”Sebelum akad nikah dilangsungkan wali hakim meminta kembali kepada wali nasabnya untuk menikahkan calon mempelai wanita, sekalipun sudah ada penetapan Pengadilan Agama tentang adhalnya wali. (2) Apabila wali nasabnya tetap adhal, maka akad nikah dilangsungkan dengan wali hakim. (Pasal 5).[23]
Dalam hal wali enggan untuk menjadi wali nikah, maka kepala KUA Kecamatan selaku wali hakim, terlebih dahulu harus meminta wali nasab untuk menikahkan, sekalipun telah ada putusan Pengadilan Agama tentang adhalnya wali. Artinya hukum islam dalam hal ini KHI masih menjaga keharmonisan atau hubungan baik antara orang tua dan anak (penganten), karena penganten tersebut juga akan menjadi orang tua. kalau wali nasabnya mau menikahkan anaknya tersebut maka batallah putusan wali adhal yang keluarkan oleh pengadilan agama tersebut
- Wali Nasab Mafqud
Mafqud artinya hilang, wali nasabnya hilang, tidak ada kabar beritanya, sehingga tidak diketahui tempat tinggalnya dan tidak diketahui juga apakah ia masih hidup atau sudah meninggal. Maka wali dari seorang wanita yang hilang wali nasabnya adalah wali hakim atau walinya mafqud karena bersembunyi.
Bersembunyi berbeda dengan tidak ada kabar beritanya.. Sebelum ada kehendak untuk menikah dari wanita tersebut, wali masih diketahui keberadaanya, tetapi saat wanita tersebut menikah, tiba tiba wali tidak bisa dihubungi dan dicari ke tempat tinggalnya selama ini ia tidak ada. Atau selama ini keberadaanya diketahui setelah anaknya mendaftarkan nikah, ia tidak bisa dihubungi lagi dan didatangi ke alamatnya ia tidak ditemukan. Maka dalam keadaan seperti ini tindakan yang dilakukan oleh pihak KUA adalah meminta calon pengantin wanita membuat pernyataan tentang hilangnya wali yang bermaterai dengan dua orang saksi dan diketahui kepala desa atau lurah. Dalam hal ini pasal PMA 20 tahun 2019 pasal 13 ayat (5) berbunyi
(5) Wali tidak diketahui keberadaannya sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf (c) didasarkan atas surat pernyataan bermaterai dari calon pengantin, disaksikan oleh 2 (dua) orang saksi, dan diketahui oleh Kepala Desa/Lurah setempat.[24]
- Walinya Tidak Dapat Dihadirkan
Wali tidak dapat dihadirkan dikarenakan walinya tersebut dalam penjara, tahanan sehingga tidak diizinkan untuk keluar dan menjadi wali nikah, oleh karena itu yang menjadi wali nikah adalah wali hakim. Dalam PMA 20 tahun 2019 pasal 13 ayat (6) tertulis:
Wali tidak dapat dihadirkan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf d karena yang bersangkutan sedang berada dalam tahanan dengan bukti surat keterangan dari instansi berwenang.[25]
Atau walinya sakit gila umpanya yang tidak mungkin menghadirkannya, apabila wali dihadirkan saat prosesi akad nikah maka akan menambah keruh suasana prosesi akad nikah tersebut.
- Walinya Tidak Ada Yang Beragama Islam
Dalam hal walinya harus beragama islam adalah suatu kemestian dalam pernikahan yang dilaksanakan dengan aturan agama islam. Beragama islam merupakan salah satu syarat sahnya seseorang menjadi wali nikah. Walaupun semua walinya masih hidup tetapi tidak ada yang beragama islam maka wali hakimlah yang menjadi walinya. Dalam KHI pasal 20 ayat (1)
”Yang bertindak sebagai wali nikah ialah seorang laki-laki yang memenuhi syarat hukum Islam yakni muslim, aqil dan baligh.[26]
Dan PMA 20 tahun 2019 pasal 12 tertera
2) Syarat wali nasab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
- laki-laki;
- beragama Islam;
- baligh;
- berakal; dan
- [27]
Dari dua bunyi pasal diatas dapat diketahui bahwa syarat seorang menjadi wali nikah harus beragama islam. Jadi kalau walinya tidak beragama islam bertentangan dengan definisi wali nasab PMA nomor 30 tahun 2005 tentang wali hakim pasal 1 ayat (1) yang berbunyi
“Wali nasab adalah pria yang beragama islam yang mempunyai hubungan darah dengan calon mempelai wanita dari pihak ayah menurut hukum islam “ [28]
- Walinya Sedang Ihram
Seorang wali nasab yang sedang melaksanakan ihram tidak boleh bertindak sebagai wali nikah. Apabila seorang perempuan ingin menikah sementara wali nasab yang berhak menikahkannya sedang ihram maka dalam pelaksanaan akad nikahnya yang menjadi wali nikah adalah wali hakim. Pasal 54 KHI ter maktub
(1) Selama seseorang masih dalam keadaan ihram, tidak boleh melangsungkan perkawinan dan juga boleh bertindak sebagai wali nikah.
(2) Apabila terjadi perkawinan dalam keadaan ihram, atau wali nikahnya masih berada dalam ihram perkawinannya tidak sah.[29]
Dan dalam hadits Rasulullah SAW. disebutkan:
سَمِعْتُ عُثْمَانَ بْنَ عَفَّانَ يَقُولُ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا يَنْكِحُ الْمُحْرِمُ وَلَا يُنْكَحُ وَلَا يَخْطُبُ
Saya pernah mendengar Utsman bin Affan berkata; Rasulullah SAW. bersabda: “Orang yang sedang berihram tidak diperbolehkan untuk menikahkan, dinikahkan dan meminang.”[30]
Dalam hadits diatas bukan hanya menjadi wali nikah yang dilarang, bahkan menikah dan meminang juga dilarang.
- Walinya Yang Akan Menikahi Wanita Tersebut
Wali nasabnya yang menjadi pengantin laki lakinya, artinya adalah wali nasab yang berhak menjadi wali akan menikahi wanita tersebut. Keadaan wali nasab ini tentunya wali nikah yang bukan dari golongan mahram, karena dalam wali nikah ada golongan mahram dan ada juga bukan muhrim. Wali dari golongan mahram adalah wali yang tidak boleh menikahi wanita tersebut. Wali muhrim adalah ayah, kakek, saudara seayah seibu, saudara seayah, paman.
Adapun wali bukan muhrim maka sah menikahi wanita tersebut. Misalnya seorang wanita yang akan dinikahi oleh sepupunya (anak pamannya) sementara wali nasab akrab sebelum laki laki tersebut sudah tidak ada atau meninggal semua. Maka wali nikah dari perempuan tersebut adalah wali hakim karena yang berhak menjadi walinya adalah penganten laki lakinya.
- Wali Nikah Palsu
Wali nikah sebagaimana diterangkan di atas adalah orang yang memegang sah tidaknya pernikahan. Oleh karena itu tidak sah pernikahan tanpa adanya wali. Sementara palsu dalam kamus besar bahasa indonesia adalah tidak tulen, tidak asli, tidak sah, gadungan.[31] Wali nikah jika dihubungkan dengan kata palsu berarti wali nikah yang tidak asli, wali nikah tidak sah, sedangkan pernikahan yang dilaksanakan dengan wali nikah yang bukan asli maka pernikahan tersebut tidak sah karena wali nikah yang asli adalah wali nasab atau wali hakim.
Pencatatan pernikahan dengan wali nikah palsu terjadi di KUA Kecamatan Mataram Baru Kabupaten Lampung Timur. Calon pengantin yang bernama Abdul Rozak bin Arsad dan Fani Sania Gultom bin Managam Gultom yang didaftarkan tanggal 30 Maret 2021 dengan nomor pendaftaran 092/80716/2021 dan nomor pemeriksaan 0079/01/2021.
Calon pengantin ini dan didampingi orang tua calon pengantin perempuan serta pak kadus datang ke KUA kecamatan Mataram Baru mendaftarkan pernikahannya dengan berkas surat pengantar nikah ,N1 dari calon suami ditandatangan oleh Kepala Desa Sribhawono Kecamatan Bandar Sribhawono tertanggal 26 maret 2021. dan surat pengantar nikah, N1 dari calon istri tertanggal 30 maret 2021 tertandatangan kepala desa Mataram Baru.