SIKAP MANUSIA TERHADAP AL-QURAN
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh
اَلْحَمْدُ لِلّهِ الَّذِىْ اَنْزَلَ السَّكِيْنَةَ فِىْ قُلُوبِ الْمُؤْمِنِيْنَ. اَشْهَدُ اَنْ لاَّ اِلهَ اِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ. شَهَادَةً تُنْجِىْ قَائِلَهَا مِنْ اَهْوَالِ يَوْمِ الدِّينِ. وَاَشْهَدُ اَنَّ سَيِّدَنَا وَمَوْلاَنــاَ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ الْمَبْعُوثُ رَحْمَةً لِلْعَالَمِيْنَ. اللّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَـيْهِ وَعَلَى آلِه وَصَحْبِهِ اَجْمَعِيْنَ. وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِاِحْسَانٍ اِلَى يَوْمِ يَقُوْمُ النَّاسُ لِرَبِّ الْعَالَمِيْنَ. اَمَّا بَعْدُ. مَعَاشِرَ الْمُسْلِمِيْنَ وَزُمْرَةَ الْمُؤْمِنِيْنَ رَحِمَكُمُ اللهُ. اِتَّقُوا اللهَ الَّذِىْ خَلَقَكُمْ مِنْ سُلاَلَةٍ مِنْ طِـيْنٍ. وَاذْكُرُوا اللهَ تَعَالَى كَثِيرًا لَّعَلَّكُمْ مِنَ اْلآمِنِيْنَ وَالْفَائِزِيْنَ.
Segenap puji dan syukur marilah kita panjatkan ke hadirat Allah SWT, yang telah memilih umat Muhammad ini sebagai umat pilihan dengan diturunkannya al-Quran, sebagai kitab penyempurna kitab-kitab suci sebelumnya yang diwahyukan kepada para Nabi sebelum Nabi Muhammad SAW.
Melalui firman-Nya Allah SWT menginformasikan waktu turunnya al-Quran sekaligus menjelaskan fungsi diturunkannya al-Quran itu sendiri:
شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِيْٓ اُنْزِلَ فِيْهِ الْقُرْاٰنُ هُدًى لِّلنَّاسِ وَبَيِّنٰتٍ مِّنَ الْهُدٰى وَالْفُرْقَانِۚ فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ ۗوَمَنْ كَانَ مَرِيْضًا اَوْ عَلٰى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ اَيَّامٍ اُخَرَ ۗيُرِيْدُ اللّٰهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيْدُ بِكُمُ الْعُسْرَ ۖوَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللّٰهَ عَلٰى مَا هَدٰىكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُوْنَ
Bulan Ramadhan adalah bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al-Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). (QS. Al-Baqarah: 185)
Ma’asyiral-muslimin wa-zumratal-mukminin rahimakumullah
Allah SWT menurunkan al-Quran sebagai hudan linnas, petunjuk bagi manusia ila shiratin-mustaqim – ke jalan yang lurus, yakni al-Islam. Untuk apa manusia ditunjukkan kepada al-Islam? Agar manusia itu selamat baik di dunia maupun di akhirat. Karena sesuai dengan namanya, Islam adalah keselamatan, kedamaian, ketenteraman, dan kesejahteraan, baik bagi dirinya maupun orang lain yang ada di sekelilingnya. Maka bukan Islam apabila mempelopori kerusakan. Bukan Islam apabila menghendaki kehancuran. Bukan watak seorang muslim apabila kehadirannya menimbulkan keresahan. Dan bukan watak seorang muslim apabila keberadaannya memunculkan banyak persoalan. Tetapi Islam diturunkan sebagai agama yang rahmatan lil-‘alamin — rahmat bagi semesta alam yang mengembangkan toleransi bukan hanya ke dalam, ke sesama umat Islam, melainkan juga sikap toleransi keluar, kepada penganut agama lain.
Al-Quran juga diturunkan sebagai bayyinatin minal-huda wal-furqan, penjelasan tentang petunjuk itu dan pemisah antara yang hak dan batil, yang di dalamnya berisi tentang tatanan nilai dan aturan hidup manusia, agar manusia itu benar-benar menjadi manusia yang menyadari kedudukan dirinya sebagai hamba Allah serta memahami tugasnya sebagai khalifatullah fil-ardhi – wakil Allah di muka bumi yang bertugas mengatur, mengolah, dan mengelola sumber daya alam dengan sebaik-baiknya, sehingga menghasilkan manfaat sebanyak-banyaknya bagi kehidupan seluruh penduduk bumi. Di situlah harga diri manusia sebagai makhluk yang paling mulia, sebab jika tidak, maka jadilah ia seonggok daging bernyawa dan berjalan di muka bumi yang kehilangan harkat dan derajatnya sebagai makhluk mulia. Derajatnya disamakan dengan hewan, harkatnya disamakan dengan binatang, bahkan lebih hina dari itu.
Sebagaimana firman Allah di dalam al-Quran Surah al-A’raf:179:
وَلَقَدْ ذَرَأْنَا لِجَهَنَّمَ كَثِيْرًا مِّنَ الْجِنِّ وَالْاِنْسِۖ لَهُمْ قُلُوْبٌ لَّا يَفْقَهُوْنَ بِهَاۖ وَلَهُمْ اَعْيُنٌ لَّا يُبْصِرُوْنَ بِهَاۖ وَلَهُمْ اٰذَانٌ لَّا يَسْمَعُوْنَ بِهَاۗ اُولٰۤىِٕكَ كَالْاَنْعَامِ بَلْ هُمْ اَضَلُّ ۗ اُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْغٰفِلُوْنَ
Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka Jahannam) kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. mereka Itulah orang-orang yang lalai. (QS. al-A’raf:179)
Ma’asyiral-muslimin wa-zumratal-mukminin rahimakumullah
Pada dasarnya manusia adalah makhluk yang bertauhid, meyakini keesaan Allah. Al-Quran telah menginformasikan bahwa hal tersebut merupakan fitrah atau bawaan manusia sejak asal kejadiannya. Demikian dapat kita pahami dari firman-Nya dalam surah ar-Rum ayat 30:
فَاَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّيْنِ حَنِيْفًاۗ فِطْرَتَ اللّٰهِ الَّتِيْ فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَاۗ لَا تَبْدِيْلَ لِخَلْقِ اللّٰهِ ۗذٰلِكَ الدِّيْنُ الْقَيِّمُۙ وَلٰكِنَّ اَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُوْنَۙ
Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui. (QS. ar-Rum: 30)
Namun seiring dengan pengembaraannya di muka bumi, manusia menghadapi berbagai fenomena yang tidak jarang membuat manusia menjadi gelap mata. Terpesona dengan keindahan duniawi, akhirnya banyak manusia yang lupa diri. Tidak ingat lagi janji yang pernah diikrarkannya kepada Allah pada saat sebelum pengembaraannya di muka bumi ini. Sebagaimana yang diingatkan oleh Allah dalam firman-Nya:
وَاِذْ اَخَذَ رَبُّكَ مِنْۢ بَنِيْٓ اٰدَمَ مِنْ ظُهُوْرِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَاَشْهَدَهُمْ عَلٰٓى اَنْفُسِهِمْۚ اَلَسْتُ بِرَبِّكُمْۗ قَالُوْا بَلٰىۛ شَهِدْنَا ۛاَنْ تَقُوْلُوْا يَوْمَ الْقِيٰمَةِ اِنَّا كُنَّا عَنْ هٰذَا غٰفِلِيْنَۙ
Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka, dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): “Bukankah aku ini Tuhanmu?” Mereka menjawab: “Betul (Engkau Tuhan kami), kami menyaksikan”. (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: “Sesungguhnya Kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap (keesaan Tuhan) ini”. (QS. al-A’raf: 172)
Oleh karena itu, Allah turunkan kitab suci al-Quran yang merupakan way of life and rool of the game — pedoman hidup dan aturan main di dunia, agar manusia mampu melaksanakan perannya dengan sebaik-baiknya sesuai dengan skenario yang telah dirumuskan oleh Allah SWT tersebut. Agar manusia menyadari bahwa dunia ini adalah tempat persinggahan sementara, bukan tempat keabadian, mau atau pun tidak mau semuanya akan ditinggalkan.
Namun pada kenyataannya, tidak semua manusia sadar akan perannya itu. Bahkan sebagian dari mereka membantah, menolak, dan memberontak. Selebihnya merubah peran dirinya berdasarkan hawa nafsu yang disesuaikan dengan skenario setan. Mereka menjalankan alur cerita yang ditulis oleh tangan-tangan setan. Mereka menafikan Tuhan. Mereka ingkari perjanjian. Dan mereka abaikan scenario Tuhan yang tersusun dalam Al-Quran.