“PUTUS NIKAH DAN AKIBATNYA” Tinjauan Kaidah Penafsiran Ayat Ahkam

“PUTUS NIKAH DAN AKIBATNYA” Tinjauan Kaidah Penafsiran Ayat Ahkam

Jumhur ulama mensyaratkan lima hal bagi wanita yang telah di talak tiga, untuk kembali menjadi isteri si suami (suami yang telah mentalak tiga). Pertama, telah melakukan iddah dari talak yang ketiga. Kedua, melakukan akan nikah dengan suami atau pria lain (suami yang ke dua). Ketiga, telah disetubuhi oleh suami yang kedua tersebut. Keempat, ditalak oleh suami yang kedua. Kelima, melakukan iddah dari perceraian dengan suami yang kedua.[12]

“jika mereka (berdua) berpikiran akan dapat menegakkan batas-batas Allah” berarti bekas suami istri itu dapat memperkirakan bahwa mereka akan menjaga dan memelihara baik-baik kewajiban masing-masing, sebagaimana batasan yang telah ditentukan Allah. Akan tetapi, jika mereka berdua tidak mempunyai pikiran seperti itu atau salah seorang dari padanya tidak dapat memperkirakan dapat hidup damai dan rukun sebagai suami isteri, maka tidaklah dibolehkan mereka mengulangi perkawinanya lagi. Karena dengan demikian, mereka akan memasuki suatu perbuatan yang diharamkan atau pekerjaan maksiat.[13]

وَإِذَاطَلَّقْتُمُالنِّسَاءَفَبَلَغْنَأَجَلَهُنَّفَأَمْسِكُوْهُنَّبِمَعْرُوْفٍأَوْسَرِّحُوْهُنَّبِمَعْرُوْفٍۗوَلَاتُمْسِكُوْهُنَّضِرَارًالِّتَعْتَدُوْاۚوَمَنْيَّفْعَلْذٰلِكَفَقَدْظَلَمَنَفْسَهٗۗوَلَاتَتَّخِذُوْااٰيٰتِاللّٰهِهُزُوًاوَّاذْكُرُوْانِعْمَةَاللّٰهِعَلَيْكُمْوَمَاأَنْزَلَعَلَيْكُمْمِّنَالْكِتٰبِوَالْحِكْمَةِيَعِظُكُمْبِهٖۗوَاتَّقُوااللّٰهَوَاعْلَمُوْاأَنَّاللّٰهَبِكُلِّشَيْءٍعَلِيْمٌ

Kalimat itu artinya yang hakiki ialah “maka telah sampai iddahnya.” Akan tetapi kalau yang dipakai arti yang hakiki ini tidaklah lagi sesuai dengan tujuannya, karena perempuan yang telah sampai atau telah habis iddahnya tidak boleh dirujuki lagi kecuali dengan perkawinan yang baru. Karena itu maksudnya ialah “maka telah hampir sampai iddahnya.”

Menurut Al-Qurthubi, arti balaga ialah “hampir sampai” dengan ijma’nya sekalian ulama’. Ayat ini menjadi dalil, bahwa perempuan yang telah dicerai oleh suaminya dengan telak satu atau talak dua, sebelum habis masa iddahnya, si suami berhak memegangnya, artinya merujuknya kembali. Tetapi hendaknya memegangnya itu dengan cara yang baik, ma’ruf, dengan tidak bermaksud hendak menganiaya perempuan itu. Andaikata tidak dapat dirasakannya kehidupan yang rukun dan damai kembali diantara kedua suami istri itu, maka lepaslah dia dengan merujuki kembali dengan cara yang baik pula, sehingga habislah masa iddahnya.

Pada ayat 231, disebutkan bahwa Apabila kamu mentalak isteri-isterimu, lalu mereka mendekati habisnya masa iddah maka bagimu adalah salah satu dari dua perkara yaitu merujuk dengan cara yang ma’ruf bukan dengan maksud memberi kemudharatan atau menceraikan dengan cara yang ma’ruf pula, yaitu dengan menunaikan hak-hak isteri yang menjadi kewajiban suami seperti nafkah, mahar, mut’ah dan lain sebagai nya.

Baik rujuk maupun cerai, semua harus dilakukan dengan cara yang ma’ruf. Dalam ayat 231 ini menceraikan disebutkan dengan kata ma’ruf sedangkan dalam ayat 229 diatas disebutkan dengan kata ihsan. ma’ruf dalam ayat ini adalah batas minimal dari perlakuan yang dituntut atau yang wajib dari suami yang menceraikan. Sedangkan, ayat 229 adalah batas yang terpuji yang dianjurkan yang melebihi kewajiban. Karena itu pula dalam ayat 231 ini, perintah minimal itu disusul dengan larangan minimal pula yaitu janganlah kamu rujuki mereka untuk memberi kemudaratan. Siapapun yang melakukannya, maka pada hakikatnya ia telah menganiaya dirinya sendiri.

Disebutkan juga pada ayat ini bahwa “Janganlah kamu jadikan hukum-hukum Allah sebagai permainan “(وَلَاتَتَّخِذُواءَايَاتِاللَّهِهُزُوًا). Ayat ini merupakan larang untuk menjadikan hukum-hukum Allah sebagai gurauan, karena kesemua hukum Allah merupakan kesungguhan. Ulama sepakat bahwa apabila seseorang mentalak isterinya dengan cara bergurau maka akan tetap jatuh talak. Selanjutnya ingatlah akan nikmat Allah yaitu berupa Islam, penjelasan hukum, dan juga akan hikmah, yaitu al-Sunnah yang menjelaskan maksud Allah melalui lisan Nabi saw., terhadap hal-hal yang tidak ditemukan penjelasannya dalam al-Qur’an. Allah memberi pengajaran kepadamu dengan apa yang diturunkan-Nya itu. Bertakwalah kepada Allah serta ketahuilah bahwasanya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu..

  1. Ayat-ayat yang terkait dengan iddah
  2. s Al-Baqarah : 234

وَالَّذِينَيُتَوَفَّوْنَمِنْكُمْوَيَذَرُونَأَزْوَاجًايَتَرَبَّصْنَبِأَنْفُسِهِنَّأَرْبَعَةَأَشْهُرٍوَعَشْرًافَإِذَابَلَغْنَأَجَلَهُنَّفَلَاجُنَاحَعَلَيْكُمْفِيمَافَعَلْنَفِيأَنْفُسِهِنَّبِالْمَعْرُوفِوَاللَّهُبِمَاتَعْمَلُونَخَبِيرٌ

Orang-orang yang meninggal dunia di antaramudenganmeninggalkanisteri-isteri (hendaklah para isteriitu) menangguhkandirinya (ber’iddah) empatbulansepuluhhari. Kemudian apabila telah habis ‘iddahnya, maka tiada dosa bagimu (para wali) membiarkanmerekaberbuatterhadapdirimereka[147] menurut yang patut. Allah mengetahuiapa yang kamuperbuat. (Al-Baqarah :234).

Berangkat dari ayat diatas, menurut kalangan fuqaha’, iddah itu terbagi kedalam dua kategori,

Pertama, idaah yang terjadi karena wanita tersebut ditinggal mati oleh suaminya. Kondisi yang ditinggal mati ini adakalanya wanita tersebut dalam keadaan mengandung dan adakalanya dalam keadaan kosong. Apabila dalam mengandung masa iddahnya adalah menunggu sampai melahirkan. Apabila tidak dalam keadaan mengandung, dalam pengertian tidak ada benih di dalamnya, masa iddahnya empat bulan sepuluh hari.

Kedua, iddah yang terjadi bukan karena ditinggal mati suami. Ada beberapa perbedaan pendapat dikalangan ulama tentang madsalah wanita hamil yan ditinggal mati oleh suaminya, hingga berlaku dua masa iddaah; iddah melahirkan dan iddah wafat.

Jumhur ulama fiqih menyatakan masa iddahnya adalah sampai ia melahirkan, sekalipun masa kelahiran belum sampai empat bulan sepuluh hari

Menurut ali bin abi thalib dan ibn abbas iddah yang dipakai adalah yang terlama, jika wanita tersebut melahirkan, jika wanita tersebut melahirkan sebeum masa empat bulan sepuluh hari, jika telah lewat empat bulan sepuluh hari, tetapi wanita tersebut belum juga melhirkan maka iddahnya sampai sesudah melahirkan.

وَالْمُطَلَّقَاتُيَتَرَبَّصْنَبِأَنْفُسِهِنَّثَلَاثَةَقُرُوءٍوَلَايَحِلُّلَهُنَّأَنْيَكْتُمْنَمَاخَلَقَاللَّهُفِيأَرْحَامِهِنَّإِنْكُنَّيُؤْمِنَّبِاللَّهِوَالْيَوْمِالْآَخِرِوَبُعُولَتُهُنَّأَحَقُّبِرَدِّهِنَّفِيذَلِكَإِنْأَرَادُواإِصْلَاحًاوَلَهُنَّمِثْلُالَّذِيعَلَيْهِنَّبِالْمَعْرُوفِوَلِلرِّجَالِعَلَيْهِنَّدَرَجَةٌوَاللَّهُعَزِيزٌحَكِيمٌ

Wanita-wanita yang ditalak handaklah menahan diri (menunggu) tiga kali quru’. Tidak boleh mereka menyembunyikan apa yang diciptakan Allah dalam rahimnya, jika mereka beriman kepada Allah dan hari akhirat. Dan suami-suaminya berhak merujukinya dalam masa menanti itu, jika mereka (para suami) menghendaki ishlah. Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma’ruf. Akan tetapi para suami, mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada isterinya. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.

Dalam ayat tersebut dijelaskan bahwa wanita yang diceraikan atau ditinggal oleh suaminya, maka ia haruslah menunggu selama tiga quru’

Comments

No comments yet. Why don’t you start the discussion?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *