Berkas N2, permohonan kehendak nikah yang ditandatangani pemohon Fani Sania Gultom, persetujuan calon pengantin, N4 yang ditandatangani kedua calon mempelai atas nama Abdul Rozak dan Fani Sania Gultom, surat izin orang tua, N5 laki laki yang ditanda tangani ibu Sutihat, surat pernyataan status di tanda tangan calon suami dan diketahui kepala desa Sribhawono. Dan juga surat pernyataan status dari calon istri yang ditandatangani Fani Sania Gultom dan diketahui kepala desa Mataram Baru.
Surat pernyataan kehilangan wali di atas materai di tanda tangan Fani Sania Gultom juga diketahui kepala desa, dengan saksi dua orang Managam Gultom dan Anderson, foto copy Kartu Tanda Penduduk, dan Foto copy Kartu Keluarga dari kedua mempelai, rekomendasi dari KUA Kecamatan Bandar Sribhawono karena pengantin laki laki ini dari luar wilayah Kecamatan Mataram Baru.
Setelah dilakukan pendaftaran nikah, saat pemeriksaan berkas calon mempelai perempuan mengatakan bahwa bapak Managam Gultom sebagaimana yang tertulis dalam N1, KK, dan akta kelahiran ijazah, bukan ayah kandungnya tetapi ayah tirinya. ”yang akan menjadi wali nikah saya, siapa nanti ya pak?” tanya Fani Sania Gultom menanyakan siapa yang berhak menjadi wali dalam pernikahannya nantinya, ”Karena ayah kandung saya tidak diketahui dimana berada, ayah saya pergi sudah lama dan sampai sekarang tidak diketahui dimana.” lanjutnya.[32]
Dengan pengakuannya ini, saran bapak kepala KUA, dibuatkan surat pernyataan diatas materai tentang keberadaan bapak dari fani Sania Gultom yang tidak diketahui kabarnya, yang ditandatangan dua orang saksi dan diketahui kepala desa ”jika walinya tidak ada, maka dibuat permohonan wali hakim” kata bapak kepala KUA.[33]
Kemudian permohonan wali hakim dibuat calon istri, Fani Sania Gultom kepada bapak kepala KUA untuk menikahkannya dengan Abdul Rozak dengan wali hakim. Pernikahan Fani Sania Gultom dengan Abdul Rozak dilaksanakan pada hari kamis tanggal 8 april 2021 dengan wali hakim karena wali nasabnya mafqudh atau hilang, tetapi dicatatkan dengan wali nasab ayah kandung sebagaimana yang tertulis dalam N1 yang disaksikan oleh dua orang saksi Dedi Irwandi dan Syahril Sidik dengan mahar atau maskawin uang seratus ribu rupiah dengan nomor akta nikah 068/06/IV/2021 dan seri buku nikah LA 100380170.
- Analisis Tentang Wali Nikah Palsu
Uraian pernikahan dengan wali hakim dan dicatatkan dengan wali nasab diatas maka dapat peneliti simpulkan sebagai berikut
- Sesuai UU nomor 1 tahun 1974 pasal 2 ayat 1.
Peristiwa pernikahan dengan wali hakim seperti kasus diatas sesuai dengan Undang undang nomor 1 tahun 1974 tentang pernikahan khususnya pasal 2 ayat (1) yang berbunyi:
Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing masing agamanya dan kepercayaannya itu.[34]
Pasal 2 ayat (1) ini melegalisasi hukum agama untuk pelaksanaan pernikahan, Sedangkan untuk masyarakat yang beragama Islam di Indonesia hukum agama dalam pelaksanaan pernikahan adalah KHI. Syarat yang tertulis dalam KHI sebagai syarat nikah adalah adanya calon suami, calon istri, wali nikah, dua saksi dan ijab qobul,
Wali nikah dalam hal ini hilang atau tidak diketahui keberadaannya maka wali hakimlah yang akan menjadi wali dalam pernikahannya. Calon istri yang tidak mempunyai wali nasab, wali hakim lah yang akan menjadi walinya. Sebagaimana yang tertulis dalam KHI pasal 23 ayat (1) dan diterangkan dalam pasal 2 ayat 1 PMA 30 tahun 2005, serta dalam PMA 20 tahun 2019 tentang pencatatan pernikahan pasal 13 ayat (2). Pernikahan diatas dilaksanakan dengan wali hakim karena wali nasab ayah kandung tidak diketahui keberadaannya atau hilang dengan pengakuan pengantin wanita dan surat pernyataan dari calon istri yang diketahui oleh kepala desa
- Tidak sesuai UU nomor 1 tahun 1974 pasal 2 ayat 2.
Peristiwa pernikahan dengan wali hakim tetapi dicatatkan dengan wali nasab yang terjadi di KUA Kecamatan Mataram Baru tidak sesuai dengan pasal 2 ayat (2) yang berbunyi:
(2) Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.[35]
Pencatatan pernikahan merupakan salah satu prinsip hukum perkawinan nasional yang bersumber pada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Pasal 2 adalah lanjutan dari pasal 1, kata ”dicatat menurut peraturan perundang undangan yang berlaku”, maka dicatat dengan kenyataan yang sebenarnya terjadi dalam pasal 1.
Undang Undang fungsinya adalah mengontrol syarat nikah secara hukum agama juga mengontrol syarat nikah secara hukum administrasi atau undang undang. Kenyataan yang terjadi di KUA Kecamatan Mataram Baru tidak terpenuhi dengan ketentuan undang undang pernikahan pasal 2 ayat 2. Karena pernikahan mempelai di atas, hukum agama terpenuhi tetapi hukum administrasi, legalitas formal tidak terpenuhi. Bukti hukum yang direkam dalam sebuah pencatatan pernikahan yang sah tidak sesuai dengan peristiwa hukum yang terjadi. Dalam prakteknya, kewajiban pencatatan yang dituangkan dalam pembuatan akta nikah berbeda dengan kenyataan yang sesungguhnya terjadi.
- Solusi Terhadap Wali Nikah Palsu
Pernikahan dengan wali hakim dan dicatatkan dengan wali nasab ayah kandung sebagaimana yang tertulis dalam surat kehendak nikah (N1), akta lahir kk, dan ijazah, yang sesungguhnya bukan wali nasab calon istri dari pengakuannya.
Nasab adalah pertalian kekeluargaan berdasarkan hubungan darah melalui akad nikah yang sah. Untuk dapat menghubungkan nasab seorang anak kepada ayahnya dibutuhkan dua syarat, yaitu hubungan darah dan akad nikah yang sah. Bila hanya terdapat satu syarat, baik hubungan darah seperti hamil diluar pernikahan maupun akad nikah saja seperti istri yang dihamili orang lain maka nasab pun tidak dapat dihubungkan antara seorang ayah dengan anak.
Pernikahan yang terjadi dari pengantin diatas dapat dilihat bahwa orang yang tertulis dalam KK dan Akta kelahiran calon istri bukan wali nasabnya karena tidak memenuhi dari dua syarat dari syarat hubungan nasab, hal ini diketahui dari pengakuan pengantin wanita, maka KUA melaksanakannya dengan wali hakim sebagai wali yang sah dalam pernikahannya. Dengan solusi menuliskan wali orang yang tertera dalam akta kelahiran dan kk adalah :
- Mendahulukan Syariah (Syariah oriented)
KUA Kecamatan Mataram baru mencatat akta nikah dan buku nikah berbeda dengan apa yang dilaksanakan bukan berarti tidak punya alasan. Seluruh persyaratan pokok pernikahan dan data kependudukan tertulis ayah tiri. Dalam perspektif yuridis formal (yang tertulis dalam N1 kk dan akta lahir), apa yang dilakukan kepala KUA tersebut adalah tindakan illegal walaupun akad nikah nya sudah legal. Jika dilaksanakan secara yuridis formal maka pernikahan pengantin diatas tidak sah, karena posisi orang yang menjadi ayah dalam dokumen yang sudah ada bukan wali nasab. Pernikahan dengan wali orang lain yang tidak ada kaitan nasabnya dengan calon istri adalah pernikahan batal atau tidak sah.
Pasangan pengantin ini akan berdosa jika yang dilanggar adalah ketentuan agamanya. Dengan keterusterangan mereka kepada pihak KUA bahwa apa yang tertulis dalam akta lahir dan lainnya adalah ayah tiri (palsu), bahkan kepala desa juga menandatangani pengakuan mereka tersebut, ini menunjukkan bahwa ketaatan beragama mereka lebih tinggi dari pada kepatuhan terhadap undang undang. Kaidah mengatakan ’ma tsabata bisy syar’i muqoddamun ’ala ma wajaba bisy syarthi, “Sesuatu yang ditetapkan syara’ harus didahulukan dari pada sesuatu yang diwajibkan syarat.
- Menghindari Mafsadah Yang Lebih Besar
Jika dituliskan dengan wali hakim sebagaimana peristiwa pernikahan sebenarnya maka akan menyulitkan pengurusan administrasi yang lain bagi calon istri karena dalam akta lahir dan KK ayahnya ada di tempat akad nikah, tidak hilang. Karena dalam surat pernyataan wali hilang dari calon istri dan surat keterangan kepala desa adalah orang yang berbeda dengan orang yang ada dalam akta kelahiran. Maka tidak ada alasan untuk menuliskannya dengan wali hakim.