Menikahi Wanita Hamil Karena Zina dalam Perspektif Hukum Islam

Menikahi Wanita Hamil Karena Zina dalam Perspektif Hukum Islam

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

  1. Penutup
  2. Kesimpulan

Dalam kasus seorang wanita telah berbuat zina dan hamil dari perbutannya tersebut, kemudian ia menikah dengan laki-laki yang menghamili itu, maka mayorits fuqoha pun berpendapat boleh dan sah pernikahan mereka dalam hukum syari’at islam.

Dalam kasus seorang wanita telah berbuat zina dan hamil karena perbuatannya, tetapi dia akan menikah  dengan laki-laki lain, dalam hal ini ada perbedaan pendapat dikalangan mazhab dan ulama Islam. Mazhab Hanafimemandang dan berpendapat boleh pernikahan tersebut dilakukan , tetapi mereka tidak boleh melakukan hubungan suami istri, sampai bayinya lahir. Larangan ini seperti dalam hadis nabi.  “tidak halal lagi bagi seorang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, menuangkan air bibitnya pada tanaman orang lain”.

Mazhab Syafi’i berpendapat nikahnya dibolehkan dan berhubungan suami isteri ( Watha’) juga dibolehkan. Berbeda dengan mazhab Maliki dan Hanbali Nikah tidak boleh apalagi berhubungan suami isteri (Watha’).

Dalam kasus wanita tersebut menikah bukan dengan pria yang menghamilinya, Imam Muhammad bin Al- Hasan Al- Syaibani mengatakan bahwa perkawinannya itu sah tetapi haram baginya bercampur, selama bayi yang dikandungnya belum lahir.

  1. Saran

Dalam penulisan makalah ini penulis  menyadari banyak terdapat kekurangan dan kealfaaan, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari Pembaca sehingga Artikel ini bisa mendekati kesempurnaan. Amin Ya Rabbal ‘Alamin

Penulis :

Nama                : HERIZAL, S. Ag.,M.A

NIP                   : 197903222005011005

Pangkat/Gol   : Pembina Utama Muda, IV/c

Jabatan            : Penghulu Ahli Madya (Kepala KUA)

Tempat Tugas : KUA Depati Tujuh Kerinci Jambi

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Kementerian Agama RI, Al Qur’an dan Terjemahnya,(2012) Jakarta : Sinergi Pustaka Indonesia

 

Ibnu Hajar Al Haitami, Fatawa Kubro (Bab Kitabun nikah),

 

Ahmad Rofik, Hukum Islam Di Indonesia, (1998) Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada

 

Ali Hasan, Masailul Fiqhiyah Al-Haditsah, Cet. II, (1997) Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada

 

Masjfuk Zuhdi, Masa’il Fiqhiyah Kapita Selekta Hukum Islam, (2007) Jakarta: Amzah

 

Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam Di Indonesia, (1992)  Jakarta : Akademia Pressindo

 

Muhammad Baqir Al-Habsyi, Fiqih Praktis, menurut Al-Qur’an, As-Sunnah dan pendapat para ulama,(2002) Bandung: Mizan

 

[1]Kementerian Agama RI, Al Qur’an dan Terjemahnya, (Sinergi Pustaka Indonesia : 2012), h. 388

[2]Ahmad Rofik, Hukum Islam Di Indonesia, ( Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada :1998 ), h. 165

 

[3]Kamal Mukhtar, Asas – asas Hukum Islam Tentang Perkawinan, (Jakarta : Bulan Bintang, 1974), h. 1

  [4]Ali Hasan, Masailul Fiqhiyah Al-Haditsah, Cet. II, ( Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 1997 ), h. 85

 

[5] Kementerian Agama RI, Al Qur’an dan Terjemahnya, h. 572

[6]Kementerian Agama RI, Al Qur’an dan Terjemahnya, h. 488

[7]Ali Hasan, Masailul Fiqhiyah Al-Haditsah, h. 87

[8]Masjfuk Zuhdi, Masa’il Fiqhiyah Kapita Selekta Hukum Islam, (Jakarta: Amzah, 2007), h. 145

[9]Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam Di Indonesia, ( Jakarta : Akademia Pressindo, 1992) h. 7

[10]Kementerian Agama RI, Al Qur’an dan Terjemahnya, h. 766

[11]Muhammad Baqir Al-Habsyi, Fiqih Praktis, menurut Al-Qur’an, As-Sunnah dan pendapat para ulama,(Bandung: Mizan,2002), h. 28

[12]Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam Di Indonesia, h. 26

Comments

No comments yet. Why don’t you start the discussion?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *