persamaan hak dan perlindungan hukum terhadap anak di era reformasi membawa pengaruh besar terhadap perubahan peraturan perundangan-undangan. Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 adalah perubahan Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindugan Anak dan Undang-Undang No. 24 Tahun 2013 adalah perubahan Undang-Undang No. 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan. Perubahan pasal-pasal kedua undang-undang tersebut adalah pasal-pasal yang berkaitan dengan status anak dan hubungannya dengan orang tuanya, mulai pengangkatan, pengakuan maupun pengesahan anak.
Kedua perubahan undang-undang tersebut di atas sebagai landasan hukum (legal standing) terhadap persamaan hak dan perlindungan hukum terhadap semua anak tidak terkecuali anak yang dilahirkan akibat pernikahan tidak tercatat. Wujud dari perlindungan hukum terhadap anak diawali dengan memberikan akta kelahiran. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Pasal 27 ayat (1) menyatakan Identitas diri setiap Anak harus diberikan sejak kelahirannya dan ayat (2) Identitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam akta kelahiran.
Akta kelahiran tidak dapat dimaknai hanya sebatas dokumen administrasi belaka tetapi akta kelahiran merupakan manifestasi terhadap persamaan hak dari perlindungan hukum sebagai bagian dari Hak Asazi Manusia. Selain itu, akta kelahiran merupakan bukti awal kewarganegaraan dan identitas diri pertama yang dimiliki anak. Didalamnya memuat hubungan hukum antara anak dengan orang tuanya secara hukum. Karenanya, dengan akta kelahiran, hak-hak anak yang telah dijamin dalam peraturan perundang-undangan akan terwujud sebagaimana pasal 54 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Namun, secara sosiologis masih banyak ditemukan anak-anak yang tidak mempunyai akta kelahiran. Fakta sosial ini dipengaruhi oleh banyak hal diantaranya orang tua yang lalai untuk membuatkan anaknya akta kelahiran, tidak terpenuhinya syarat untuk membuat akte kelahiran atau adanya kesalahan redaksional pada akta kelahiran yang telah diterbitkan serta adanya akta kelahiran yang hanya mencantumkan anak ibu dari pernikahan tidak tercatat. Fenomena akta kelahiran karena sebab pernikahan tidak tercatat tersebut memunculkan persoalan sendiri. Walaupun anak telah memiliki akta kelahiran, namun tidak mencantumkan ayahnya sebagai orang tua sah akan menghilangkan asal-usul anak. Karenanya, hak-hak anak akan terabaikan dan berpotensi melalaikan kewajiban ayahnya sebagai orangnya.
Fenomena-fenomena sosial ini, menimbulkan persoalan tersendiri. Karenanya, pemerintah mengeluarkan Permengadri No. 9 Tahun 2016 tentang Percepatan Peningkatan Cakupan Kepemilikan Akta Kelahiran yang kemudian diubah dengan Permengadri No. 108 Tahun 2019. Dalam peraturan ini menetapkan empat format akta kelahiran yang berlaku dimana sebelumya hanya ada dua format akta kelahiran. Keempat format akta kelahiran tersebut disebabkan karena empat hal yaitu Kawin Tercatat, Kawin tidak Tercatat (nikah sirri/Perkawinan bawah tangan), Orang Tua Anak tidak Kawin dan Orang Tua Anak tidak diketahui. Oleh sebab itu kempat format akta kelahiran harus memuat keterangan selanjutnya menerangkan status perkawinan dan asal-usul/orang tuanya.
-
- Kawin Tercatat
Akta kelahiran yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat perkawinan yang sah secara agama dan tercatat. Di dalam akta kelahiran memuat nama kedua orangnya.
-
- Kawin tidak Tercatat (nikah sirri/Perkawinan bawah tangan)
Akta kelahiran yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat perkawinan belum tercatat sesuai perundang-undangan tetapi pada KK menunjukkan perkawinan sebagai suami-isteri. Akta kelahiran ini memuat nama kedua orang tuanya dengan tambahan frasa perkawinan tersebut belum tercatat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
-
- Orang Tua Anak tidak Kawin
Akta Kelahiran Anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat perkawinan belum tercatat sesuai perundang-undangan dan status hubungan dalam keluarga pada Kartu Keluarga tidak menunjukkan perkawinan sebagai suami-isteri. formulasi kalimat di dalamnya hanya memuat anak yang dilahirkan dari yang melahirkan (ibu).
-
- Orang Tua Anak tidak diketahui
Akta Kelahiran Anak yang tidak diketahui asal usulnya atau keberadaan orang tuanya. Di dalamnya sama sekali tidak memuat asal-usul dan nama orang tuanya.
Permengadri ini dilandasi oleh Perpres tentang Persyaratan dan Tata Cara Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil. Pasal 79 menetapkan bahwa perbuatan hukum berupa perkawinan (nikah sirri/Perkawinan bawah tangan) atau perceraian yang belum tercatat sebelum Peraturan Presiden tersebut berlaku dapat diterbitkan KK karena perubahan. Artinya pemberlakuan frasa perkawinan yang belum tercatat tidak berlaku pada KK terbitan baru atau perkawinan dan perceraian setelah Peraturan Presiden tersebut berlaku. Disebutkan dalam pasal 33-34 Perpres tersebut bahwa akta pencatatan kelahiran dilakukan berdasarkan surat pernyataan tanggung jawab mutlak (SPTJM) atas kebenaran data dengan diketahui oleh 2 (dua) orang saksi jika (a) tidak memiliki surat keterangan kelahiran; dan atau (b) tidak memiliki buku nikah/kutipan akta perkawinan atau bukti lain yang sah tetapi status hubungan dalam KK menunjukan sebagai suami istri.
Penerbitan KK atau akta kelahiran karena perubahan merupakan kewenangan Dispendukcapil yang dilandasi oleh Perpres dan Permengadri tersebut. Perubahan dilakukan setelah dilakukan pembatalan terlebih dahulu terhadap KK sebagaimana diatur dalam pasal 38 dan akta kelahiran sebagaimana pasal 89 Permengadri No. 108 Tahun 2019. Kewenangan pembatalan tersebut diberikan kepada Dispendukcapil baik dengan penetapan pengadilan atau tanpa penetapan pengadilan/Contrarius Actus. Pembatalan tanpa penetapan pengadilan/Contrarius Actus yang dilakukan terhadap dokumen kependudukan sebagaimana diatur dalam pasal 38 dan 89 Permengadri tersebut dan menerbitkan kembali dokumen kependudukan setelah dilakukan pembetulan.
Peraturan perundang-undangan tersebut di atas adalah bagian dari kebijakan yang bersifat afirmasi. Kebijakan afirmatif tersebut merupakan suatu kebijakan hukum yang bertujuan untuk memberikan kesempatan yang sama kepada kelompok yang rentan administrasi kependudukan. Oleh sebab itu, semua masalah yang berkaitan dengan akta kelahiran dan segala persoalnya yang terjadi di masyarakat dapat segera terselesaikan dengan kebijakan hukum afirmatif tersebut. Sampai batas waktu yang belum ditentukan dalam perundang-undangan tersebut, kedepan tidak ada lagi persoalan-persoalan yang berkaitan dengan akta kelahiran sebagai kewajiban bagi setiap anak untuk memperoleh hak-hak hukumnya.
Namun kebijakan hukum afirmatif ini tidak dapat menyelesaikan kompleksitas persoalan akta kelahiran, mengingat dokumen kependudukan berpedoman pada status dan hubungan antara pihak-pihak yang tercantum dalam kartu kelurga. Artinya kebijakan afirmatif ini hanya dapat dilakukan pada perkawinan atau perceraian tidak tercatat sebelum Perpres No. 96 Tahun 2018 berlaku dan tidak berlaku pada perkawinan atau perceraian yang baru. Demikian pula, kebijakan afirmatif ini tidak berlaku pada persoalan akta kelahiran bagi anak yang orang tunya sudah lama meninggal dan sudah terhapus di dalam kartu keluarga atau orang tuanya kawin belum tercatat kemudian cerai belum tercatat. Dalam konteks ini penyelesaian yang harus ditempuh adalah dengan itsbat nikah atau itsbat nikah akumulasi cerai talak/gugat di pengadilan.
Kedua faktor tersebut pembahasan diatas, menjadi landasan untuk memberlakukan akta kelahiran secara mutlak sebagai salah satu syarat dalam pendaftaran/pemberitahuan kehendak nikah di KUA Kecamatan. Adanya akta kelahiran merupakan manifestasi dari Hak Asazi Manusia (HAM). Aspek HAM harus menjadi dasar dalam setiap pembentukan peraturan perundang-undangan.Tentunya tidak benar jika memaknai adanya akta kelahiran sebagaimana Pasal 4 Permenag 30 Tahun 2024 sebatas kelengkapan administrasi. Dalam pasal 4 Permenag tersebut memang tidak secara detail menyebutkan keempat format akta kelahiran, namun tidak dapat dimaknai semata-mata hanya sebatas keberadaanya. Namun, penjelasan secara detail ketentuan akta kelahiran sebagaiamana pasal 4 tersebut harus merujuk pada peraturan perundang-undangan yang mengatur akta kelahiran yaitu Permengadri No. 108 Tahun 2019 tentang Peraturan Pelaksanaan Peraturan Presiden Nomor 96 Tahun 2018 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil