Wali Nikah Ab’ad Part 4

Wali Nikah Ab’ad Part 4

WALI NIKAH AB’AD PART 4

Dalam tulisan Wali Nikah Ab’ad Part 4 ini penulis tidak lagi menyertakan pendahuluan tetapi langsung ke pembahasan. Apabila pembaca ingin mengetahui pendahuluan maka pembaca kembali membaca Wali Nikah Ab’ad part 4

  1. Wali Nikah Ab ad Part 4

Kata ab ad berasal dari kata dasar ba ’a da yang artinya jauh sedangkan lawan kata dari ab ‘ad adalah akrab berasal dari qoroba yang artinya dekat. Kata ab ‘ad dihubungkan dengan wali nikah maka maksudnya adalah wali nikah yang jauh garis nasabnya dari pengantin wanita. Dan sebaliknya, jika kata akrab jika dihubungkan dengan wali nikah, maksudnya adalah wali nikah yang dekat hubungan nasabnya dengan pengantin wanita. Deretan wali nikah yang paling berhak menjadi wali bagi pengantin wanita adalah wali akrab. Wali ab ‘ad dalam pernikahan tidak boleh menjadi wali jika masih ada wali akrab, karena Wali ab’ad adalah wali yang masih jauh hubungan kenasabannya dengan pengantin wanita. Seperti kakek  adalah wali ab ad jika ayah pengantin wanita masih ada, tetapi ia akan menjadi wali akrab jika ayah pengantin wanita sudah tidak ada.

Dapat dipahami, apabila wali nikah golongan satu nomor urut satu tidak ada maka yang menjadi wali nikah akrabnya adalah wali nikah golongan satu no urut dua, jika wali nikah golongan satu nomor urut dua tidak ada maka yang menjadi wali nikah golongan satu nomor urut tiga yang menjadi wali dan begitu seterusnya. Apabila dalam wali nikah golongan satu tidak ada lagi maka wali nikah golongan dua nomor urut satu yang menjadi wali nikah, jika tidak ada maka nomor urut dua yang kan menjadi wali nikah nya dan demikian seterusnya.

pernikahan dari Koko Andrianto bin Bukhori Muslim dan Ratna Andriani,  binti Ngatimin dilaporkan pernikahannya dengan wali ayah kandung sebagaimana yang tertulis dalam Akta kelahiran dan N1, pernikahan mempelai ini terjadi di Desa Mandalasari. Ketika acara resepri akad nikah saat acara serah terima pengantin yang menyerahkan pengantin mengatakan ”Ratna Andriani binti Khoirul Amri” padahal yang dilaporkan adalah Ratna Andriani binti Ngartimin. Petugas heran, dalam berkas yang dilaporkan adalah Ratna Andriani binti Ngatimin. Dalam pemeriksaaan pernikahan sebelum akad nikah petugas bertanya kepada pengantin wanita, disebutkan Ratna Andriani binti khoirul amri, apakah bapak dari mbak Ratna Andriani Khoirul Amri?. Tanya petugas kepada pengantin wanita.. ” iya pak ” jawabnya, di berkas yang dilaporkan adalah bapak Ngatimin, itu siapa ? lanjut petugas ” bapak Ngatimin bukan orang tua kandung saya, ayah kandung saya adalah khoirul Amri dan Ibu saya bernama Ani, sejak kecil, sejak Saya lahir saya sudah diasuh oleh Bapak Ngatimin, sehingga pada akta kelahiran, KK, ijazah dan semuanya saya binti Ngatimin, ibu kandung saya menikah lagi dengan paman kandung saya yang bernama Suradi,” jawab pengantin wanita.  “Apakah bapak Ngatimin masih keluarga? ” Tanya petugas, “Saya adik kandung dari kakek kandungnya pak” jawab bapak Ngatimin, “dari kecil Ratna ini sudah dengan saya, ” apakah kakek kandung masih ada ” tanya petugas lagi, “sudah  gak ada lagi pak jawab bapak Ngatimin, ” mbak Ratna punya saudara kandung?” tanya petugas lagi ” gak punya pak jawabnya. Saudara sebapak ”, lanjut petugas “gak ada pak” jawabnya lagi. Kalo paman kandung?” , ada pak suami ibu saya bapak Suradi” jawabnya lagi. Dari belakang kedengaran suara ” saya pak ” jawab bapak Suradi dan datang mendekat ke meja akad nikah diiringi seorang perempuan yang ternyata ibu kandung dari Ratna Andriani, ibu Ani ” saya paman kandungnya dan ini ibu kandungnya ” kata laki laki tersebut, karena nasabnya lebih dekat bapak Suradi dari pada bapak Ngatimin dengan pengantin wanita  maka dilaksanakanlah pernikahan kedua mempelai ini dengan wali nikah bapak Suradi sebagai paman kandung dan tertulis dalam akta nikah bapak Ngatimin. karena semua data yang ada di dalam berkas dari pada Ratna Andriani ini sudah tertulis Ngatimin sebagai wali nikahnya.

  1. Analisis hukum

Dari penjelasan di atas dapat analisis hukum dari pernikahan yang terjadi di KUA Kecamatan Mataram Baru sebagai berikut :

  1. Mendahulukan Syariah (Syariah oriented)

Pelaksanaan pernikahan dengan wali nikah aqrab dalam kasus diatas adalah mendahulukan syariah. Pernikahan yang dilaksanakan sesuai dengan hukum islam harus dilakukan dengan wali akrab bukan wali abad, tetapi dicatatkan dengan wali nikah abad. Melaksanakannya dengan hukum islam adalah mendahulukan syariah. Jika dilaksanakan dengan wali abad maka pernikahan tersebut tidak sah karena masih ada wali akrabnya. jika dilaksanakan sesuai  dengan laporan maka pernikahan suami istri diatas tidak sah. Dengan diketahuinya oleh petugas bahwa wali akrabnya masih ada maka petugas melaksanakannya dengan wali akrab untuk menjaga agar tetap sah pernikahan suami istri tersebut. Dan pernikahan suami istri diatas sesuai dengan agama dan kepercayaan nya. Hal ini menunjukkan bahwa ketaatan beragama mereka masih lebih tinggi sekedar memenuhi adminstrasi. Kaidah mengatakan “ ma tsabata bis syar’i muqoddamun ala ma wajaba bisy syarthi “ Artinya: “Apa yang telah tetap menurut syara‟ didahulukan daripada yang wajib menurut syarat.”

  1. Menyalahi UU perkawinan

Lebih tepatnya tidak sesuai dengan pasal 2 ayat 2 undang undang nomor 1 tahun 1974 tentang pernikahan yang berbunyi “(2) Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.” dicatatkan dalam ayat tersebut adalah ditulis dengan keadaan yang terjadi, sementara dalam pernikahan diatas dilaksanakan dengan wali nikah akrab tapi dicatatkan dengan wali nikah abad.

Pernikahan Adrianto dan Ratna Adriani ini karena sudah di akta di KK bahwa Andriani ini Ratna Andriani ini sudah tertulis di dalam KKnya bahwa orang tuanya adalah Bapak Ngatimin. Yang masih dalam wali ab’adnya yaitu paman dari orang ayahnya (kelompok ke empat). Hal diketahui ketika dalam penyerahan pengantin disebutkan Ratna Andriani binti Khoirul Amri (alm) setelah di telusuri oleh petugas KUA, maka masih ada saudara kandung dari ayahnya (kelompok ke tiga) yang lebih dekat nasabnya dengan pengantin wanita dari pada paman ayahnya (kelompok empat) maka dilaksanakan pernikahan dengan wali paman dan di tuliskan dengan saudara laki laki kandung kakek .

  1. Mentaati Undang Undang

Pernikahan dengan wali akrab dicatatkan dengan wali ab ad adalah usaha untuk mentaati perundang undangan terutama dalam undang undang pernikahan. Tujuannya benar tetapi jalan yang ditempuh tidak benar. Karena dalam KHI jika golongan kelompok satu tidak ada maka yg berhak menjadi wali adalah golongan kelompok dua dan jika golongan kelompok dua tidak ada maka kelompok tiga dan jika golongan kelompok tiga tidak ada maka golongankelompok empat dalam hal ini golongan kelompok tiga masih ada tapi dicatatkan dengan wali golongan kelompok empat jika tidak diterangkan oleh putugas KUA tentang urutan wali, maka mereka akan menikah dengan wali ab’ad yang jelas tidak sah karena wali akrabnya masih ada karena aturan wali demikian menurut KHI, jika tidak sesuai dengan aturan hukum islam maka pernikahan meraka tidak sah karena tidak sesuai  dengan agama dan kepercayaan mereka.

Pencatatan pernikahan yang tidak sesuai dengan agama dan kepercayaan masing masing tentu saja tidak sesuai dengan undang undang, tujuan salah dan jalannya juga salah. Peristiwa pernikahan dengan wali akrab tetapi dicatat dengan wali ab’ad adalah suatu usaha untuk mematuhi ketentuan undang undang. Penulisan akta nikah pada kolom wali nikah saudara kandung kakek dan dilaksanakan dengan wali paman, yakni saudara kandung ayah. Pencatatan wali nikah dengan saudara kandung kakek tetapi dilaksanakan dengan paman atau saudara kandung ayah tidak mempengaruhi keabsahan pernikahan tersebut, tetapi pencatatan peristiwa pernikahan tersebut menyatakan bahwa peristiwa pernikahan itu memang ada dan terjadi. Kaidah fikih mengatatakan ’tasorruful imam ’ala ro’iyah manutun bilmaslahah’ . “ kebijakan pemimpin ( pemerintah) terhadap rakyatnya dikaitkan dengan kemaslahatan.” Pencatatan diwajibkan dalam rangka fungsi negara memberikan jaminan perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak sebagai warga negara. Hal tersebut merupakan tanggung jawab negara dan harus dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pencatatan perkawinan yang dilakukan oleh negara untuk warga negaranya karena Perkawinan adalah perbuatan hukum penting dalam kehidupan yang dilakukan oleh pasangan yang bersangkutan dan tentu menimbulkan konsekuensi yuridis yang sangat luas. Berkaitan dengan hal tersebut, dokumen yang dihasilkan dari pencatatan perkawinan di kemudian hari dapat dibuktikan dengan bukti yang sempurna dengan suatu akta otentik, sehingga perlindungan dan pelayanan oleh negara terkait dengan hak-hak yang timbul dari suatu perkawinan dapat terselenggara secara efektif dan efisien.

Comments

No comments yet. Why don’t you start the discussion?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *