Pasangan suami isteri yang hendak melangsungkan menikah terlebih dahulu harus memahami kedudukan suami isteri dalam berumah tangga agar esensi dari tujuan pernikahan dalam terealisasi dengan baik.
Kedudukan suami istri diatur dalam Kompilasi Hukum Islam Pasal 79. Pada ayat (1) menjelaskan tentang suami adalah kepala rumah tangga dan istri ibu rumah tangga, ayat (2) menjelaskan hak dan kedudukan istri seimbang dengan hak dan kedudukan suami dalam kehidupan rumah tangga dan pergaulan hidup bersama dalam masyarakat, kemudian dilanjut pada ayat (3) menjelaskan bahwa masing-masing pihak berkah untuk melakukan perbuatan hukum.
Dalam UU No. 1 Tahun 1974 Pasa 31 ayat (1) menjelaskan Hak dan kedudukan isteri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan suami dalam kehidupan rumah tangga dan pergaulan hidup bersama dalam masyarakat. Lanjut pada ayat (2) Masing-masing pihak berhak untuk melakukan perbuatan hukum. Kemudian pada ayat (3) menjelaskan suami adalah kepala keluarga dan isteri ibu rumah tangga.
Ada dua poin yang penulis simpulkan mengenai kedudukan suami isteri baik dalam UU No.1 Tahun 1974 tentang perkawinan maupun Kompilasi Hukum Islam (KHI); 1) suami isteri mempunyai kedudukan yang sama 2) suami isteri mempunyai kedudukan yang seimbang.
Dalam rumah tangga, walaupun adanya kelebihan yang dimiliki oleh suami, tidak membenarkan mereka melakukan tindakan sewenang-wenang kepada isteri. Begitu juga sebaliknya, kaum perempuan tidak diperkenankan meremehkan kelebihan yang dimiliki oleh laki-laki. Sehingga perempuan dalam kapasitasnya sebagai isteri tidak berkeberatan kalau suami menjadi qawwam terhadapnya untuk melindungi, memimpin, menjami, dan menangani urusan-urusannya.
Oleh karena itu, kedudukan mereka adalah sama, dalam pengertian bahwa masing-masing sama-sama mempunyai kewajiban yang harus di tunaikan, dan sama-sama mempunyai hak yang tidak boleh diabaikan. Selain punya kedudukan yang sama, suami isteri juga mempunyai kedudukan yang seimbang antar suami isteri diartikan sebagai segala sesuatu dalam kehidupan berumah tangga harus di rundingkan dan di putuskan bersama oleh suami isteri yang bersangkutan. Kelalaian di satu pihak berarti menelantarkan hak dari pihak lain yang pada gilirannya akan mengakibatkan keretakan dalam rumah tangga dan berakibat pada perceraian.
Walaupun adanya kelebihan yang dimiliki oleh suami, tidak dapat membenarkan mereka melakukan tindakan sewenang-wenang kepada isteri. Begitu juga sebaliknya, isteri tidak dibolehkan meremehkan kelebihan yang dimiliki oleh laki-laki. Sehingga perempuan dalam kapasitasnya sebagai isteri tidak berkeberatan kalau suami menjadi qawwam terhadapnya untuk melindungi, memimpin, menjami, dan menangani urusan-urusannya.
Suami isteri hendak mendahulukan musyawarah untuk menuju kesepakatan bersama dalam setiap perkara yang terjadi dalam rumah tangga agar mahligai rumah tangga dapat terwujud secara kuat dan kokoh.
Wallahu A’lam