A. PENDAHULUAN

Perkawinan merupakan salah satu faktor utama dalam kehidupan masyarakat yang sempurna. Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri. Perkawinan adalah pintu gerbang menuju kehidupan keluarga, mempengaruhi anak-anak dan kehidupan masyarakat. Keluarga yang kuat dan baik merupakan syarat penting bagi kesejahteraan masyarakat dan kebahagiaan umat manusia pada umumnya. (Malisi, 2022).

Tujuan perkawinan muslim adalah untuk memenuhi kebutuhan manusia (laki- laki ke perempuan atau sebaliknya) agar tercipta rumah tangga yang bahagia menurut syariat Islam (Susiatik et al., 2022). Berdasarkan ungkapan tersebut, pasangan idaman memiliki kehidupan bahagia yang dilandasi cinta. Nyatanya, banyak pasangan dalam kehidupan keluarga yang tidak memiliki kebahagiaan dan kedamaian. Hal ini bisa terjadi karena pasangan tidak mampu mengatasi tantangan dan perubahan dalam pernikahan. Oleh karena itu, makalah ini akan membahas bagaimana menghadapi tantangan dan perubahan tersebut. Materi ini akan membahas tiga poin penting antara lain.

  1. Tantangan umum yang dihadapi dalam perkawinan
  2. Mengelola Perubahan Hidup, Karir, dan Keluarga
  3. Menjaga Kualitas dan Keharmonisan Perkawinan

B. PEMBAHASAN

1. Tantangan Umum yang Dihadapi dalam Perkawinan.

Susan Shapiro Barash, pakar hubungan dan penulis buku The Nine Phases of Marriage, (2012) menjelaskan ada tiga tantangan utama dalam pernikahan; yaitu keuangan, keluarga dan anak. Tantangan pertama adalah finansial. Banyak pasangan yang sudah membahas keuangan sebelum menikah karena mereka menyadari pentingnya masalah ini saat menyepakati dalam hubungan pernikahan. Namun, apakah pasangan sering membicarakan keuangan saat berpacaran atau wanita sering membicarakan dengan suami saat menikah, menurut Susan, keuangan masih menjadi masalah besar dalam berumah tangga. Sebagian besar pasangan mengelola keuangan mereka dengan memisahkan rekening bank untuk menyimpan pendapatan masing-masing dan membuat rekening bersama untuk pengeluaran rumah tangga, pendidikan anak atau liburan keluarga. Susan menyarankan untuk memulai percakapan keuangan tanpa tersinggung, dengan masing-masing pasangan bersikap fleksibel. Misalnya, salah satu dari Anda sedang menghadapi masalah di tempat kerja, seperti perampingan, sehingga Anda dan suami harus menyesuaikan diri dengan perubahan gaya hidup masing-masing.

Tantangan kedua adalah keluarga. Masalah kedua yang sering menjadi bahan pertengkaran rumah tangga adalah keluarga, terutama jika menyangkut orang tua dari pasangan kita. Ini masalah klasik. Apa yang terjadi ketika ibu mertua Anda terlalu terlibat dalam pekerjaan rumah tangga Anda, atau bagaimana Anda membagi waktu kunjungan satu sama lain, yang seringkali merupakan masalah perkawinan yang sensitif. Menurut Susan, suami istri harus lebih peka jika suami sangat dekat dengan saudara perempuan atau ibunya, meskipun kedekatan (atau ketergantungan?) ini membuat Anda tidak nyaman. Seberapa jauh Anda bisa mendorong batas untuk mendapatkan apa yang Anda inginkan dan suami Anda juga? Kuncinya ada pada komunikasi terbuka. Seringkali sulit bagi wanita untuk melakukan ini. Misalnya, Anda mungkin merasa tidak mampu mengasuh anak jika ibu mertua Anda selalu mengambil anak dari Anda. Namun, sebagai wanita, Anda merasa sulit untuk mengungkapkan ketidaksetujuan Anda dan memilih diam sambil cemberut sepanjang hari. Pria tidak bisa membaca pikiranmu. Oleh karena itu, sebaiknya Anda menyampaikan keberatan sekaligus mencari solusi yang tidak merugikan pihak manapun.

Tantangan ketiga adalah anak. Kita hidup dalam masyarakat yang mendambakan anak. Pasangan diharuskan memiliki anak; jika tidak, itu dianggap tidak lengkap. Kemudian saat memiliki anak, orang tua selalu menerapkan pendekatan overprotektif untuk menyesuaikan kebutuhan anaknya hingga ke detail terkecil. Padahal, pola asuh seperti ini bisa merusak hubungan Anda dengan suami. Masalah ini bisa berkembang ketika Anda dan suami memiliki perbedaan nilai dalam mengasuh anak. Misalnya, Anda ingin anak Anda bersekolah di sekolah internasional yang menggunakan bahasa asing, sedangkan suami Anda ingin anak Anda bersekolah di sekolah umum agar “damai”. Perbedaan keinginan ini mencerminkan bagaimana pernikahan Anda nantinya karena kehadiran anak benar-benar mengubah hubungan Anda. Untuk menghindari argumen ini, Anda harus mengakomodasi pandangan masing-masing.

