BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian HAM
Hak Asasi manusia menurut pasal 1 ayat 1 UU No.39 Tahun 1999 yaitu seperangkat hak yang melekat pada manusia sebagai makhluk Tuhan yang Maha Esa dan merupakan anugerah yang wajib di hormati,di junjung tinggi dan dilindungi oleh negara,hukum, pemerintah dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia[1]. Adapun menurut John Locke bahwa manusia itu mempunyai hak untuk hidup dan hak untuk memiliki sesuatu yang tidak dapat diambil oleh siapapun juga, namun hak-hak itu haruslah untuk tujuan kesejahteraan dan kebahagiaan manusia itu.
Adapun menurut Jefferson Hak Asasi Manusia yaitu bahwa manusia diciptakan oleh sang pencipta memberikan hak kepada manusia yang tidak boleh di ambil oleh siapapun. Adapun hak tersebut berupa hak untuk hidup dan hak kebebasan serta tujuan untuk kebahagian atau kesejahteraan bagi manusia sehingga terdapat persamaan hak antara sesama manusia dalam berbagai bidang seperti bidang politik, hukum dan sebagainya.
B. Ruang Lingkup Keluarga
Keluarga yaitu unit terkecil dalam masyarakat dimana setiap individu membangun dan mengembangkan hubungan primernya sebelum menjalin hubungan dengan masyarakat luas[2].Secara historis keluarga terbentuk dari satuan yang merupakan organisasi terbatas dan mempunyai ukuran yang minimum, terutama pada pihak-pihak yang awalnya mengadakan suatu ikatan. Ia merupakan bagian dari masyarakat yang berintegrasi dan mempunyai peran dalam suatu proses organisasi kemasyarakatan[3].
Adapun Vembriarto mengemukakan bahwa keluarga adalah kelompok sosial yang terdiri dari ayah, ibu dan anak-anak yang mempunyai hubungan emosi dan tanggung jawab dan memelihara yang menimbulkan motivasi dan bertanggungjawab.[4]Salah satu unsur untuk menjalani kehidupan keluarga yaitu kehidupan bersama antara perempuan dan laki-laki menempuh rumpun pernikahan merupakan tujuan untuk membangun suatu keluarga. Dalam Undang-undang RI Nomor 1 Tahun 1974 Pasal 1 tentang Perkawinan menjelaskan bahwa perkawinan adalah hubungan lahir batin seorang pria dan wanita bagaikan keluarga agar membuat keluarga mereka hidup damai serta abadi berlandaskan perspektif Tuhan[5]. Setiap pasangan yang sudah melangsungkan perkawinan tentu saja menginginkan keluarganya hidup tentram, sejahterah untuk mewujudkan keutuhan Rumah Tangga dan tempat tinggalnya (Dwiatmodjo, 2011).
Perkawinan termasuk suatu perbuatan hukum, sehingga jika terjadi suatu masalah yang menimbulkan akibat hukum kepada dua orang yang sudah membuat kesepakatan misalnya pihak istri atau suami harus menanggung konsekuensinya. Sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang RI Nomor 1 Tahun 1974 Pasal 33 menyatakan maka Perkawinan wajib hukumnya sepasang suami istri mencintai satu sama lain, menghargai, dan membantu kepada sesama[6]. Di dalam perkawinan tidak menjamin bahwa kebahagiaanlah yang dirasakan selamanya, pasti ada berbagai macam rintangan yang dihadapi seperti sedih, berduka, salah paham dan sebagainya (Suryaningsi & Muhammad, 2020).
Keluarga merupakan bagian dari masyarakat yang lahir dan berada di dalamnya, secara berangsur-angsur akan melepaskan ciri-ciri tersebut karena tumbuhnya mereka ke arah pendewasaan. Ciri-ciri umum keluarga antara lain seperti dikemukakan oleh Mac Iver dan Page yaitu :
- Kebersamaan, keluarga merupakan bentuk yang hampir paling universal diantara bentuk-bentuk organisasi sosial lainnya. Hampir setiap keadaan manusia mempunyai keanggotaan dari beberapa keluarga.
- Dasar-dasar emosional, hal ini didasarkan pada suatu dorongan yang sangat mendalam dari sifat organis manusia seperti perkawinan, menjadi ayah, kesetiaan akan maternal dan perhatian orang tua
- Pengaruh perkembangan, hal ini merupakan lingkungan kemasyarakatan yang paling awal dari semua bentuk kehidupan yang lebih tinggi, termasuk manusia, dan pengaruh perkembangan yang paling besar dalam kesadaran hidup yang merupakan sumbernya
- Ukuran yang terbatas, keluarga merupakan kelompok yang terbatas ukurannya, yang dibatasi oleh kondisi-kondisi biologis yang tidak dapat lebih tanpa kehilangan identitasnya. Oleh sebab itu keluarga merupakan skala yang paling kecil dari semua organisasi formal yang merupakan struktur sosial, dan khususnya dalam masyarakat yang sudah beradab dan keluarga secara utuh terpisah dari kelompok kekerabatan
- Tanggungjawab para anggota, keluarga memliki tuntutan-tuntutan yang lebih besar dan kontinyu daripada yang biasa dilakukan oleh asosiasi-asosiasi lainnya
- Aturan kemasyarakatan, hal ini khususnya terjaga dengan adanya hal-hal tabu di dalam masyarakat dan aturan-aturan sah yang dengan kaku menentukan kondisi-kondisinya
- Sifat kekekalan dan kesementaraannya, sebagai institusi, keluarga merupakan suatu yang demikian permanen dan universal, dan sebagai asosiasi merupakan organisasi yang paling bersifat sementara dan yang paling mudah berubah dari seluruh organisasi-organisasi penting lainnya dalam masyarakat.[7]
C. Kaitan HAM dengan Keluarga