MENDIRIKAN SHALAT YANG KHUSYU’
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh
اَلْحَمْدُ لِلّهِ الَّذِىْ كَتَبَ الْفَرِيْضَةَ عَلَى الْمُؤْمِنِيْنَ خَمْسًا. كَمَا فِى قَوْلِهِ : اِنَّ الصَّلوةَ كَانَتْ عَلَى الْمُؤْمِنِيْنَ كِتَابـًا مَوْقُوتًا. اَشْهَدُ اَنْ لاَّ اِلهَ اِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ اِلـهً وَاحِدًا. وَاَشْهَدُ اَنَّ سَيِّدَنَا وَمَوْلاَناَ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ، الَّذِى لاَ يَنْطِقُ عَنِ الْهَوَى اِنْ هُوَ اِلاَّ وَحْيٌ يـُّـوْحَى.اللّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى هذَا الــنَّبِيِّ الْمُصْطَفَى. وَعَلَى آلِهِ وَاَصْحَابِهِ اَهْلِ الصِّدْقِ وَالْوَفَى. عِبَادَ اللهِ! اِتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ اِلاَّ وَاَنـْتُمْ مُسْلِمُونَ. وَاِذَا قُرِئَ الْقُرْآنَ فَاسْتَمِعُوْا لَهُ وَاَنْصِتُوْا لَهُ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ. وَاَنْ أَقِيمُوا الصَّلوةَ وَاتَّقُوهُ وَهُوَ الَّذِي اِلَــيْهِ تُحْشَرُونَ.
Segala puji hanya milik Allah, puji dengan sepenuh hati, akal, dan budi sebagaimana puji yang selayaknya dimiliki oleh Tuhan yang Maha Suci. Shalawat dan salam semoga tercurah kepada aktor penghulu alam Rasulullah SAW, dengan salawat yang bertahtakan rahmat serta keagungan, dan salam yang berhiaskan cinta dan kerinduan sehingga tidak bisa lagi dilukiskan dengan ungkapan, hanya air mata yang berlinang penuh pengharapan, semoga suatu hari Allah memperkenankan kita untuk suatu perjumpaan yang sarat dengan kebahagiaan.
Hadirin rahimakumullah
Dalam hadisnya Rasulullah SAW menyatakan bahwa Islam ditegakkan di atas lima dasar, satu di antaranya adalah shalat. Oleh karena itu, shalat adalah tiang agama. Barangsiapa menegakkan shalat, berarti dia telah menegakkan agamanya. Dan barangsiapa yang meninggalkan shalat, berarti ia telah meruntuhkan agamanya. Maka tegakkanlah shalat, karena yang pertama-tama diperhitungkan terhadap seorang hamba pada hari kiamat dari amal perbuatannya adalah shalat. Apabila shalatnya baik, maka dia beruntung dan bahagia, karena dianggap baik pula seluruh amalnya. Tetapi apabila shalatnya rusak, maka dia kecewa dan merugi, karena dianggap rusak pula seluruh amalnya.
Oleh karena itu, secara tegas al-Quran menyatakan: اَقِمِ الصَّلَوةَ dirikanlah shalat. Bukan hanya sekedar melaksanakan, tetapi menegakkan. Bukan hanya sekedar menunaikan kewajiban, tetapi shalat menjadi kebutuhan. Bukan sekedar pelaksanaan ibadah ritual yang dilandasi dengan keterpaksaan, tetapi shalat yang dilaksanakan dengan segenap pengharapan, rasa cinta, dan kerinduan kepada Allah, Tuhan penguasa semesta alam. Shalat yang dilandasi dengan ketulusan seorang hamba yang taat atas perintah Tuhannya. Bukan karena pamrih untuk mendapatkan surga, bukan pula karena ketakutan menjadi penghuni neraka. Shalat yang diniatkan lillahi Ta’ala, demi Allah Ta’ala. Yakni shalat yang akan menghantarkan kita kepada kebahagiaan, ketenangan, ketenteraman, serta keridhaan-Nya di dunia dan akhirat.
Allah SWT berfirman:
قَدْ اَفْلَحَ الْمُؤْمِنُوْنَ ۙ
Sesungguhnya berbahagialah orang-orang yang beriman. (QS. al-Mukminun:1). Kebahagiaan yang senantiasa diharapkan oleh setiap insan, yakni kebahagian sejati yang dilimpahi keridhaan Allah SWT. Lalu siapa dan bagaimanakah orang-orang yang beriman yang akan mendapatkan kebahagiaan itu?
الَّذِيْنَ هُمْ فِيْ صَلَاتِهِمْ خٰشِعُوْنَ
(Yaitu) orang-orang yang khusyu’ dalam shalatnya. (QS. al-Mukminun:2). Yakni orang-orang yang tunduk dan hatinya merasa tenteram dengan berdzikir kepada Allah. Sebagaimana juga Allah perintahkan pada ayat yang lain:
وَاسْتَعِيْنُوْا بِالصَّبْرِ وَالصَّلٰوةِ ۗ وَاِنَّهَا لَكَبِيْرَةٌ اِلَّا عَلَى الْخٰشِعِيْنَۙ
Mintalah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan shalat, dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat kecuali bagi orang-orang yang khusyu’. (QS. al-Baqarah: 45)
Hadirin rahimakumullah
Pada ayat ini, kita diperintahkan untuk menjadikan kesabaran dan shalat sebagai sarana untuk memohon pertolongan kepada Allah. Sabar adalah menahan diri dari sesuatu yang tidak berkenan di hati. Ia juga berarti ketabahan dalam menghadapi setiap persoalan. Imam Ghazali mendefinisikan sebar sebagai ketetapan hati dalam melaksanakan tuntutan agama menghadapi rayuan nafsu.
Secara umum kesabaran dapat dibagi dalam dua bagian pokok. Pertama, sabar jasmani – yaitu kesabaran dalam menerima dan melaksanakan perintah-perintah keagamaan yang melibatkan anggota tubuh, seperti sabar dalam melaksanakan ibadah haji yang mengakibatkan keletihan, atau sabar dalam membela dan memperjuangkan kebenaran, dan tentu saja sabar dalam mendirikan shalat yang khusyu’. Kedua, sabar rohani – yakni menyangkut kemampuan menahan kehendak nafsu yang dpat mengantar kepada keburukan, seperti sabar dalam menahan amarah, atau sabar menahan nafsu seksual yang bukan pada tempatnya.
Sedangkan “Shalat” dari segi bahasa adalah do’a, dan dari segi pengertia syari’at Islam adalah ucapan dan perbuatan tertentu yang diawali dengan takbiratul-ihram dan diakhiri dengan salam berdasarkan aturan-aturan yang telah ditetapkan oleh syara’. Shalat juga mengandung pujian kepada Allah atas limpahan karunia-Nya. Mengingat Allah dan karunia-Nya mengantar seseorang terdorong untuk melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya serta mengantarnya tabah dalam menerima cobaan atau tugas yang berat. Demikian shalat dapat membantu manusia untuk mengahadapi segala tugas dan bahkan petaka. Urgensi shalat seperti ini sangatlah berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu’.
Hadirin rahimakumullah
Pengertian khusyu’ dalam shalat adalah kondisi hati yang penuh dengan ketakutan, mawas diri dan tunduk pasrah di hadapan Allah SWT, kemudian semua itu membekas dalam gerak-gerik anggota badan yang penuh khidmat dan konsentrasi dalam shalat, bila perlu menangis dan memelas kepada Allah SWT, sehingga tidak memperdulikan lagi hal lain. Dengan demikian, kekhusyu’an dalam shalat bukanlah sekedar kemampuan memaksimalkan konsentrasi sehingga fikiran hanya terfokus dalam shalat. Namun kekhusyu’an lebih merupakan kondisi hati yang penuh rasa takut, pasrah, tunduk, dan sejenisnya, yang membias dalam setiap gerakan sehingga Nampak anggun, khidmat, dan tidak serampangan.
Lalu bagaimana agar shalat kita menjadi shalat yang khusyu’ sebagaimana dimaksud pada pengertian tersebut?
Ada beberapa kiat khusyu’ dalam shalat yang kerap kali disinggung oleh para ulama dalam buku-buku mereka, khususnya yang berkenaan dengan hukum dan tatacara shalat, di antaranya:
Pertama, mengenal Allah, menghadirkan, mengagungkan, dan takut kepada-Nya. Sikap dan keyakinan seperti ini hanyalah dimiliki oleh orang-orang yang berilmu, yang mempunyai pengerahuan tentang ketuhanan. Dengan kata lain, orang-orang yang takut kepada Allah itu adalah orang-orang yang bertakwa kepada-Nya, sebagaimana al-Quran menjelaskan: “Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya adalah orang-orang yang berilmu”. (QS. Fathir: 28).
Kedua, menyadari bahwa shalat adalah perjumpaan sekaligus komunikasi dirinya dengan Allah SWT. Rasulullah SAW menyatakan: “Apabila seseorang di antara kamu sedang shalat, maka seseungguhnya dia sedang berkomunikasi dengan Allah. (HR. Bukhari-Muslim di dalam Kitab Syarah Nawawi). Maka sudah selayaknya hal itu memicu dirinya untuk memusatkan konsentrasi pada shalatnya untuk bersikap khusyu’.