2. Mengelola Perubahan Hidup, Karir dan Keluarga

Pilihan antara karir dan pekerjaan seringkali dibuat oleh pasangan atau istri. Untuk mengatur keseimbangan antara karir dan keluarga, ada tiga hal yang perlu diperhatikan, yaitu menetapkan prioritas, mengatur waktu yang tepat, dan menerapkan prinsip musyawarah mufakat.

Pertama tentukan prioritas. Misalnya, seorang wanita pekerja yang baru saja melahirkan ingin menyusui bayinya secara eksklusif, tetapi untuk mendapatkan promosi dia harus pergi ke luar negeri untuk berlatih. Sebagai seorang ibu, dia ingin bersama anaknya, tetapi sebagai seorang wanita dalam karirnya, dia ingin mencapai posisi yang tinggi. Untuk ini, pasangan harus menetapkan prioritas.

Kedua, kelola waktu Anda dengan baik. Hal ini dapat dilakukan dengan mengurangi aktivitas yang dapat mengurangi waktu istirahat, seperti menghabiskan waktu di internet dan ponsel. Sebaliknya, gunakan waktu tersebut untuk melakukan aktivitas bersama anggota keluarga. Misalnya, membantu orang tua menyiapkan makan malam, bercerita dengan anak di malam hari dan menjelang tidur, atau sekadar mengobrol dengan pasangan.

Ketiga, menerapkan prinsip musyawarah. Untuk memecahkan masalah atau mengambil keputusan dalam keluarga diperlukan prinsip musyawarah agar membuahkan hasil yang maksimal. Memang asas musyawarah membuat keputusan tidak sepihak karena telah dipertimbangkan dan diterima oleh kedua belah pihak.

3. Menjaga Kualitas dan Keharmonisan Perkawinan

Menjaga kualitas dan keharmonisan perkawinan dapat dilakukan dengan beberapa cara, antara lain dengan (1) menjalin komunikasi yang baik, (2) saling terbuka dan bersikap jujur, (3) sering bertukar cerita, dan (4) menghindari sikap egois dan emosional.

Pertama, menjalin komunikasi yang baik. Dalam sebuah keluarga, komunikasi yang baik sangat penting untuk menciptakan keharmonisan, mulai dari komunikasi antara suami istri, ayah dan anak, ibu dan anak, hingga saudara kandung. Komunikasi adalah cara terbaik untuk menyampaikan perasaan dan mengungkapkan apa yang dirasakan seseorang. Komunikasi akan menghindari kesalahpahaman karena apa yang disampaikan juga jelas, tidak ada dugaan. Komunikasi yang baik ini harus dilakukan oleh seluruh anggota keluarga agar terasa harmonis. Jika seseorang tidak melakukannya, akan mudah untuk bertengkar.

Kedua, terbuka dan jujur. Kebohongan seringkali menjadi alasan mengapa suatu hubungan bermasalah. Begitu pula dalam keluarga, kebohongan bisa menjadi penyebab pertengkaran antara suami istri atau antara orang tua dan anak. Selain itu, terus berbohong mengarah pada ketidakpercayaan yang berkelanjutan, yang dapat berdampak negatif pada banyak hal. Inilah yang membuat kejujuran dan keterbukaan dalam dewan keluarga yang harmonis harus dilakukan oleh semua anggota keluarga. Seserius apapun situasinya, kejujuran dan keterbukaan lebih baik karena anggota keluarga lainnya akan merasa dipercaya. Selain itu, permasalahan yang timbul dapat diselesaikan bersama.

Ketiga, sering bertukar cerita. Seringkali, bertukar cerita tentang kehidupan sehari-hari satu sama lain, termasuk hal-hal kecil, dapat membuat Anda lebih terbuka dan jujur ketika sesuatu yang buruk atau penting terjadi pada salah satu dari Anda. Jika Anda terbiasa bercerita, Anda akan lebih berani dan mudah menceritakan banyak hal, bahkan hal-hal besar sekalipun. Berbagi cerita juga akan mendekatkan hubungan dan merasakan pentingnya kehadiran satu sama lain. Tidak perlu menunggu untuk ditanya, jika sudah bisa, mulailah dengan bercerita atau bertanya tentang kegiatan sehari-hari anggota keluarga lainnya.

Keempat adalah menghindari keegoisan dan emosional. Mengontrol emosi sangat penting ketika Anda memiliki masalah, baik itu masalah keluarga atau masalah pribadi. Berteriak atau bertindak egois hanya akan memperumit bahkan menambah masalah yang ada. Selain itu, jika tidak ada yang mampu mengendalikan emosinya, pertengkaran hebat bisa terjadi.

Kemarahan, frustrasi, atau emosi buruk lainnya adalah normal ketika terjadi kesalahan. Namun, tidak boleh dibiarkan terlalu lama dan harus diperiksa dengan cepat. Dengan kepala dingin, masalah akan lebih cepat dipikirkan solusinya. Dan yang terpenting jangan mengungkapkan perasaan tersebut dengan kekerasan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *